JAKARTA, KOMPAS — Orang dengan hipertensi dianjurkan mengukur tekanan darahnya di rumah secara rutin. Hasil pengukuran di rumah menjadi prediktor gangguan kardiovaskular lebih baik dibandingkan hasil pengukuran di klinik.
Demikian pesan kunci dari jumpa pers penyelenggaraan pertemuan ilmiah Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia (Indonesian Society of Hypertension/InaSH) di Jakarta, Kamis (22/2).
Ketua InaSH Yuda Turana mengatakan, pengukuran tekanan darah di rumah dengan benar secara rutin memakai alat yang akurat perlu dilakukan. Sebab, itu menunjukkan tekanan darah sebenarnya dibandingkan pengukuran tekanan darah di klinik.
”Jika diukur dokter, hasilnya cenderung lebih tinggi dibandingkan diukur perawat. Jika diukur di klinik, tekanan darah lebih tinggi dibandingkan diukur di rumah,” ujarnya.
Dalam pengukuran tekanan darah di klinik, kadang ada efek kerah putih (white-coat effect), kondisi klinis tekanan darah persisten tinggi di ruang kerja dokter. Di waktu berbeda atau di rumah, tekanan darah pasien justru normal.
Dengan mengukur tekanan darah di rumah, maka diketahui rerata tekanan darah, informasi variasi tekanan darah akan diperoleh. Itu penting untuk mendapat prognosis gangguan kardiovaskular yang tepat.
Namun, pengukuran tekanan darah di rumah tak menggantikan pemeriksaan oleh dokter di klinik, tetapi sebagai pelengkap. Pengukuran tekanan darah di rumah sebaiknya dalam posisi duduk rileks, dua kali pengukuran dengan interval satu menit, dan dilakukan minimal tiga hari sepekan. Pengukuran sebaiknya dilakukan pagi hari sebelum makan, sebelum minum obat, dan sesudah buang air kecil.
Kini beban hipertensi secara global tinggi. Hipertensi menyebabkan 9,4 juta kematian per tahun. Di Indonesia, Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 menunjukkan prevalensi hipertensi 26,5 persen. Menurut Indonesia Renal Registry tahun 2015, hipertensi jadi penyebab utama gagal ginjal kronis.
Hasil survei InaSH terhadap 71.894 orang di Indonesia pada Mei 2017 menunjukkan, hipertensi terjadi pada orang dengan berbagai latar belakang pendidikan. Wakil Ketua InaSH Tunggul Situmorang mengatakan, hipertensi tak terkendali bisa merusak banyak organ tubuh. Contohnya, pada otak menyebabkan stroke, pada ginjal menyebabkan gagal ginjal kronis, dan pada pembuluh darah menyebabkan penyakit jantung koroner. (ADH)