Perekonomian China mengalami kenaikan pertumbuhan sebesar 6,9 persen pada kuartal pertama 2017. Ini naik dari 6,8 persen pada kuartal pertama 2016. Pada kuartal terakhir di tahun 2016, ekonomi China juga tumbuh 6,8 persen, naik dari 6,7 persen pada kuartal ketiga 2016.
Dengan demikian, ini merupakan pertumbuhan berturut-turut selama dua kuartal terakhir. Pertumbuhan seperti ini baru pertama kali terjadi sejak 2010. Demikian diberitakan televisi Bloomberg, Selasa (18/4/2017).
Pertumbuhan ekonomi China memiliki efek positif ke kawasan dan dunia, termasuk Indonesia, seperti dikatakan Yose Rizal, ekonom dari Center for Strategic and International Studies.
Pertumbuhan China terakhir ini didorong kenaikan pada sektor investasi, penjualan eceran, dan produksi pabrik akibat pertumbuhan kredit. Di samping itu, pembangunan properti juga menjadi sumber pertumbuhan tersebut.
Pada hari Senin, Biro Nasional Statistik China juga mendukung hal tersebut. Disebutkan, ada pertumbuhan aset tetap, tidak termasuk di pedesaan, sebesar 9,2 persen pada kuartal pertama 2017. Ini naik dari 8,1 persen pada kuartal pertama 2016.
Penjualan eceran juga naik 10,9 dari kuartal pertama 2017. Hal serupa terjadi pada output sektor industri yang naik 7,6 persen dari kuartal pertama 2017.
Ini merupakan berita baik di tengah isu penurunan pertumbuhan ekonomi China dalam tiga tahun terakhir. ”Untuk pertama kali dalam beberapa tahun terakhir, China memulai tahun baru dengan pertumbuhan kuat,” kata Raymond Yeung, ekonom dari Australia & New Zealand Banking Group Ltd di Hongkong. ”Ini terjadi karena dorongan kuat investasi dan properti yang berkinerja baik.”
Hal serupa dinyatakan Larry Hu, ekonom dari Macquarie Securities Ltd di Hongkong, bahwa kenaikan investasi dan properti menjadi pendorong.
Pasar ketenagakerjaan juga mendukung angka pertumbuhan itu. Angka pengangguran pada Maret 2017 menurun dibandingkan dengan Februari 2017 walau angkanya tidak disebutkan.
Naiknya penjualan eceran juga merupakan pertanda konsumen tetap kuat di China, kata Rajiv Biswas, ekonom dari IHS Markit di Singapura.
China, penghasil separuh dari total produksi baja dunia, juga mengalami kenaikan produksi baja sebesar 1,8 persen pada Maret 2017 dibandingkan dengan Maret 2016.
Akan tetapi, Carson Block dari Muddy Waters Research di San Francisco mengatakan ragu dengan faktor fundamental pertumbuhan di China ini. Block mengatakan, China itu sudah sarat dengan keberadaan aset-aset menganggur didorong kredit yang tidak terbayarkan.
Ada fenomena ”ikut arus” di China. Jika satu kelompok membeli satu produk, atau melakukan satu aktivitas bisnis menguntungkan, yang lain akan mengikuti tanpa saksama. Hal inilah yang menjadi faktor kekhawatiran Block.
Dengan demikian, tidak ada jaminan kelanggengan pertumbuhan tinggi karena sewaktu-waktu bisa mendadak melesu atau menurun. Hal ini terutama terjadi di sektor properti, di mana pola ”ikut arus” pembelian properti sangat kuat.
Akan tetapi, Nicole Wong dari CLSA, sebuah perusahaan pialang dan kelompok investasi, mengatakan, untuk sektor properti memang ada gerakan nyata yang tidak terlihat dalam dua tahun terakhir. Dengan kata lain, setelah sempat melesu, sektor properti kembali mengalami peningkatan pembelian.
Lepas dari itu, perekonomian China memang masih memiliki ruang besar untuk bertumbuh. Masih ada ratusan juta warga miskin di pedalaman yang memerlukan sentuhan pembangunan sekaligus sumber ketenagakerjaan. Kelompok ini juga sekaligus menjadi konsumen baru dalam perekonomian China yang sedang berkembang.
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.