logo Kompas.id
InternasionalAS Rangkul Sekutu Tradisional
Iklan

AS Rangkul Sekutu Tradisional

Oleh
· 2 menit baca

BANGKOK, SENIN — Kantor Perdana Menteri Thailand, Senin (1/5), mengumumkan, Perdana Menteri Thailand Prayuth Chan-ocha menerima undangan dari Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk mengunjungi Gedung Putih. Sebelumnya, undangan serupa dilayangkan Trump kepada mitranya, Presiden Filipina Rodrigo Duterte dan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong.Inisiatif diplomatik terhadap sejumlah mitra AS di Asia Tenggara itu dinilai unik dan tak terduga. Apalagi, langkah itu diambil setelah Washington bersitegang dengan Pyongyang, selain dugaan adanya kepentingan strategis Washington di Asia Tenggara, terutama untuk meredam pengaruh China di kawasan.Thailand, Singapura, dan Filipina secara historis dikenal sebagai negara di kawasan Asia tenggara yang dinilai paling pro Barat. Akan tetapi, dalam beberapa waktu terakhir, kiblat itu seolah bergeser. Sejak berkuasa tahun lalu, Duterte sering mengecam Washington, yang adalah sekutu tradisional Manila. Sebaliknya, dia justru berupaya memperbaiki hubungan dengan Beijing dan Moskwa.Di tengah lenturnya pendekatan ekonomi dan militer China di kawasan, pemerintahan Prayuth pekan lalu mengumumkan persetujuan rencana Angkatan Laut Thailand membeli kapal selam buatan China. Langkah itu dinilai sebagai kebijakan untuk mengurangi ketergantungan pada pemasok senjata tradisional mereka, yaitu AS.Oleh karena itu, di tengah- tengah posisi yang tampaknya berubah itu, AS justru merangkul mereka. Apalagi, AS juga sempat melontarkan kritik kepada Duterte dan Prayuth terkait dengan isu hak asasi manusia dan demokrasi.KritikTidak mengherankan jika kelompok hak asasi manusia mengkritik kebijakan AS yang mengundang PM Thailand dan Presiden Filipina. Menurut mereka, Prayuth telah membatasi hak-hak demokratis untuk melanggengkan kekuasaan yang direbutnya melalui jalan kudeta.Sementara itu, Duterte saat ini tengah menghadapi kecaman dunia karena kebijakannya yang keras terhadap narkoba. Lebih dari 8.000 orang yang diduga terlibat dalam jaringan narkoba di Filipina tewas tanpa melalui proses pengadilan. Oleh aktivis hak asasi manusia, Presiden Duterte dituduh mendukung kampanye pembunuhan di luar hukum itu.Menyikapi kritik itu, Gedung Putih menegaskan, kebijakan Presiden Donald Trump untuk mengundang Presiden Filipina Rodrigo Duterte ke Washington sangat diperlukan, terutama untuk melawan Korut. Kepala Staf Gedung Putih Reince Priebus mengatakan, isu hak asasi manusia penting. Namun, persoalan yang tengah dihadapi AS dari Korut telah berkembang dan semakin serius."Karena itu, kami memerlukan kerja sama pada tingkat tertentu dengan sebanyak mungkin mitra di kawasan," kata Priebus.PM Prayuth pun menanggapi undangan itu dengan positif. Ia mengatakan, dirinya dan Presiden Trump telah menegaskan kembali pentingnya aliansi lama mereka. Sementara itu, Presiden Duterte mengatakan, dirinya tidak keberatan dengan undangan itu meskipun tidak dapat memastikannya. "Saya harus pergi ke Rusia dan pergi ke Israel," kata Duterte mengacu pada kunjungan yang telah dijadwalkan.(AP/AFP/Reuters/JOS)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000