Meski Jarang Ditemukan, Hipertensi Paru pada Anak Bisa Berakibat Fatal
Hipertensi paru pada anak perlu dideteksi dan ditangani sejak dini untuk mencegah komplikasi yang lebih buruk. Karena itu, segera kenali gejala dan tanda dari hipertensi paru.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Hipertensi paru pada anak sering terlambat terdiagnosis. Padahal, jika terlambat diobati, penyakit ini dapat mengganggu fungsi jantung dan paru. Hipertensi paru pada anak juga membutuhkan pengobatan dalam jangka waktu lama, bahkan seumur hidup.
Ketua Unit Kerja Koordinasi Kardiologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), yang juga pakar kardiologi anak RS Adam Malik Medan Rizky Adriansyah, mengatakan, gejala hipertensi pada anak perlu dikenali sejak dini. Hal ini penting agar pemeriksaan bisa segera dilakukan sehingga penanganan lebih lanjut bisa diberikan.
”Meski tidak spesifik, gejala hipertensi paru pada anak dapat dilihat apabila anak mengalami sesak saat beraktivitas. Anak juga biasanya menunjukkan gejala lelah, lemas, nyeri dada, pusing, dan kadang disertai dengan batuk,” katanya dalam acara Media Health Forum yang diselenggarakan secara virtual dari Jakarta, Kamis (10/3/2022).
Selain itu, meski jarang terjadi, gejala lain hipertensi paru pada anak ialah batuk berdarah dari saluran pernapasan, suara serak, serta gangguan irama jantung. Gejala ini diharapkan bisa disadari sejak dini sebagai tanda dari penyakit hipertensi paru.
Hipertensi paru terjadi ketika tekanan darah di pembuluh darah meningkat lebih dari 25 milimeter merkuri (mmHg). Pada kasus spesifik, hipertensi paru dapat menjadi salah satu komplikasi penyakit jantung bawaan.
Rizky menuturkan, penyakit jantung bawaan dapat mengakibatkan hipertensi paru. Itu dapat dipicu akibat kebocoran di jantung yang membuat aliran darah ke paru-paru menjadi berlebihan. Aliran darah yang berlebihan ke paru-paru ini dapat meningkatkan tekanan darah di pembuluh paru. Jika terjadi dalam waktu lama, dinding pembuluh paru akan menebal sehingga darah sulit dialirkan ke paru-paru.
”Tingkat kematian pada kasus penyakit jantung bawaan dengan hipertensi paru lebih tinggi dari kasus yang ditemukan tanpa hipertensi paru. Hampir 80 persen kasus penyakit jantung bawaan disertai hipertensi paru meninggal setelah 30 tahun terdiagnosis,” katanya.
Meski tidak spesifik, gejala hipertensi paru pada anak dapat dilihat apabila anak mengalami sesak saat beraktivitas. Anak juga biasanya menunjukkan gejala lelah, lemas, nyeri dada, pusing, dan kadang disertai pula dengan batuk.
Berdasarkan Pedoman Diagnosis dan Tatalaksana Hipertensi Pulmonal Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia pada 2021, penyakit hipertensi paru termasuk penyakit yang jarang ditemukan. Angka prevalensi penyakit ini di seluruh dunia sekitar 20-70 juta orang dari total populasi dunia sekitar 7,7 miliar orang.
Sementara kasus pada anak, data di Belanda menunjukkan, insidensi hipertensi paru pada anak sebanyak 50-85 kasus per 1 juta anak. Diperkirakan ada 70.000-130.000 kasus hipertensi paru pada anak di Indonesia.
Pakar kardiologi dan penyakit jantung bawaan RS Jantung Harapan Kita, Radityo Prakoso, mengatakan, ketika gejala hipertensi paru ditemukan pada anak, sebaiknya segera diperiksakan ke dokter. Pemeriksaan utama untuk menegakkan diagnosis hipertensi paru dapat dilakukan melalui kateterisasi jantung kanan.
Pemeriksaan lainnya, seperti pemeriksaan riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, serta penapisan dengan elektrokardiogram dan ekokardiografi. Sebagai tambahan, pemeriksaan dengan foto toraks dan pencitraan CT scan toraks juga dapat dilakukan.
Radityo menyampaikan, jika terdiagnosis mengalami hipertensi paru, pasien harus ditangani pusat layanan kesehatan yang memiliki spesialis jantung. Kewaspadaan terhadap risiko perburukan dan komplikasi perlu diperhatikan. Pasien pun harus melakukan modifikasi gaya hidup untuk mendukung terapi hipertensi paru.
”Perlu untuk tidak melakukan olahraga yang berlebihan, tetapi melakukan olahraga ringan sangatlah penting,” ucapnya.
Radityo menuturkan, pencegahan dan penanganan penyakit hipertensi paru, khususnya pada anak, masih menghadapi berbagai tantangan yang mencakup keterbatasan infrastruktur kesehatan, keterbatasan sumber daya manusia, kurangnya strategi penapisan hipertensi paru, keterbatasan ketersediaan obat, serta minimnya kesadaran akan penyakit ini. Kondisi tersebut menyebabkan sering ditemukan kasus hipertensi paru yang sudah dalam kondisi yang buruk.
Ketua Yayasan Hipertensi Paru Indonesia Arni Rismayanti menyampaikan, obat-obatan untuk hipertensi anak di Indonesia masih sulit diakses. Padahal, akses obat ini penting untuk membantu penanganan dan perawatan pasien.
”Dengan akses obat yang terjangkau, progresivitas dan angka mortalitas pada pasien hipertensi paru pada anak dapat ditekan. Diharapkan, tantangan dalam pencegahan dan penanganan penyakit hipertensi paru, khususnya pada pasien anak, dapat segera teratasi demi kualitas hidup yang lebih baik,” katanya.