RAMALLAH, MINGGU — Presiden Palestina Mahmoud Abbas menganugerahkan penghargaan tertinggi warganya kepada mantan Asisten Sekretaris Jenderal PBB Rima Khalaf, yang pada pekan lalu memilih mundur dari PBB setelah menolak tekanan Sekjen PBB Antonio Guterres agar mencabut laporan berisi pernyataan bahwa Israel mendirikan ”rezim apartheid”.
Kantor berita resmi Pemerintah Palestina, Wafa, Minggu (19/3/2017), melaporkan, Presiden Mahmoud Abbas telah menelepon Khalaf, berisi pemberitahuan bahwa perempuan warga Jordania itu bakal menerima Medali Penghargaan Tertinggi Palestina. Penghargaan itu sebagai bentuk pengakuan atas ”keberanian dan dukungannya” bagi rakyat Palestina.
Melalui pernyataan, Abbas ”menekankan kepada Dr Khalaf bahwa rakyat kami menghargai posisi kemanusiaan dan nasionalnya”.
Khalaf, yang sebelumnya menjabat asisten Sekjen PBB, memilih mundur dari PBB setelah menolak perintah Sekjen PBB Antonio Guterres agar menarik laporannya untuk Komisi Ekonomi dan Sosial PBB untuk Asia Barat (ESCWA). Para penulis laporan itu mengambil kesimpulan bahwa ”Israel telah mendirikan rezim apartheid yang secara sistematis melembagakan penindasan dan dominasi rasial atas keseluruhan rakyat Palestina”.
Laporan itu langsung memantik kecaman dari para pejabat Amerika Serikat dan Israel. Kantor Sekjen PBB Antonio Guterres mengatakan, laporan itu dipublikasikan tanpa konsultasi dan tidak mencerminkan pendapat Guterres.
Khalaf, warga Jordania yang memimpin ESCWA dengan kantor di Beirut, Lebanon, mengatakan, dirinya tidak bisa menerima tekanan dari Guterres agar menarik laporan tersebut. ESCWA merupakan badan PBB yang beranggotakan 18 negara Arab.
Laporan itu kini telah dicabut dari laman resmi ESCWA. Hanan Ashrawi, anggota Komite Eksekutif Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), mengkritik keputusan pencabutan laporan tersebut. Ia mendesak agar laporan itu kembali dirilis dalam laman resmi ESCWA.
Patriot Jordania
Di Jordania, Juru Bicara Pemerintah Jordania Mohammed Momani melukiskan Khalaf sebagai patriot yang memperoleh jabatan senior di Pemerintah Kerajaan Jordania. ”Kami di Jordania melihat laporan-laporan internasional tentang apa yang dialami rakyat Palestina, dari pembatasan-pembatasan setiap hari hingga ketidakadilan, sebagai sesuatu yang menjadi kepentingan mereka,” kata Momani.
Pemimpin Hezbollah, Sayyed Hassan Nasrallah, Sabtu lalu, mengecam PBB dan menyebut lembaga itu lemah setelah mencabut laporan ESCWA dari laman resminya. Insiden itu, kata Nasrallah, melalui pidato yang disiarkan televisi, mengingatkan ”bentuk asli organisasi (PBB) ini, yang lemah dan tunduk pada kemauan Amerika Serikat dan Israel”.
Lebih dari empat juta rakyat Palestina tetap berada di bawah penguasaan Israel secara langsung ataupun tidak langsung selama setengah abad sejak Israel merebut Tepi Barat, Jalur Gaza, dan Jerusalem Timur pada Perang 1967. Upaya negosiasi berulang-ulang, yang dipimpin AS untuk mendirikan negara Palestina berdampingan dengan Israel sesuai garis perbatasan 1967, selalu kandas.
(AP)