SANGATTA, KOMPAS — Setelah menangkap lima tersangka pembantaian orangutan, Kepolisian Resor Kutai Timur, Kalimantan Timur, menyita 11 pucuk senapan angin, termasuk 4 yang digunakan para tersangka. Kepolisian masih mengembangkan kasus ini. Kemungkinan adanya tersangka baru tetap ada karena selain tertembus 130 peluru, orangutan juga mempunyai luka lain.
”Jika tidak ada kaitannya dengan kasus pembantaian orangutan, senapan-senapan angin itu akan dikembalikan ke pemiliknya,” kata Kepala Satuan Reskrim Polres Kutai Timur Ajun Komisaris Yuliansyah, Senin (19/2), di Sangatta.
Dia mengatakan, senapan angin, berikut pelurunya, dijual bebas. Senapan seperti ini biasanya digunakan untuk berburu burung dan tupai. Tempat penemuan orangutan itu, yakni di Desa Teluk Pandan yang masuk dalam areal Taman Nasional Kutai (TNK), seharusnya bebas dari perburuan. Namun, sebagian areal hutan hujan tropis ini sudah beralih menjadi kebun sawit dan kebun buah garapan warga.
”Selain mengimbau warga jangan berburu di TNK, langkah terbaik saat ini menyita senapan angin milik warga,” katanya.
Kelima tersangka yang ditangkap adalah Nas (55), Hen (13), And (37), Rus (37), dan Mui (36). And adalah menantu Nas dan Rus adalah anak Nas. Hen adalah anak And, dia tidak ditahan karena masih remaja.
Berdasar pengakuan para tersangka, awalnya Mui mengetahui ada orangutan di kebun nanasnya, Sabtu (3/2) pagi. Melihat kebun nanasnya rusak, Mui jengkel. Dia mengambil senapan angin dan menembaki orangutan tersebut. Karena orangutan jantan tersebut dianggap akan melawan, Mui minta bantuan Nas. Hen, And, dan Rus menyusul kemudian.
Mereka berlima memberondongkan peluru ke orangutan tersebut. Setidaknya ditemukan 130 proyektil peluru senapan angin menembus badan orangutan nahas tersebut, 74 peluru di antaranya bersarang di kepalanya. Jumlah peluru ini terbanyak dari kasus penembakan orangutan yang pernah terjadi.
Orangutan tersebut mati pada Selasa (6/2), atau sehari pascadievakuasi dalam kondisi lemah dan terluka parah. Tak hanya luka karena peluru, ditemukan juga 19 luka terbuka yang masih segar di tubuh orangutan itu. Orangutan itu juga tak memiliki telapak kaki, alias buntung.
Tidak hanya sekali
Manajer Perlindungan Habitat Centre for Orangutan Protection (COP) Ramadhani menganalisis, orangutan tersebut mengalami luka pertama pada telapak kaki kiri karena jeratan. Luka ini diperkirakan sudah setahun karena sudah kering.
Luka tembakan, menurut dia, ada yang baru dan ada juga yang lama karena bekas lukanya sudah mengering. Dari kondisi tersebut, COP memperkirakan penembakan orangutan itu berulang kali meski kelima pelaku mengaku hanya sekali memberondongkan peluru. Luka terbuka di 19 titik, diperkirakan karena benda tajam. Bekas lukanya segar, baru 1-2 hari.
Tentang luka selain peluru, Yuliansyah menyebut hal itu baru perkiraan, dan polisi belum tahu penyebabnya. (PRA)