Implementasi Aturan Pembatasan Plastik Sekali Pakai Masih Lemah
Aturan daerah dalam membatasi dan mengurangi sampah plastik akan efektif bila implementasi diikuti pemantauan dan pendataan. Ini penting menjadi indikator capaian akan target pengurangan sampah 30 persen pada 2030.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah wilayah telah berkomitmen membatasi penggunaan kantong plastik sekali pakai melalui penerbitan peraturan daerah. Meski begitu, implementasi dari aturan tersebut dinilai masih lemah sehingga tujuan pengurangan timbulan sampah plastik tidak tercapai optimal.
Kepala Subdirektorat Barang dan Kemasan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Ujang Solihin Sidik mengatakan, terdapat 35 kabupaten/kota dan dua provinsi yang sudah memiliki kebijakan pengurangan ataupun pembatasan plastik sekali pakai. Aturan ini perlu didorong untuk diterapkan di daerah lain sebagai upaya untuk mencapai pengurangan timbulan sampah 30 persen pada 2025.
”Adanya aturan pembatasan plastik sekali pakai sudah baik, tetapi itu tidak cukup. Monitoring, evaluasi, dan verifikasi data juga penting untuk dilakukan untuk melihat capaian yang didapatkan. Jangan sampai aturan dibuat hanya ikut-ikutan, tetapi implementasinya tidak berjalan,” katanya di Jakarta, Selasa (8/9/2020).
Ia mengatakan, pendataan capaian pengurangan sampah plastik harus dilaporkan secara rutin. Dengan begitu, target pengurangan sampah plastik bisa diukur secara baik. Bahkan, pengukuran ini perlu dicatat secara detail berikut dengan jumlah tonase sampah plastik yang berhasil dikurangi. Data pengurangan sampah ini akan berkontribusi terhadap target pengurangan sampah secara regional dan nasional.
Selain itu, Ujang menambahkan, data pengurangan sampah plastik yang dilaporkan dari daerah akan menjadi dasar rekomendasi pemberian dana insentif dari pemerintah pusat untuk peningkatan kinerja pengelolaan sampah di dae rah. Data ini juga akan menjadi bukti terkait komitmen dari setiap daerah sehingga bisa menjadi contoh bagi daerah lain.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Balikpapan Suryanto mengatakan, penggunaan kantong plastik sekali pakai yang bisa dikurangi pada periode Januari sampai Desember 2019 mencapai 38,48 ton. Jumlah pengurangan ini tercatat, antara lain, di 15 retail modern, 103 minimarket, 36 pertokoan, 1 pasar tradisional, dan 23 apotek.
Menurut dia, komitmen pengurangan sampah plastik di Balikpapan semakin kuat sejak Peraturan Daerah Balikpapan Nomor 1 Tahun 2029 tentang Pengurangan Penggunaan Produk atau Kemasan Plastik Sekali Pakai diterbitkan. Aturan ini telah dirinci melalui Peraturan Wali Kota No 28/2019 tentang Pembatasan Penggunaan Produk atau Kemasan Sekali Pakai.
Selain plastik sekali pakai, produk lain yang juga dibatasi adalah styrofoam, sedotan sekali pakai, plastik kemasan sekali pakai, dan plastik kemasan makanan ringan sekali pakai. Seluruh produk tersebut bahkan dilarang untuk digunakan di sejumlah kawasan, seperti pusat perbelanjaan, kantin, toko roti, tempat ibadah, pasar rakyat, perkantoran, dan kawasan pendidikan.
”Peraturan daerah menjadi langkah awal yang harus dimiliki dalam upaya mengurangi sampah plastik. Selanjutnya, target capaian bisa diukur secara mendetail agar bisa dievaluasi dengan baik,” ujar Suryanto.
Komitmen untuk mengurangi jumlah sampah plastik juga dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Kepala Seksi Penyuluhan dan Hubungan Masyarakat Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Yogi Ikhwan menuturkan, semangat perubahan perilaku penggunaan kantong belanja dari kantong plastik ke tas guna ulang semakin diperkuat melalui penerbitan Peraturan Gubernur DKI Jakarta No 142/2019.
Setidaknya, sejak aturan ini berjalan, 90 persen masyarakat sudah melakukan diet penggunaan plastik. Hal itu dilakukan dengan mengurangi penggunaan plastik sekali pakai menjadi tas belanja, mengganti konsumsi air mineral dalam kemasan dengan membawa botol minum, serta mengganti penggunaan alat makan sekali pakai dengan alat makan yang bisa digunakan ulang.
”Di samping aturan, membudayakan masyarakat untuk bisa mengelola sampah dengan baik juga menjadi tugas yang perlu ditingkatkan. Pemerintah DKI berupaya membudayakan pengelolaan sampah mulai dari tingkat keluarga. Diharapkan, setiap masyarakat bisa sadar untuk mengurangi sampah yang dihasilkan,” ujar Yogi.
Tantangan
Suryanto mengatakan, tantangan yang dihadapi dalam pengurangan penggunaan plastik sekali pakai adalah jumlah pembuat tas guna ulang yang masih terbatas di Balikpapan, terutama pada pembuat tas dengan skala UMKM atau perorangan. Selain itu, ketersediaan produk pengganti sedotan plastik dan styrofoam juga masih terbatas.
Pengendalian penggunaan plastik sekali pakai juga terkendala di masa pandemi Covid-19. Masalah higienitas dari peralatan makanan dan minuman menjadi persoalan yang dihadapi sehingga saat ini lebih banyak menggunakan peralatan sekali pakai. Selain itu, kampanye dan sosialisasi juga berkurang karena aturan pembatasan jarak serta larangan berkumpul dan berkerumun.