Bahaya Candu Pestisida
”Obat” adalah istilah dipakai Rasim untuk menyebut aneka jenis racun kimia yang dibelinya di kios pertanian di desanya. ”Kekeliruan penyebutan racun sebagai obat ini adalah sesat pikir yang dialami sebagian besar petani kita saat ini,” kata Yunita T. Winarto, Guru Besar Antropologi Universitas Indonesia.
Sesat pikir ini bermula dari pengenalan kata ini di era ”Revolusi Hijau” pada awal tahun 1970-an, yang lalu terinternalisasi ke dalam pikiran dan perilaku petani hingga kini. Bahkan, kini, pemakaian pestisida kimia meningkat dosis dan frekuensinya seiring kenaikan intensitas serangan hama wereng batang coklat (Nilaparvata lugens Stal). Namun, makin banyak pestisida digunakan, ledakan hama wereng kian menjadi.
Wereng coklat merupakan serangga yang berkembang biak cepat dan bisa menyesap langsung kehidupan tanaman padi dengan dampaknya hamparan tanaman seolah seperti ”kebakaran”. Selain itu, wereng membawa dua jenis virus padi yang merusak, yakni kerdil hampa dan kerdil rumput.
Bagi petani, serangan wereng jadi ancaman terbesar karena memicu gagal panen. Karena itu, mereka memakai segala cara untuk mengatasinya dan jalan pintasnya dengan racun serangga kimia. ”Kini penggunaan pestisida di kalangan petani luar biasa tinggi. Padahal, pada tahun 1991/1992 baru 2-3 kali semprot satu musim tanam,” kata Kepala Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor Suryo Wiyono.
Masalahnya, menurut Suryo, pestisida kimia mematikan predator alami hama wereng. Sementara hama wereng memiliki kemampuan kian resistan pada insektisida. Jadi penggunaan pestisida berlebih akhirnya memicu ledakan hama wereng.
Ledakan wereng
Ledakan hama wereng coklat di Indonesia terjadi pertama kali pada musim tanam tahun 1974-1975 setelah penerapan Revolusi Hijau. Sebelum tahun-tahun itu, wereng coklat bukan soal serius bagi budidaya padi di Indonesia. Menurut Yunita dalam bukunya, Krisis Pangan dan Sesat Pikir: Mengapa Masih Berlanjut? (2016), ledakan hawa wereng terbesar terjadi setahun setelah penganugerahan ”swasembada beras” oleh Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) di Roma kepada Presiden Soeharto pada 1985.
Keberhasilan swasembada beras saat itu ditopang ”Revolusi Hijau”, antara lain dengan intensif memakai pupuk dan pestisida kimia. Kajian para ahli serangga membuktikan pemakaian pestisida kimia berlebih memicu ledakan hama wereng.
Soeharto lalu menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 1986 yang melarang penggunaan 57 produk insektisida berspektrum luas. Ia juga mendorong pengendalian hama terpadu yang membatasi penggunaan pestisida kimia.
Hal ini, menurut kajian antropolog James J Fox (2012 dan 2014), menekan ledakan hama wereng dan memulihkan produksi beras sampai berakhirnya era Soeharto pada 1998. Namun, tahun 2009-2011 kembali ada ledakan hama wereng coklat.
Fox menemukan, meledaknya kembali hama wereng coklat terjadi dengan meningkatnya pemakaian pestisida kimia. Setelah era Reformasi, Indonesia kian terbuka dengan membanjirnya pestisida dari luar negeri, terutama China.
Berdasarkan riset Guru Besar Entimologi Universitas Gadjah Mada Y Andi Trisyono dalam Yunita (2016), jika tahun 2002 jumlah pestisida yang terdaftar 813 jenis, pada 2014 telah mencapai 3005 jenis.
Seiring meningkatnya penggunaan pestisida ini, ledakan hama wereng jadi pengalaman rutin petani. ”Setiap menanam padi kami waswas dengan serangan wereng. Tahun lalu sawah bapak saya gagal total. Satu hektar hanya dapat satu ton, padahal sudah disemprot berkali-kali,” kata Rasim.
Menurut Suryo Wiyono, dari survei oleh tim IPB, serangan hama wereng pada musim tanam 2017 mencapai 500.000 hektar, termasuk terparah sehingga mengganggu produksi nasional. Ledakan hama wereng kali ini diperparah anjuran pemerintah menanam padi sepanjang tahun sehingga siklus hama tak terputus.
Meski demikian, dalam diskusi di Kompas, pekan lalu, Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian Agung Hendriadi membantah merosotnya produksi padi akibat serangan wereng. ”Serangan wereng biasa, tak sampai menurunkan produksi padi,” ujarnya.
Fakta di lapangan tak bisa mengingkari serangan wereng dari tahun ke tahun mengancam produksi padi. Untuk menghentikan ini, langkah awal yang harus dilakukan ialah mengurai sesat pikir bahwa pestisida itu obat. Pemerintah perlu menertibkan impor racun yang merugikan petani dan lingkungan.
Pertanian harus dikembalikan lebih ramah lingkungan seperti dilakukan warga Baduy di di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten. Jaro atau Kepala Desa Kanekes, Saija, menuturkan, kunci lahan lestari adalah warga mematuhi adat istiadatnya.
Warga tak memakai bibit padi transgenik, tetapi dari sebagian hasil panen. Pupuknya memakai daun berjatuhan. Pestisidanya pun memanfaatkan siklus rantai makanan. Tak boleh hama dibunuh karena keberadaannya jadi bagian keseimbangan alam. (AHMAD ARIF/DWI BAYU RADIUS)