Mitos dan Informasi Keliru Masih Membayangi Penanganan Asma
Kendati tidak bisa disembuhkan, asma bisa dikendalikan sehingga kualitas hidup penderitanya baik. Namun, sejumlah mitos dan informasi salah tentang asma masih beredar di masyarakat.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Informasi dan pemahaman yang keliru tentang asma masih beredar di masyarakat. Hal ini perlu diantisipasi agar tatalaksana asma optimal. Kualitas hidup penderita asma pun bisa ditingkatkan.
Menurut Ketua Pengurus Besar Perhimpunan Respirologi Indonesia (PB Perpari) Arto Yuwono Soeroto, masih banyak mitos dan kesalahpahaman tentang asma. Salah satu mitosnya adalah asma merupakan penyakit anak-anak dan akan hilang saat usia bertambah. Padahal, asma bisa timbul di usia anak, dewasa, hingga lansia.
”Orang jadi tidak mendapat pengobatan yang semestinya. Karena tidak merasakan pengobatan yang benar, kualitas hidupnya pun tidak baik. Mitos ini mesti diluruskan,” kata Ketua Pengurus Besar Perhimpunan Respirologi Indonesia (PB Perpari) Arto Yuwono Soeroto, Jumat (7/5/2021), pada paparan daring Hari Asma Sedunia.
Asma merupakan penyakit tidak menular. Penderitanya sulit bernapas karena penyempitan saluran pernapasan. Penyempitan terjadi karena otot-otot polos di saluran pernapasan berkontraksi. Selain itu, peradangan turut membuat dinding saluran napas menebal. Kendati tidak bisa disembuhkan, asma bisa dikendalikan.
Gejala asma berupa dada terasa berat, sesak, batuk, dan mengi. Gejala ini umumnya muncul di malam atau dini hari. Adapun pencetus asma antara lain alergen, virus, debu, asap, cuaca dingin, bau, dan emosi.
Arto menambahkan, mitos lain tentang asma adalah penderitanya tidak boleh berolahraga. Nyatanya, jika asma dikendalikan dengan baik, penderita asma bisa berolahraga dan beraktivitas seperti biasa.
Beberapa atlet pun tercatat sebagai penderita asma, seperti atlet renang Indonesia Farrel Armandio Tangkas hingga pesepak bola David Beckham. Anggota Unit Kerja Koordinasi (UKK) Respirologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Bambang Supriyatno mengatakan, olahraga bisa disesuaikan dengan kemampuan penderita asma.
Mitos lain yang beredar adalah kortikosteroid hirup atau inhalasi dapat menyebabkan ketergantungan. Bambang tidak setuju karena inhalasi punya dosis steroid pada inhalasi rendah.
”Justru penderita yang sering mengalami serangan asma butuh obat semprot atau hisap agar asmanya terkontrol,” ucap Bambang.
Penderita asma harus berhenti merokok dan menghindari paparan asap rokok. Ini berlaku bagi rokok tradisional dan elektrik.
Ada beberapa indikator asma dikatakan terkendali. Pertama, dalam empat minggu terakhir, apakah penderita mengalami gejala asma kurang dari dua kali seminggu atau tidak. Kedua, apakah penderita terbangun di malam hari karena gejala asma.
Ketiga, apakah penderita menggunakan obat asma kurang dari dua kali seminggu. Keempat, apa aktivitas penderita terhambat karena asma. Jika penderita asma tidak mengalami indikator-indikator tersebut, asmanya terkendali.
Hindari pencetus asma
Konsumsi obat yang teratur sesuai anjuran dokter dinilai tidak cukup. Penderita asma harus mengenali pencetus asma dan menghindarinya.
Perwakilan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Feni Fitriani, mengatakan, penderita asma harus berhenti merokok dan menghindari paparan asap rokok. Ini berlaku bagi rokok tradisional dan elektrik. Keduanya tidak hanya mengandung nikotin yang menyebabkan adiksi, tetapi juga meningkatkan risiko asma.
”Walau rokok memicu asma, sekitar 21 persen penderita asma masih merokok. Ini meningkatkan kunjungan ke IGD (instalasi gawat darurat) karena serangan asma akut,” kata Feni.
WHO memperkirakan jumlah penderita asma di dunia 339 juta orang dan akan bertambah jadi 400 juta orang di 2025. Di Indonesia, prevalensi asma mencapai 2,4 persen.
Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono mengatakan, promosi kesehatan dan perlindungan terhadap populasi berisiko asma perlu diperkuat. Hal ini memerlukan peran serta masyarakat, komunitas, dan kota.
Menurut Ketua Umum Yayasan Asma Indonesia Poppy Hayono Isman, edukasi ke masyarakat tentang asma perlu dilakukan terus-menerus. Untuk itu, yayasannya berencana membentuk wilayah binaan di daerah. Hingga kini, terdapat 17 wilayah binaan. Anggota di wilayah binaan tidak hanya melakukan edukasi, tetapi juga kegiatan sehat, seperti senam asma seminggu sekali.