Kisah Proses Suksesi di Arab Saudi
Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz (81), dijadwalkan tiba di Jakarta pada Rabu (1/3) besok. Tokoh ini naik takhta pada 23 Januari 2015, menggantikan kakak tirinya, almarhum Raja Abdullah bin Abdulaziz.
Raja Salman merupakan raja ketujuh dalam Dinasti Al-Suud III yang juga dikenal dengan negara modern Arab Saudi yang diproklamasikan oleh Raja Abdulaziz ibnu Saud pada 22 September 1932. Saat itu, seluruh wilayah Jazeera al-Arab bersatu setelah ditaklukkannya Dinasti Al-Rashid di Najed (Arab Saudi bagian tengah yang terdapat kota Riyadh) serta Dinasti Sharif al-Hussein di wilayah Hejaz (wilayah Arab Saudi bagian barat yang terdapat kota Mekkah serta Madinah).
Sebelum Salman, pemimpin Arab Saudi adalah Raja Abdulaziz (1932-1953) yang digantikan putra-putranya. Mereka adalah Raja Al-Saud bin Abdulaziz (1953-1964), Raja Faisal bin Abdulaziz (1964-1975), Raja Khaled bin Abdulaziz (1975-1982), Raja Fahd bin Abdulaziz (1982-2005), dan Raja Abdullah bin Abdulaziz (2005-2015).
Arab Saudi yang menganut sistem monarki mutlak memang menerapkan proses suksesi cukup unik. Peralihan kekuasaan tidak terjadi dari orangtua ke anak, seperti di negara monarki umumnya, tetapi terjadi di antara sesama saudara.
Sesungguhnya tidak ada wasiat atau kesepakatan tertulis di lingkungan keluarga bahwa proses suksesi kekuasaan harus bergilir dari saudara ke saudara yang lain. Proses itu terjadi akibat situasi politik yang ditimbulkan oleh intrik ataupun persaingan dalam lingkungan keluarga putra-putra Raja Abdulaziz.
Kelompok di lingkungan keluarga Raja Abdulaziz yang paling berpengaruh dikenal dengan klan "Tujuh al-Sudairi". Raja Salman berasal dari klan tersebut.
Persaingan sengit
Ketika wafat pada 9 November 1953, Raja Abdulaziz langsung digantikan oleh putranya, Pangeran Al-Saud yang menjabat putra mahkota. Tidak lama setelah itu, Raja Al-Saud terlibat persaingan sengit dengan perdana menteri Pangeran Faisal.
Raja Al-Saud ingin mendepak Pangeran Faisal dari posisi putra mahkota serta perdana menteri, dan digantikan dengan salah seorang putranya. Namun, upaya Raja Al-Saud mendapat perlawanan sengit dari Pangeran Faisal.
Perlawanan itu didukung oleh saudara-saudaranya, yang sama-sama tidak menginginkan takhta jatuh ke tangan anak Raja Al-Saud. Mereka yang mendukung Pangeran Faisal adalah Pangeran Fahd (raja pada 1982-2005), Pangeran Abdullah (raja pada 2005-2015), dan Pangeran Salman (raja sekarang). Pangeran Faisal dengan dukungan saudara-saudaranya akhirnya dapat memaksa mundur Raja Al-Saud pada 1964 akibat perbedaan pendapat yang terjadi terus-menerus.
Balas budi
Pangeran Faisal yang naik takhta pada 2 November 1964 langsung menunjuk saudaranya, Khaled, yang dikenal kalem, lemah, dan tidak mempunyai ambisi politik sebagai putra mahkota. Hal itu dilakukannya agar tidak terulang lagi persaingan sengit, seperti yang terjadi antara dirinya dan Raja Al-Saud.
Penunjukan Pangeran Khaled sebagai putra mahkota juga sebagai bentuk balas budi Raja Faisal kepada saudara-saudaranya yang membantunya ketika berhadapan melawan Raja Al-Saud. Manuver Raja Faisal itu menuai sukses besar. Hingga kini, proses suksesi di Arab Saudi dilakukan dari saudara ke saudara hingga era Raja Salman sekarang.
(Musthafa Abd Rahman, dari Kairo, Mesir)