Inggris Mengira Brexit Mudah
INGGRIS mengira proses pisah resmi dari Uni Eropa (UE) akan mudah. Inilah buah kesembronoan politik para elite Inggris, terkesan bermain-main dengan perjanjian internasional, dalam hal ini kawasan Uni Eropa. Perdana Menteri Inggris Theresa May pun mungkin mengira proses Brexit (julukan bagi Inggris keluar dari UE) mudah.
Pada akhir Maret 2017, PM May dengan semangat tinggi meminta pemanfaatan Artikel 50 UE, hak pisah dari UE lewat rangkaian perundingan. PM May juga mengumumkan Pemilu Inggris pada 8 Juni 2017. Isu Brexit yang didukung rakyat tampak hendak dia ”jual” kepada massa.
Kesalahan mendasar dilakukan pendahulunya, mantan PM David Cameron. Terancam akan kekompakan di dalam partainya, Konservatif, Cameron menjanjikan referendum untuk memilih, apakah Inggris tetap di dalam UE atau pisah. Cameron mungkin menyangka hasilnya akan menakutkan. Maka pada 21 Juni 2016 Cameron berseru, ”Brits, jangan pisah (dari UE)!” Cameron mengingatkan UE akan menjadi penentu arah perundingan jika ada Brexit.
Seruan Cameron percuma. Keputusan rakyat pada 23 Juni adalah Brexit. Cameron langsung mundur pada 24 Juni 2016. Alasan Brexit, Inggris tidak mau menuruti perintah UE agar menerima sebagian imigran. Salah satu alasan lain adalah demi independensi kebijakan ekonomi, yang dirasakan tak bebas dari arahan UE.
Inggris paham akan kesulitan setelah referendum ini. Namun, PM May pun sesumbar bahwa dia akan menjadi perempuan yang sangat tegas berhadapan dengan Ketua Komisi UE Jean-Claude Juncker dalam perundingan soal Brexit.
Benar saja, dalam pertemuan 26 April di London, Juncker merasakan sikap tegas PM May. Juncker pun menghubungi Kanselir Jerman untuk mengatakan PM May begitu keras. Menurut harian Jerman, Frankfurter Allgemeine, ada bentrokan keras dalam pertemuan antara PM May dan Juncker.
PM May mencoba ”mendikte” UE dengan mengusulkan agar sebelum negosiasi Brexit berakhir, sudah ada satu kesepakatan sebelum pemilu 8 Juni di Inggris. Kesepakatan itu adalah agar para pekerja UE yang tinggal di Inggris mendapatkan hak serupa dengan warga Inggris yang tinggal dan bekerja di UE.
Soal usulan ini, Kanselir Jerman Angela Merkel berkata, ”Tidak!” UE menuntut para perunding Inggris dan UE merancang apa yang akan terjadi kelak pada dana pensiunan 4,5 juta warga UE yang bermukim di Inggris dan sebaliknya.
UE menekankan perlindungan kepentingan para ekspatriat ini harus tetap di bawah European Court of Justice (ECJ). ”Kami gagal memahami apa yang Anda (Inggris) dapat lakukan soal hak-hak migran dalam tahap awal ini,” kata sumber UE kepada CNNMoney, Rabu.
Menteri Inggris khusus untuk urusan Brexit, David Davis, mengatakan, ”Setelah Brexit, Inggris tidak lagi masuk dalam yurisdiksi ECJ.” Ketua Perunding UE, Michel Barnier, menegaskan untuk warga UE yang sebelum Brexit sudah bekerja di Inggris atau sebaliknya, maka perlindungan hukum lewat ECJ harus berlaku.
Menambah runyam situasi, harian Inggris The Financial Times edisi 2 Mei menulis, Inggris harus membayar 100 miliar euro (sekitar 106 dollar AS) untuk proses cerai dari Inggris. Ini antara lain didasarkan pada perjanjian bahwa setiap negara anggota UE harus membayar anggaran komunal untuk pembiayaan proyek infrastruktur, program sosial, riset sains, subsidi pertanian, pensiunan untuk birokrat UE. Inggris sudah terikat pada anggaran UE periode 2004–2020.
Davis menyatakan, Inggris tak akan mau membayar. Demikian pula PM May mengatakan akan meninggalkan negosiasi jika ditekan. Peringatan Cameron sebelum referendum kini menjadi kenyataan. Hal ini ditambah lagi aksi adu mulut antara UE dan Inggris, di bawah PM May. Ini sesuatu yang sangat jarang terjadi di UE.
UE pun sudah jengkel pada usulan-usulan Inggris agar perundingan proses Brexit dilakukan paralel dengan perundingan traktat dagang. Barnier mengatakan, ”Tidak ada perundingan apa pun sebelum Inggris bersikap jelas soal ’biaya perceraian’.”
Isu berkembang makin liar. PM May mengatakan, UE terkesan telah mencampuri isu politik Inggris menjelang pemilu Juni 2017. Dia merasa telah dikeroyok oleh UE. Pada hari Kamis, 4 Mei, harian Inggris, The Independent, menuliskan ucapan Presiden Dewan UE Donald Tusk. ”Pembicaraan Brexit akan sulit setelah PM May menyerang Brussels (markas UE).”
Namun, Tusk menyarankan sikap untuk saling menahan diri. Tusk mengingatkan negosiasi akan sulit jika ada suara-suara keras. PM May tak berhenti membalas dan menuduh ada konspirasi dari UE terkait Pemilu Inggris.
Tusk mengatakan, pemilu di Inggris dilakukan terkait dengan Brexit, yang telah diputuskan oleh Inggris sendiri. Bukan UE yang menciptakan Brexit. ”Kami sibuk dengan urusan kami dan tidak akan memanfaatkan Brexit dalam pekerjaan kami,” demikian jawaban Tusk. PM May membalas, ”Tidak usah mengajari kami.”
Perundingan penuh derita
Bagaimana akhir dari semua ini? Belum bisa diprediksi apa yang akan terjadi. Hal yang jelas, proses Brexit akan sama beratnya ketika Inggris ingin masuk ke UE pada tahun 1961, tetapi baru disetujui pada 1 Januari 1973.
Seperti dituliskan di situs CNNMoney edisi 3 Mei 2017, UE memperingatkan Inggris. ”Keluar dari UE akan penuh derita, berbiaya besar dan ada konsekuensi nyata. Beberapa pihak menciptakan ilusi bahwa Brexit bukan tanpa biaya dan tidak memberi dampak pada kehidupan. Mungkin dikira negosiasi akan bisa berlangsung cepat dan tanpa beban berat,” kata Barnier, Rabu (3/5), ”Tidak, kemudahan tidak akan terjadi.”
Inggris menilai hal ini sebagai penekanan atau hukuman. ”Tidak ada hukuman, tidak ada biaya Brexit. Penyelesaian soal biaya cerai ini hanya penyelesaian segala perkiraan,” kata Barnier.
Menteri Davis berkali-kali mengatakan, Inggris akan mundur dari perundingan jika permintaan UE aneh-aneh. Juncker memperingatkan Davis. ”Saya kira tidak tepat Davis berkata akan mundur begitu saja dari perundingan,” kata Juncker.
UE menilai Inggris tidak paham proses. Para pejabat UE mengatakan, ”PM May berada dalam galaksi yang berbeda.” PM May balik menjawab bahwa dia tidak berada di galaksi berbeda, seperti diberitakan di situs Euronews, Minggu 30 April. UE menilai PM May melihat dunia hanya dengan kaca mata Inggris.
Bagaimana mengakhiri semua ini? PM May harus menyesuaikan diri. ”Jika tidak, jelas akan ada masalah,” kata sumber UE.
Jika semuanya mulus, UE ingin penyimpulan perundingan Brexit berakhir pada Oktober 2018 dan Inggris resmi keluar pada 29 Mei 2019.
Namun, Juncker mengatakan, suatu saat Inggris akan bergabung lagi pada UE. Pengalaman saya dalam politik, ”Mereka yang sudah keluar akan datang kembali.”
Pemimpi Partai Buruh Inggris Jeremy Corbyn menuduh PM May memainkan isu Brexit terkait pemilu. Menteri Pertama Skotlandia Nicola Sturgeon menuduh PM May meracuni atmosfer untuk tujuan partisan. Sturgeon menambahkan tuduhan PM May terkait UE sebagai tidak bertanggung jawab.