logo Kompas.id
InternasionalKaukus ASEAN Atasi Geo-ekonomi...
Iklan

Kaukus ASEAN Atasi Geo-ekonomi BRI

Oleh
· 3 menit baca

Ada kemungkinan konsepsi pemerintahan Presiden Joko Widodo tentang Poros Maritim Dunia tidak akan sejalan dengan visi Prakarsa Sabuk dan Jalan (BRI) dalam mengembangkan multilateralisasi kerja sama regional di Asia Tenggara. Harapan Presiden Jokowi memainkan peranan penting dalam BRI akan kandas bersamaan dengan ketidakmampuan Indonesia menetapkan agenda multilateralisme pada KTT BRI di Beijing yang berakhir Senin (15/5).Dari dua dokumen KTT BRI, setiap komunike bersama para pemimpin ataupun daftar yang bisa dilaksanakan dalam kerja sama internasional BRI, agenda maritim seperti yang tertuang dalam "mimpi" Presiden Xi Jinping tentang Jalan Sutra Maritim Abad Ke-21 terlihat masih mentah dan tidak disinggung sama sekali. Kita khawatir, dari KTT BRI ini, semua penetapan agenda memang lebih berorientasi pada keinginan RRC, bukan keinginan negara-negara yang berharap BRI sebagai pilihan baru agenda pembangunan global.Keinginan Presiden Jokowi menjadikan Indonesia dan Asia Tenggara memainkan peranan penting memasok bahan baku dan sumber daya alam, atau sebagai basis perniagaan, bisa jadi hanya angan-angan dalam sambutannya di depan para pemimpin negara peserta KTT BRI. Karena, bagaimanapun, keinginan ini mengisyaratkan perlunya poros maritim yang kuat yang ditopang oleh semua negara Asia Tenggara.Dalam daftar yang bisa dilaksanakan terkait sinergi konektivitas pengembangan kebijakan dan strategi, persoalan maritim masih belum memiliki rumusan memadai yang bisa jadi patokan utama dalam sinkronisasi Poros Maritim Dunia (PMD) dan BRI, khususnya dalam kerja sama maritim. Dalam konteks ini, kita patut mempertanyakan sasaran strategis kebijakan luar negeri Indonesia tentang diplomasi maritim dan perbatasan yang kuat yang ingin dicapai dalam periode 2015-2019.Terlepas dari konflik klaim tumpang tindih kedaulatan di Kepulauan Spratly dan tidak adanya delimitasi wilayah laut antara RI dan RRC di Laut China Selatan, pertanyaan yang muncul dari KTT BRI ini adalah apakah memang orbit strategis Indonesia dan Asia Tenggara (dalam hal ini ASEAN) untuk condong pada tingkat ketergantungan yang semakin meningkat secara ekonomi dan politik dengan China?Ada beberapa faktor yang perlu kita simak. Pertama, bagaimana membedakan mekanisme kerja sama BRI yang multilateral dan RI-RRC yang bilateral dan apa dampak jangka panjang keuangan yang ada di balik berbagai pinjaman berbeda tingkatan tersebut. Semua proyek yang dirumuskan akan memiliki konsekuensi utang karena BRI bukan "lembaga sinterklas" yang memberikan dana secara cuma-cuma untuk mengembangkan pembangunan infrastruktur di berbagai sektor.Kedua, rendahnya pinjaman kepada Indonesia yang hanya memperoleh sekitar 6 miliar dollar AS untuk pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung dalam konteks BRI menunjukkan rendahnya minat RRC melakukan investasi masif di Indonesia. Membandingkan posisi Indonesia dengan negara lain untuk memperoleh utang investasi dalam kerangka BRI, seperti yang dinyatakan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Thomas Lembong, secara nyata menunjukkan ketidakmampuan Indonesia mengembangkan gagasan utama dalam PMD.Dalam konteks ini, perlu dilihat kembali pembentukan Kaukus ASEAN ketika menghadapi pembentukan Bank Investasi Infrastruktur Asia (AIIB) sebagai motor keuangan BRI. Kaukus ASEAN ini mampu memelihara dan mengarahkan secara dinamis kepentingan regional, Indonesia pada khususnya, dengan ASEAN sebagai entitas kesatuan ekonomi dan keuangan menjadi kekuatan ekonomi terbesar ketujuh di dunia.Entitas ekonomi dan keuangan ASEAN menjadi dasar penting mendorong legitimasi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 sekaligus pilar penting dalam menopang pilar-pilar lain, seperti politik dan keamanan ataupun sosial dan budaya. Jangan sampai perspektif geo-ekonomi menjadi pijakan membesar-besarkan tingkat pengaruh politik RRC di Asia Tenggara.

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000