Muncul Kabar Virus Flu Babi Afrika, Pelepasliaran Harimau di Lampung Ditunda
Rencana pelepasliaran Kyai Batua, harimau sumatera korban jerat pemburu, ditunda. Ini menyusul kabar merebaknya virus flu babi afrika di dalam kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, tempat rencana pelepasliaran.
Oleh
VINA OKTAVIA
·3 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Rencana pemerintah melepasliarkan Kyai Batua, harimau sumatera yang menjadi korban jerat pemburu, ditunda. Penundaan dilakukan menyusul laporan merebaknya virus flu babi afrika di dalam kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Lampung.
Penundaan itu disampaikan oleh Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam Bengkulu Donal Hutasoit di Bandar Lampung, Provinsi Lampung, Senin (16/8/2021). ”Tim tidak melepasliarkan harimau pada hari ini,” ujar Donal saat ditemui di Lembaga Konservasi Lembah Hijau, Kota Bandar Lampung, Senin siang.
Semula pemerintah berencana melepasliarkan Kyai Batua ke dalam kawasan TNBBS pada Senin ini. Tim sudah melakukan rangkaian pemeriksaan kesehatan hingga melakukan pemasangan GPS collar. Bahkan, acara seremonial pelepasliaran yang rencananya dihadiri Gubernur Lampung Arinal Djunaidi mendadak berubah menjadi pengumuman penundaan pelepasliaran harimau.
Donal menjelaskan, pembatalan tersebut karena pemerintah mendapat laporan penyebaran virus flu babi afrika atau african swine fever di kawasan TNBBS. Kondisi itu membuat sejumlah pihak, pemerintah, dan lembaga konservasi mempertimbangkan ulang untuk melepasliarkan harimau. Menurut dia, perlu kajian lebih jauh terkait kondisi habitat asli harimau tersebut.
Ahli Muda Pengendali Ekosistem Hutan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Dedi Chandra menjelaskan, harimau sumatera bernama Kyai Batua itu telah dirawat di Lembaga Konservasi Lembah Hijau selama satu tahun terakhir. Selama ini Dedi bersama dua dokter hewan dari BKSDA Bengkulu dan satu dokter hewan dari LK Lembah Hijau terus memantau kesehatan satwa liar tersebut.
Dari hasil pemeriksaan fisik, kata Dedi, Kyai Batua layak dilepasliarkan ke habitat aslinya. Kendati mengalami cacat permanen pada kaki kanan bagian depan, hewan liar itu masih dapat memangsa. Dari beberapa kali uji coba di kandang, Kyai Batua mampu menerkam hewan, seperti babi dan kelinci.
Harimau sumatera bernama Kyai Batua itu telah dirawat di Lembaga Konservasi Lembah Hijau selama satu tahun terakhir.
Tim dokter hewan juga sudah melakukan pemeriksaan darah, sperma, organ, hingga tes PCR pada Kyai Batua. Dari hasil pemeriksaan, satwa itu dinyatakan sehat dan tidak terpapar Covid-19.
Namun, tim mengkaji ulang kembali setelah mendapat laporan kasus virus flu babi afrika di kawasan TNBBS. Kondisi itu dinilai bisa mengancam keselamatan Kyai Batua karena babi merupakan salah satu mangsa utama satwa itu.
Kyai Batua merupakan harimau sumatera yang dievakuasi ke Lembaga Konservasi Lembah Hijau karena terkena jerat pemburu di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan pada 2 Juli 2019. Kaki depan sebelah kanan harimau itu terpaksa diamputasi karena luka parah.
Sementara itu, Pelaksana Tugas Kepala Balai Besar TNBBS Ismanto menyatakan, semula Kyai Batua akan dilepasliarkan di dalam kawasan TNBBS, tepatnya di wilayah Ngambur, Kabupaten Pesisir Barat. Lokasi pelepasliaran berada di kawasan hutan lindung yang berjarak sekitar 5 kilometer dari desa.
Berdasarkan hasil observasi selama lima tahun terakhir, lokasi tersebut cocok sebagai habitat harimau karena dekat dengan zona inti TNBBS. Dari hasil pemantauan kamera trap, ditemukan ada sekitar tiga spesies harimau lain yang hidup di kawasan tersebut. Selama ini, petugas TNBBS juga telah melakukan patroli sapu jerat untuk memastikan tidak ada jerat yang dipasang oleh pemburu.
Komisaris Lembaga Konservasi Lembah Hijau M Irwan Nasution mengatakan, pihaknya akan melanjutkan upaya konservasi Kyai Batua secara eksitu. Selain menyiapkan kandang dan makanan, LK Lembah Hijau juga menugaskan dokter hewan untuk memantau kondisi kesehatan Kyai Batua di dalam kandang.