Jangan Melupakan Para Pahlawan Devisa
Hiruk-pikuk persiapan dan pemberitaan kedatangan Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz al-Saud ke Indonesia lebih banyak mengenai kerja sama ekonomi dan keagamaan, serta yang lebih sensasional, yaitu rombongan besar 1.500 orang beserta segala kemewahan yang menyertai.
Yang luput dari perhatian dan terasa sepi dari pemberitaan adalah perlindungan bagi perempuan pekerja migran Indonesia di Arab Saudi.
Dalam catatan Migrant Care, jumlah tenaga kerja Indonesia khusus di Arab Saudi sekitar 1,5 juta orang, 90 persennya perempuan dan bekerja sebagai pekerja rumah tangga yang dianggap sebagai sektor informal dan tidak terlindungi.
Saat ini, 40 perempuan pekerja migran terancam hukuman mati di Arab Saudi. Menurut Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah, ada lima orang dengan tuduhan membunuh.
Perlindungan bagi para perempuan pekerja migran tersebut tidak disebut ada di dalam 10 nota kesepahaman yang akan ditandatangani Presiden Joko Widodo dan Raja Salman di Istana Bogor, Rabu siang ini. "Para perempuan yang terancam hukuman mati itu seperti dilupakan pemerintah," kata Anis.
Perempuan menjadi mayoritas pekerja migran Indonesia. Mereka sebagian besar menjadi pekerja rumah tangga dan sebagian kecil bekerja di pabrik. Sulit menyebut tepat jumlah mereka. Menurut Kementerian Luar Negeri, pada 2016 ada 2,7 juta orang di seluruh dunia, tetapi mungkin jumlah sebenarnya 4,3 juta orang. Migrant Care memperkirakan jumlahnya mencapai 7 juta orang, 80 persennya perempuan. Pada 2014, mereka memberi devisa 8,5 miliar dollar AS.
Perlindungan
Meskipun pemerintah memberlakukan penghentian sementara pengiriman pekerja sektor informal ke Timur Tengah sejak Mei 2015, dalam praktik tenaga kerja terus mengalir ke Timur Tengah. Migrant Care mencatat, 2.664 perempuan pekerja migran Indonesia pergi ke Arab Saudi pada 2016. Ada yang diberangkatkan untuk bekerja sebagai tenaga kebersihan, tetapi di negara tujuan dipekerjakan sebagai pekerja rumah tangga.
Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Nusron Wahid, Senin (28/2), mengatakan, upaya melindungi TKI terus dilakukan. Untuk mencegah keberangkatan pekerja ke Timur Tengah secara ilegal, BNP2TKI bekerja sama dengan imigrasi memperketat pengeluaran paspor. Umumnya alasan meminta paspor adalah berziarah, tetapi setiba di Arab Saudi tidak kembali ke Tanah Air atau meminta callïng visa. Nusron menyebut, pengetatan sudah menurunkan 300 persen pemberian paspor bagi calon pekerja yang diduga ilegal.
Tentang pekerja yang terancam hukuman mati, harus dilihat satu per satu kasusnya. Bila kejahatan bersifat publik, dapat dimintakan pengampunan kepada Pemerintah Arab Saudi dan kepada raja.
Bila dakwaannya pembunuhan, BNP2TKI mendekati keluarga yang anggotanya terbunuh untuk meminta maaf atau membayar diyat (denda) yang diminta keluarga. "Dalam kasus seperti ini, Pemerintah Arab Saudi tidak dapat campur tangan," kata Nusron.
Melihat perlindungan yang ada tidak sesuai dengan harapan, harus ada pembicaraan bilateral tentang perlindungan buruh migran, terutama sektor informal, yaitu menjadikan pekerjaan informal, seperti pekerja rumah tangga, sebagai pekerjaan formal yang dilindungi dan pekerja memiliki akses pada kantor perwakilan Pemerintah Indonesia di Arab Saudi. Hal ini disebabkan kebutuhan mencari kerja di luar negeri, termasuk ke Arab Saudi, tidak dapat dihalangi sehingga cara perlindungannya harus diperbaiki.
Di dalam negeri juga harus ada peningkatan kapasitas bagi tenaga kerja agar sesuai dengan kebutuhan, selain terus memberantas praktik perdagangan orang.
Perlindungan buruh migran merupakan tanggung jawab lintas kementerian dan lembaga. Anis akan mengirim surat kepada Presiden Jokowi agar memasukkan perlindungan buruh migran dalam pembicaraan dengan Raja Salman. Kementerian dan lembaga terkait seharusnya tanggap terhadap isu yang menyangkut nasib jutaan pahlawan devisa kita.
(Ninuk M Pambudy)