JAKARTA, KOMPAS — Komitmen perusahaan raksasa Asia Pulp & Paper menjalankan kebijakan perlindungan hutan atau FCP lima tahun terakhir diakui belum berjalan sempurna. Perusahaan di bawah grup Sinar Mas ini memastikan akan memenuhi janji-janji pengelolaan hutan berkelanjutan.
Komitmen kebijakan perlindungan hutan ini diumumkan APP pada 5 Februari 2013. Komitmen itu melingkupi pengelolaan hutan, perlindungan gambut, penanganan konflik sosial, dan peningkatan rantai suplai yang bertanggung jawab.
Koalisi masyarakat sipil mengkritik pembangunan mill (industri pengolahan bubur kertas) APP. Itu tak sejalan dengan kebijakan FCP menghentikan pasokan dari hutan alam. Pembangunan mill bisa mendorong konsumsi kayu yang tak bisa dipenuhi dari hasil tanamnya (https://kompas.id/2018/02/12/5).
Elim Sritaba, Director of Sustainability and Stakeholder Engagement APP, Rabu (14/2), di Jakarta, mengatakan, pihaknya menghitung kapasitas produksi tanaman. Hasilnya, suplai dari hutan tanaman cukup untuk menyuplai kapasitas mesin.
Berdasarkan pengukuran oleh The Forest Trust dan Ata Marie, APP membuat sejumlah proyeksi keberlanjutan pasokan kayu pulp dengan metodologi diverifikasi Rainforest Alliance. Namun, dengan alasan komersial, ia enggan menyebutkan angka itu.
Dari sisi kapasitas produksi, mill APP di Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, hingga tahun lalu mengolah 1,5 juta ton atau 75 persen dari kapasitas pabrik. ”Kami beli mesin (kapasitas) 2,5 juta ton dengan license 2,8 juta,” katanya.
Pihaknya juga siap membangun sistem pasok dari pengelolaan lestari. Meski kondisi terburuk perusahaan pemasoknya tak bisa memenuhi, ada jalan impor bahan kayu berupa chip.
Konflik sosial
Terkait konflik sosial, pihaknya membangun forum dan mekanisme penyelesaian dengan melibatkan berbagai pihak, termasuk kelompok masyarakat sipil. Hingga kini, 43 persen konflik diselesaikan dengan indikator tercapai kesepahaman bersama antara perusahaan dan masyarakat.
Untuk mengantisipasi kebakaran lahan, pihaknya membangun sistem komando dari kantor APP di Jakarta sampai region. Kebakaran konsesi pada 2015 menjadi pelajaran. Untuk itu, ia menerapkan kebijakan memantau titik api dan mematikannya meski jarak 5 kilometer di luar konsesi. ”Pada tahun 2016, sejumlah 80 persen pemadaman di luar konsesi,” ujarnya.
Pemantauan titik panas jadi penilaian kerja karyawannya. Untuk mengantisipasi kebakaran dan mendukung Asian Games di Palembang, APP berinvestasi 2 juta dollar AS. Itu untuk menambah infrastruktur menara pantau dan kamera.
Khalisah Khalid, Kepala Departemen Kampanye dan Perluasan Jaringan Eksekutif Nasional, menyebut, penguasaan 2,6 juta hektar areal hutan oleh APP di Kalimantan dan Sumatera memicu deforestasi dan konflik sosial di desa-desa sekitar. Jadi, pemerintah diminta tak menerapkan tukar guling konsesi APP dan perusahaan kayu lain di area lindung gambut. (ICH)