logo Kompas.id
InternasionalJanjikan Lapangan Pekerjaan
Iklan

Janjikan Lapangan Pekerjaan

Oleh
· 4 menit baca

SEOUL, SENIN — Satu hari menjelang pemilu presiden Korea Selatan, kandidat dari Partai Demokrat, Moon Jae-in, menjanjikan perbaikan perekonomian. Tingkat pengangguran tinggi membuat anak muda frustrasi dan menuntut program yang konkret.Memahami perasaan frustrasi anak muda, Senin (8/5), Moon menjanjikan lapangan pekerjaan baru untuk anak muda guna menekan tingkat pengangguran dan secara umum memulihkan perekonomian negara terkuat keempat secara ekonomi di Asia itu. Sejumlah jajak pendapat di Korsel memprediksi Moon terpilih. Jika terbukti, Moon akan jadi presiden liberal pertama Korsel dalam sembilan tahun terakhir. Para pengamat ekonomi yakin, Moon tidak akan melakukan perubahan kebijakan radikal, seperti menaikkan pajak yang dilakukan pemerintahan konservatif. Moon mengangkat ekonom konservatif Kim Kwang-doo sebagai salah satu penasihat kebijakan ekonomi. Media Korsel memperkirakan, Kim akan ditunjuk menjadi perdana menteri atau menteri senior di kabinet pemerintahannya. Jika Moon tidak mewujudkan janji kampanyenya, seperti menawarkan pembukaan 500.000 lapangan pekerjaan baru setiap tahun, kubu Partai Demokrat harus siap kehilangan kalangan pemilih muda. Kelompok ini menjadi bagian terpenting pada pemilu kali ini. Kelompok itu pula yang kini masuk dalam angkatan muda penganggur di Korsel. Berdasarkan data Badan Statistik Korsel, Maret, lebih dari 11 persen angkatan kerja usia 15-29 tahun menganggur. Angka ini lebih tinggi dari tingkat pengangguran Korsel secara keseluruhan yang mencapai 4,2 persen. Setelah 30 tahun menjadi negara demokratis, Korsel memiliki kelompok anak muda yang merasa frustrasi dan kehilangan harapan pada masa depan. Mereka mengeluhkan perubahan drastis jika dibandingkan generasi orangtua mereka. Kala itu, dengan bekerja keras, orangtua mereka bisa hidup sejahtera dan sukses, terlepas dari latar belakang sosial ekonomi mereka. Anak muda Korsel merasa makin tertekan sejak masuk ke pendidikan dasar. Proses masuk perguruan tinggi pun ketat sehingga semua anak sejak kelas I sekolah dasar harus ikut kursus tambahan di luar jam belajar sekolah. Setelah lulus kuliah dari perguruan tinggi terbaik di negeri itu pun, belum ada jaminan anak muda Korsel bakal mendapat pekerjaan layak. Banyak perusahaan enggan merekrut karyawan baru karena pertumbuhan ekonomi lambat, di bawah 3 persen per tahun. Tak ada pekerjaanPerusahaan raksasa yang mendominasi perekonomian Korsel, seperti Samsung, SK, dan Hyundai, hanya bersedia menerima beberapa ribu orang dalam satu tahun. Padahal, lamaran mencapai ratusan ribu orang. Jajak pendapat Institut Penelitian Ekonomi Korea, bulan lalu, menyebutkan, seperempat dari 500 perusahaan terbesar Korsel akan mengurangi jumlah tenaga baru. Bahkan ada perusahaan yang sama sekali tidak akan merekrut hingga pertengahan tahun ini. Anak muda yang masuk dalam angkatan kerja semakin stres karena putus asa dan kehilangan harapan akibat kesempatan minim dan tingkat kompetisi makin tinggi. "Masalah terbesar kita adalah kesenjangan. Kita tak bisa naik ke tangga sosial lebih tinggi, sekeras apa pun usaha kita. Masuk perguruan tinggi terbaik saja nasibnya belum jelas. Setiap langkah dalam hidup kita selalu harus berkompetisi," kata Park Hye-shin (27), mahasiswa ilmu hubungan internasional di Hankook University, Korsel. Ketidakadilan sosial ini dilambangkan dengan "teori sendok", idiom yang berarti seseorang hanya bisa kaya jika terlahir dengan sendok perak di mulut. Anak muda di Korsel merasa ada tiga tingkatan di masyarakat: sendok emas untuk anak keluarga kaya, sendok perak bagi anak yang didukung orangtua, dan sendok kotor untuk anak keluarga berpenghasilan rendah dan tidak memiliki harapan hidup lebih baik. Rasa frustrasi itu pula yang beberapa waktu lalu mendorong anak muda turun ke jalan mendesak Presiden Park Geun-hye diganti. "Pemilu presiden itu berkat dorongan rakyat sehingga bagi kami kali ini sangat berarti. Pemilu ini sangat penting, tetapi tidak bisa hanya berhenti di situ. Ini hanyalah permulaan," kata I Gyeong-eun (22), mahasiswa di Hanyang University.Guru besar ilmu sosiologi dari Sungkyunkwan University, Koo Jeong-Woo, mengingatkan, anak muda itulah motor penggerak gelombang protes anti-Park selama berbulan-bulan. "Mereka rindu perubahan sistem masyarakat Korsel yang selama ini tak adil," ujarnya. (REUTERS/AFP/LUK)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000