SEMARANG, KOMPAS — Jumlah penderita difteri terus bertambah. Bahkan, seorang anak laki-laki berusia 4 tahun asal Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, meninggal dalam perawatan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr Kariadi, Kota Semarang, Rabu (13/12) dini hari, akibat difteri.
Dokter spesialis anak pada Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr Kariadi Semarang, Hapsari, mengatakan, pasien itu merupakan rujukan dari RS Islam Kendal. ”Saat datang Selasa malam, pasien mengalami sesak napas berat dan ada pembesaran kelenjar getah bening,” ujarnya.
Penanganan terhadap pasien difteri dengan memberi anti- diphtheria serum dan antibiotik. Pihak RSUP Kariadi akan melakukan trakeostomi atau melubangi leher karena selaput membran pada pasien banyak dan buntu sehingga sesak napas.
”Saat kami menyiapkan tindakan trakeostomi, pasien meninggal pukul 02.00. Sebelumnya, pasien menderita difteri 5-6 hari, dengan demam dan nyeri saat menelan hingga dibawa ke rumah sakit,” kata Hapsari. Itu terjadi karena penyakit itu kemungkinan terlambat dideteksi dan vaksinasi kurang lengkap.
Dua pasien difteri dengan kategori ringan masih dirawat di RSUP Kariadi. Mereka adalah anak perempuan berusia enam tahun dari Kabupaten Batang dan remaja laki-laki berusia 15 tahun asal Kabupaten Demak. Keduanya dirujuk dari RSI Kendal dua hari lalu. ”Keduanya tak ada komplikasi, dan dirawat di ruang isolasi,” ujarnya.
Di Kota Banda Aceh, enam pasien difteri dirawat intensif di ruang isolasi RS Umum Daerah Zainal Abidin, Rabu (13/12). Kasus ini menambah daftar panjang difteri di Provinsi Aceh yang pada 2017 mencapai 93 kasus, dan 4 di antaranya meninggal.
Kepala Bidang Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Aceh Abdul Fatah mengatakan, para pasien dirawat di ruang khusus karena difteri amat menular. Mereka adalah 1 warga Kabupaten Aceh Besar, 3 warga Pidie, 1 warga Kota Banda Aceh, dan 1 orang dari Kota Sabang. Mereka dirawat sejak sepekan lalu, dan berusia 6-14 tahun.
Selain itu, petugas juga memeriksa mereka yang pernah kontak dengan pasien difteri untuk memutus rantai penularan penyakit itu. Petugas RS dan puskesmas diminta cepat tanggap. ”Fasilitas pengobatan difteri hanya ada di RS. Di puskesmas tak ada ruang isolasi,” ucapnya.
Libatkan ulama
Saat ini cakupan imunisasi di Aceh masih di bawah 80 persen sehingga kasus difteri terus muncul. ”Sekitar 91 persen pasien difteri tak pernah mendapat vaksin dan 9 persen imunisasinya tidak lengkap,” kata Fatah.
Untuk itu, Dinas Kesehatan Aceh meningkatkan sosialisasi imunisasi dengan melibatkan tokoh masyarakat dan ulama. Menurut Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh Faisal Ali, kerja sama dinas kesehatan dengan MPU harus ditingkatkan. ”Perlu kerja sama kelembagaan agar sosialisasi lebih masif dan terarah,” ujarnya.
Di Medan, RSUP Adam Malik, Medan, merawat dua pasien usia remaja terduga difteri yang berasal dari Doloksanggul, Kabupaten Humbang Hasundutan dan Asahan. Keduanya masuk pada hari Senin dan Selasa lalu dan dirawat di ruang khusus infeksi. Direktur Medik RSUP Adam Malik Mardianto mengatakan, satu pasien negatif difteri dan satu pasien lagi menanti hasil laboratorium. (AIN/WSI/DIT)