logo Kompas.id
InternasionalKisah Salar dan Catur Dunia...
Iklan

Kisah Salar dan Catur Dunia Berbumbu Politik

Oleh
· 3 menit baca

Jumat (10/2) siang, ruas-ruas jalan di sekitar Menara Azadi (Azadi Tower), Teheran, berubah menjadi lautan manusia. Ratusan ribu warga Iran, begitu jumlah yang dirilis banyak media, turun ke jalan untuk merayakan Peringatan 38 Tahun Revolusi Islam Iran. Itu momentum bersejarah yang dibanggakan warga Iran sebagai gerakan besar mereka melawan tirani. Tiga puluh delapan tahun lalu, rakyat Iran di bawah komando Ayatollah Khomeini, yang kembali ke Iran setelah menjalani pengasingan 15 tahun di Paris, Perancis, menumbangkan rezim Shah-pro AS, Mohammad Reza Pahlavi. "Bukan Timur, juga Barat, tetapi Republik Islam," begitu semboyan mereka kala itu.Saat ratusan ribu warga Iran turun ke jalan, Jumat siang pekan lalu, di sebuah rumah makan kebab Royaie Lazize Paitakht di kawasan Sa\'adat Abad, Salar-pemuda berusia 20 tahun-sibuk melayani para tamu yang datang. Ia menghadirkan keramahan berkat kemampuannya berbahasa Inggris meski terbata-bata."Mau makan apa? Ada ayam kebab ala Iran. Nasi juga ada," tanya Salar. Ia mengaku berprofesi sebagai pemain sepak bola dengan posisi penyerang. Ia ingin mengubah nasib hidupnya dengan menjalani seleksi di klub Thailand atau Indonesia."Warga Iran masih harus berjuang. Nilai tukar rial (Iran), kan, rendah. Kalau orang Iran mau sukses, ya, harus merantau ke luar negeri. Bisa ke Arab Saudi, bisa ke Qatar, bisa ke Inggris. Yang sudah tidak bisa ke Amerika (Serikat)," katanya lalu tertawa.Kurs mata uang rial Iran kini senilai Rp 32.400 per dollar AS. Itu jauh di bawah kurs mata uang rupiah yang Rp 13.300 per dollar AS. Tak heran, beberapa pecahan mata uang rial Iran tergolong besar jika dibandingkan dengan rupiah. Misalnya, ada pecahan uang kertas 1 juta rial dan 500.000 rial.Bisa jadi, Salar representasi warga Iran yang tak mau tahu urusan politik negaranya. Yang penting baginya, ia bisa hidup lebih baik secara ekonomi dan, kali ini, asa terbentang dengan tampil di liga sepak bola luar negeri.M Nazarian, karyawan hotel bintang lima di Sa\'adat Abad, juga sosok pria Iran yang tak mau tahu urusan politik negaranya. "Saya bekerja saja. Saya menikmati serta mensyukuri apa yang saya terima dari pekerjaan ini," tutur pria murah senyum itu, Sabtu. Peringatan 38 Tahun Revolusi Islam Iran di Menara Azadi, Jumat siang, itu dijadikan momentum oleh sebagian warga untuk menyuarakan protes kepada AS. Faktor ini pula yang membuat Kejuaraan Dunia Catur Putri 2017, yang digelar sejak Jumat di Hotel Espinas Palace, Teheran, sedikit "menghangat" oleh protes, terutama dari beberapa pecatur putri AS.Irina Krush, juara tujuh kali catur putri AS, menolak tampil di Iran karena pertimbangan keamanan dan menjalankan imbauan Kementerian Luar Negeri AS, yang tidak merekomendasikan perempuan AS bepergian ke Iran. Juara bertahan catur putri AS, Nazi Paikidze, juga tidak tampil di kejuaraan dunia kali ini."Bumbu" politik memanaskan kejuaraan dunia catur putri yang diikuti 63 pecatur putri terbaik dunia dari empat benua itu. Saat pembukaan kejuaraan, panitia menayangkan video tentang betapa perempuan di Iran sudah lebih aktif di bidang olahraga. Ingar bingar politik Iran, terutama terkait ketegangan dengan AS, mungkin lebih terasa di dunia maya dan siaran-siaran di televisi. Sebagian publik Iran mungkin abai dengan urusan politik luar negeri pemerintahnya. Bagi warga seperti Salar dan Nazarian, bekerja dan mencari nafkah untuk kebutuhan hidup sehari-hari lebih penting dari perkara hubungan Iran dan AS.(Adi Prinantyo, dari Teheran, Iran)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000