logo Kompas.id
InternasionalPaduan Globalisasi...
Iklan

Paduan Globalisasi Internasionalisme

Oleh
· 2 menit baca

Ada nuansa berbeda yang ingin disampaikan Presiden Joko Widodo ketika menyampaikan pidato pembukaan KTT Asosiasi Kerja Sama Lingkar Samudra Hindia (IORA), dilanjutkan penandatanganan Jakarta Concord. Sebagai Ketua IORA, Indonesia memulai babak baru hubungan internasional dan menyerukan semangat menggunakan terminologi sama tentang internasionalisme di tengah gelombang globalisasi yang bergerak mencari bentuk baru.Presiden Jokowi menggunakan terminologi sama dengan Presiden Soekarno, menggunakan kata internasionalisme sama dengan Sun Yat-sen dalam membangun perjuangan yang disebut nasionalisme Indonesia dan China. Jokowi memahami adanya hambatan dalam pelaksanaan globalisasi ketika gerakan-gerakan populisme atas nama nasionalisme di negara-negara Eropa dan Amerika Serikat menghadirkan kenyataan baru anti kemapanan dan anti migrasi orang asing.Kita masih belum bisa menangkap terminologi internasionalisme dikaitkan dengan nasionalisme dalam menghadapi hambatan-hambatan globalisasi. Presiden Soekarno menggunakan terminologi internasionalisme tahun 1924, seperti halnya Sun Yat-sen, berargumentasi dalam konteks posisi Jepang dalam gerakan yang disebut Pan-Asianisme ketika itu.Dalam pemikiran Sun Yat-sen, gerakan ini menjadikan Jepang sebagai pemain utama. Sebaliknya, Soekarno berbicara tentang Inter-Asianisme dengan Jepang menjadi pemain penting dalam gerakan yang dikumandangkan tentang Asia Raya. Namun, baik Soekarno maupun Sun Yat-sen menyadari permasalahan imperialisme dalam semangat nasionalisme Jepang.Berbeda dengan Sun Yat-sen, Soekarno sangat antusias pada gagasan internasionalisme yang tidak menjadi fokus perhatian Sun. Soekarno membedakan pemahaman internasionalisme dan kosmopolitanisme, terminologi yang kira-kira setara pada pandangan para pemimpin dunia dewasa ini tentang globalisasi."Ketika saya mengatakan internasionalisme, saya tidak bermaksud itu sebagai kosmopolitanisme, yang tidak mau adanya eksistensi nasionalisme, yang mengatakan tidak ada Indonesia, tidak ada Jepang, tidak ada Burma (Myanmar sekarang ini), tidak ada Inggris, tidak ada Amerika, dan sebagainya. Internasionalisme tidak bisa berkembang kalau tidak berakar pada pijakan tanah nasionalisme," kata Soekarno ketika itu.Dalam konteks KTT IORA yang pertama kali dilakukan oleh 21 negara di dalamnya, ada beberapa faktor akan ikut menentukan. Pertama, soal keanggotaan IORA yang akan menjadi persoalan tersendiri ketika internasionalisme Presiden Jokowi tidak mampu mengajak Pakistan, Myanmar, dan Afganistan yang sama-sama negara pesisir di Samudra Hindia.Kedua, dari enam mitra wicara IORA (AS, Inggris, Jepang, Jerman, Mesir, Perancis, dan RRC), dua negara besar Asia yang menjadi kekuatan ekonomi dunia dalam menentukan arah globalisasi dan memiliki pendanaan masif mewujudkan program aksi Jakarta Concord. Keketuaan IORA berikutnya, dipegang Afrika Selatan, perlu meningkatkan status kemitraan RRC dan Jepang, mungkin pada tingkatan kemitraan strategis.Kita berbangga, diplomasi Indonesia berusaha keras mewujudkan kembali menghadirkan gagasan-gagasan yang mampu memberikan inspirasi bagi kerja dan kesejahteraan bersama demi terciptanya stabilitas, ketertiban, dan perdamaian.

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000