Dari semua persaingan politik demi kekuasaan, hanya konflik politik internal yang terjadi di Korea Utara yang persoalannya bisa ke luar dari wilayah negara, sampai ke Asia Tenggara. Ini gambaran bagaimana seorang warga negara Korut yang diduga Kim Jong Nam tewas diracun di bandara Kuala Lumpur, Malaysia.
Kim Jong Nam adalah kakak tiri Pemimpin Korut Kim Jong Un yang paling berkuasa. Mereka berhubungan darah karena ayah mereka, Kim Jong Il, menikahi wanita yang menghadirkan anak-anak dari beberapa istri. Kematian Kim Jong Nam termasuk tragis, mengakhiri hidupnya di negara asing yang bukan tanah kelahirannya.
Ironinya, insiden pembunuhan Kim Jong Nam diduga dilakukan mata-mata Korut yang kemungkinan besar mendapat perintah langsung dari adik tirinya, Kim Jong Un, yang mengendalikan kekuasaan otoriter di bagian utara Semenanjung Korea, yang terpisah akibat pertikaian ideologi setelah Perang Dunia II.
Yang menarik, pembunuhan Kim Jong Nam dianggap oleh Pyongyang sebagai benih perpecahan kekuasaan otoriter atas nama ideologi Juchesasang atau ”Kimilsungisme”, menyebabkan terjadinya krisis diplomatik dengan Malaysia yang menarik dubesnya di Pyongyang. Pasalnya, Korut meminta jenazah Kim Jong Nam dikembalikan dengan melecehkan kemampuan Malaysia melakukan penyidikan, termasuk melakukan otopsi dan pemeriksaan DNA untuk menentukan identitas korban.
Persoalannya, pembunuhan atas Kim Jong Nam juga melibatkan negara lain, termasuk seorang WNI pemegang paspor Indonesia yang diduga sebagai pelaku langsung yang melakukan pembunuhan Kim Jong Nam tersebut. Pemerintah Malaysia, sesuai dengan hukum yang berlaku di negara tersebut, tidak mengizinkan siapa pun terlibat dalam penyidikan yang juga melibatkan warga Korut lain.
Dampak ketegangan diplomatik Malaysia-Korut akan berakibat panjang kalau arogansi Korut dalam perkara pembunuhan ini menyebabkan persepsi nasionalistik di tiap-tiap pihak. Perilaku Pyongyang dalam persoalan ini adalah refleksi Kimilsungisme yang membentuk rezim dan masyarakat Korut, sebagai kombinasi campuran dangkal antara Konfusianisme, anti imperialisme dan kolonialisme, nasionalisme Korut, sektarianisme yang kuat menyangkut regionalisme dan tanah kelahiran, pemahaman minimal Marxisme, Stalinisme, dan prinsip berdiri di atas kaki sendiri.
Bagi Asia Tenggara, pembunuhan Kim Jong Nam menghadirkan faktor yang perlu dipertimbangkan saksama. Pertama, tuduhan Malaysia adanya intelijen Korut di balik pembunuhan Kim Jong Nam menghadirkan pertanyaan berapa besar sebenarnya jaringan Korut di Asia Tenggara dan berapa dalam jaringan ini merekrut orang-orang yang bukan warga Korut.
Kedua, apakah insiden ini juga menjadi kebijakan strategi Pyongyang memperluas aksi-aksi terorisme jenis baru di Asia Tenggara atas nama rezim otoritarianisme ataupun taktik kekejian di depan umum menarik perhatian dunia internasional atas persoalan dilema Semenanjung Korea? Uji rudal Korut belum lama ini adalah bagian dari upaya tersebut.
Tanpa bermaksud ikut campur dalam urusan internal Korut, kita perlu menekankan kalau situasi kondusif Asia Tenggara bukan tempat bagi negara mana pun mengejawantahkan kebijakan kekejian atas warga negara mereka sendiri.
Ketidakpastian dan kecurigaan strategis di lingkungan regional dan global dalam upaya mencari bentuk baru tata hubungan internasional modern berdampak serius bagi keberlangsungan pembangunan, kesejahteraan, perdamaian, dan stabilitas semua negara bangsa. Intrik politik domestik tidak pantas dan tidak patut diperluas di Asia Tenggara.