JAKARTA, KOMPAS — Meski Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan selalu menyatakan komitmen untuk memberikan akses dan data secara terbuka, praktik di lapangan pemenuhan permintaan data itu belum dilakukan sepenuhnya. Forest Watch Indonesia mencatat hanya 44 persen permintaan dokumen yang dikabulkan oleh KLHK.
Karena itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) didesak agar segera menyelesaikan peraturan menteri yang berisi aturan main serta daftar informasi publik sebagai acuan pelayanan data. Selain itu, KLHK juga diminta memperbaiki sistem penyimpanan dan pemberian data serta menempatkan pejabat pengelola informasi dan dokumentasi bertanggung jawab langsung kepada menteri.
Linda Rosalina, pengampanye Forest Watch Indonesia (FWI), Kamis (1/2), di Jakarta, mengatakan, dari 1.207 dokumen yang dimintanya, hanya 532 yang bisa dipenuhi KLHK. Dokumen-dokumen ”sensitif” seperti informasi terkait perusahaan yang sedang berkasus tidak diterima.
Beberapa waktu lalu, FWI pernah bersengketa informasi dengan KLHK terkait permohonan data kehutanan, yaitu Rencana Kerja Usaha (RKU) Hutan Tanaman, RKU Hutan Alam, Rencana Kerja Tahunan Hutan Tanaman, Izin Pemanfaatan Kayu, dan Izin Pemanfaatan Kayu, dan Rencana Pemenuhan Bahan Baku Industri (RPBBI) Kapasitas di atas 6.000 meter kubik.
Meski FWI dinyatakan menang oleh Komisi Informasi Publik (KIP), KLHK melakukan banding ke Pengadilan Tata Usaha Negara. Hasilnya, permohonan KLHK ditolak dan menguatkan putusan KIP bahwa dokumen kehutanan yang dimohonkan FWI merupakan dokumen publik. Meski demikian, putusan ini baru dijalankan KLHK 13 bulan setelah putusan PTUN.
Christian Bob Purba, dari Jaringan Pemantau Independen Kehutanan, mengatakan, perbaikan pemberian data di KLHK sudah lebih baik, terutama dari sisi kebutuhan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu. ”Namun, begitu meminta data di Baplan (kini Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan), tidak pernah bisa,” katanya. Padahal, data dari Ditjen Planologi dan Tata Lingkungan diperlukan JPIK untuk memastikan lokasi tebangan sesuai dengan rencana kerjanya.
Kepala Biro Humas KLHK Djati Witjaksono Hadi mengatakan, pihak FWI pernah dipertemukan dengan para wali data kehutanan di KLHK. Terkait data perusahaan yang berproses hukum, katanya, memang termasuk yang dikecualikan. ”Kecuali sudah putus dan inkracht boleh. Takutnya dipakai pihak lawan atau pihak yang tidak bertanggung jawab memanfaatkan celah-celah,” kata Djati. (ICH)