Revisi Dua Aturan JKN Disiapkan
JAKARTA, KOMPASPemerintah menyiapkan revisi peraturan presiden dan peraturan pemerintah terkait Program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat. Perubahan itu diharapkan mampu membuat implementasi program JKN berjalan lebih baik dan keberlanjutannya lebih terjaga.
Dua aturan dimaksud ialah Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan dan Peraturan Pemerintah Nomor 87 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Aset Jaminan Sosial Kesehatan.
Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo, dalam diskusi ”Seluk Beluk JKN” di Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jakarta, Kamis (7/12), mengatakan, Presiden Joko Widodo sudah memberikan izin prakarsa untuk merevisi Perpres No 12/2013. Untuk itu, pembahasan materi perubahan terus dilakukan.
Beberapa perubahan pada Perpres No 12/2013 antara lain perbaikan sistem rujukan, rujuk balik, optimalisasi kapitasi, dan tambahan biaya (cost sharing) untuk kasus yang berpotensi terjadi tindakan yang tak diharapkan (moral hazard). Perubahan yang akan dimasukkan termasuk ketentuan dukungan pemerintah daerah dalam pembiayaan Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) melalui realokasi dana pajak rokok.
”Ketentuan soal pajak rokok untuk JKN ini akan diterjemahkan ke dalam peraturan lebih teknis oleh Kementerian Keuangan,” kata Mardiasmo.
Ketentuan soal pajak rokok untuk JKN ini akan diterjemahkan ke dalam peraturan lebih teknis oleh Kementerian Keuangan.
Sementara perubahan dalam PP No 87/2013 antara lain menyangkut alternatif investasi aset jaminan sosial bidang kesehatan, penambahan sumber aset, dan fleksibilitas pengembalian dana talangan. Perubahan itu diharapkan membuat arus kas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan lebih baik sehingga pembayaran klaim biaya kesehatan kepada fasilitas kesehatan lancar.
Staf Ahli Menteri Kesehatan Bidang Ekonomi Kesehatan, Donald Pardede, menambahkan, perubahan dua aturan itu diharapkan selesai bulan ini. Karena itu, pemerintah terus membahas revisi kedua aturan itu.
Sebagai sektor yang memimpin revisi, lanjut Donald, Kemenkes berupaya memberikan definisi yang jelas terhadap sejumlah istilah yang dipakai dalam aturan itu, misalnya strategic purchasing, moral hazard, dan cost sharing. Dengan definisi yang jelas, diharapkan tak ada lagi salah tafsir dalam implementasi di lapangan yang mengganggu pelayanan.
Rujuk balik
Donald mengakui, rujuk balik belum berjalan dengan baik. Salah satu penyebabnya adalah ketersediaan obat di fasilitas kesehatan. Karena itu, sistem pengadaan obat dalam katalog elektronik perlu dilakukan. ”Hal seperti inilah yang nantinya masuk dalam perubahan Perpres No 12/2013,” ujarnya.
Terkait defisit program JKN- KIS, Mardiasmo menyatakan, defisit pada 2017 sudah selesai ditutupi. Iuran peserta penerima bantuan iuran (PBI) untuk dua bulan senilai Rp 4,2 triliun sudah dibayarkan kepada BPJS Kesehatan. Dana yang disiapkan untuk mengantisipasi defisit Rp 3,6 triliun juga sudah diserahkan. Bahkan, iuran PBI Januari 2018 direncanakan dibayarkan pada pekan pertama Januari 2018.
Agar keberlanjutan JKN-KIS lebih terjamin dan kapasitas pembiayaan lebih besar, pemerintah mengalokasikan sebagian Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) dan pajak rokok daerah untuk program JKN-KIS. Potensi dana yang bisa diperoleh dari DBHCHT sekitar Rp 1,48 triliun dan potensi dari pajak rokok Rp 5,1 triliun.
Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris menyampaikan, JKN-KIS membuka akses masyarakat pada layanan kesehatan. Program itu juga mencegah warga jatuh miskin akibat besarnya biaya kesehatan.
Hasil riset oleh Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia menunjukkan, pada 2016 program JKN-KIS telah menyelamatkan 1,16 juta orang dari kemiskinan. Program itu juga melindungi 14,5 juta orang miskin dari kondisi kemiskinan lebih parah.
Hingga 1 Desember 2017, jumlah peserta JKN-KIS mencapai 186.602.571 jiwa. Sebanyak 21.514 fasilitas kesehatan tingkat pertama dan 5.651 fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjut telah bermitra dengan BPJS Kesehatan. (ADH)