KAIRO, KOMPAS — Paus Fransiskus mengakhiri kunjungan dua hari di Mesir, Sabtu (29/4), dengan mempersembahkan misa yang berlangsung dengan pengawalan ketat. Misa itu digelar di Stadion Pertahanan Udara milik militer di Distrik Kairo Baru, dihadiri lebih dari 15.000 orang.
Wartawan Kompas, Musthafa Abd Rahman, dari Kairo, melaporkan, setiba di stadion, Paus Fransiskus menaiki mobil terbuka untuk mengelilingi lapangan dan menyapa umat yang
hadir. Paus mengawali misa itu dengan mengucapkan salam dalam bahasa Arab, ”assalamualaikum”.
Satuan gabungan dari pasukan pengawal presiden, pasukan gerak cepat, dan polisi menjaga ketat stadion. Helikopter militer juga terbang rendah mengawasi wilayah yang bertetangga dengan Distrik Kairo Baru.
Tiga hari sebelum kunjungan Paus, tim penjinak bom telah mengamankan stadion dan area sekitarnya dari kemungkinan ancaman serangan bom. Otoritas Mesir bekerja ekstra-keras mengamankan kunjungan Paus Fransiskus itu mengingat meningkatnya serangan terhadap kaum Kristen Koptik oleh kelompok radikal di Mesir beberapa waktu terakhir.
Di akhir Misa, Paus Fransiskus menyampaikan berkatnya dengan menyebut bangsa Mesir sebagai salah satu bangsa pertama yang menerima agama Kristen dan mengulangi seruannya tentang toleransi. ”Iman sejati memimpin kita melindungi hak orang lain dengan semangat dan antusiasme yang sama seperti kita membela hak kita sendiri,” ujarnya.
”Satu-satunya fanatisme yang bisa dimiliki orang yang percaya adalah kemurahan hati. Fanatisme lainnya tidak datang dari Tuhan,” ujar Paus lagi.
Seruan ini mengulangi apa yang disampaikan Paus Fransiskus sehari sebelumnya saat menghadiri konferensi perdamaian internasional di Universitas Al-Azhar, Kairo. ”Bersama kita menegaskan, kekerasan dan iman dan kebencian itu saling berlawanan,” kata Paus.
Paus Fransiskus juga menyinggung kebangkitan ”bentuk demagogik dari populisme”,
yang dihubungkan dengan meluasnya dukungan bagi partai nasionalis sayap kanan di Eropa yang mengajukan agenda anti-Muslim.
Dialog dan toleransi
Hal yang disampaikan Paus Fransiskus tersebut sejalan dengan yang disampaikannya dalam pertemuan dengan Presiden Mesir Abdel Fatah el-Sisi ataupun Imam Besar Al-Azhar Sheikh Ahmed al-Tayeb, Jumat malam. Paus menekankan pentingnya memperkuat dialog, toleransi, dan hidup berdampingan antara umat Muslim dan Kristen untuk menghadapi radikalisme dan terorisme.
Sejak tiba di Kairo, Jumat siang, Paus Fransiskus terlibat dalam serangkaian acara cukup padat. Pada acara penutupan konferensi perdamaian di Al-Azhar disampaikan, masa depan manusia harus berpijak pada tradisi dialog antar-agama dan budaya. Paus lalu menekankan, tidak akan ada perdamaian tanpa ada pendidikan yang baik terhadap para pemuda, dengan mengacu pada upaya pembentukan karakter dan identitas yang tidak menutup diri, tetapi terbuka terhadap semua.
Menurut Paus, tidak mungkin membangun tradisi dialog di atas budaya yang tertutup. Manusia juga harus bersedia mengakui adanya perbedaan karena perbedaan dalam agama bukan berarti adanya permusuhan. Paus juga menyerukan bahwa kebaikan adalah untuk semua dan hendaknya persaingan bisa beralih menjadi kerja sama.
Setelah konferensi, Paus Fransiskus didampingi Sheikh Ahmed al-Tayeb menghadiri jamuan khusus yang digelar Presiden El-Sisi di Hotel Al-Masah. El-Sisi dalam pidato menyambut Paus Fransiskus menegaskan, Mesir dan Vatikan terikat dalam hubungan yang berpijak pada keyakinan bersama atas etika luhur yang dibawa agama samawi. Nilai-nilai itu menjadi konstitusi dalam kehidupan manusia dengan penuh damai di bumi ini.