Produksi tebu di Indonesia cenderung turun antara lain karena serangan hama penggerek pucuk tebu (S. excerptalis). Hama ini menurunkan hasil panen sampai 51 persen. Selama ini hama itu diatasi dengan insektisida tak ramah lingkungan. Made Samudra, peneliti di Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (BB-Biogen) Kementerian Pertanian, mengembangkan teknik pemberantasan hama ramah lingkungan. Caranya, memakai feromon, yakni senyawa kimia yang mengeluarkan bau khas dari hama betina. Itu bertujuan menarik hama jantan. Ekstrak feromon dipasang di perangkap menyerupai pot bunga, diberi air sabun di area bawahnya, untuk menjebak serangga jantan. Feromon bisa ditiru memakai senyawa sintesis. Formulasi feromon untuk mengatasi hama S. excerptalis dan C sacchariphagus. Pada uji coba di Subang dan Kediri, feromon efektif mengendalikan populasi hama pada pucuk dan penggerek batang tebu. (YUN)
Otak Merpati Mampu Memahami Jarak dan Waktu
Burung merpati dikenal punya kemampuan jelajah yang baik. Studi terbaru menunjukkan hal itu didukung kecakapan kognitif otaknya yang bisa menangkap konsep abstrak, seperti ruang dan waktu. Merpati bisa mengenali seberapa besar ruang yang dibutuhkan sebuah obyek dan berapa lama obyek itu tampak. Pada manusia dan primata lain, kemampuan mengenali ruang dan waktu dengan bagian otak yang disebut korteks. Sementara merpati dan burung lain tak punya korteks sehingga pengenalan ruang dan waktu dilakukan di area otak yang disebut pallium. Namun, informasi ruang-waktu diolah dengan cara sama. Evolusi menjadikan konsep mengenal ruang dan waktu bisa dilakukan di area otak lain selain korteks. Studi ini menunjukkan, "Kemampuan kognitif burung lebih dekat dengan kelompok primata," kata ahli psikologi eksperimental Universitas Iowa, AS, Edward Wasserman, Senin (4/12). Dalam studi ini, merpati dites mengenali garis dengan panjang dan durasi berbeda pada monitor komputer. (LIVESCIENCE/MZW)