Lain di Inggris, Lain Pula di Eropa Daratan
Inggris kembali berduka. Sebuah serangan bom bunuh diri menghantam arena konser penyanyi Ariana Grande di Manchester, Inggris, Senin (22/5) malam lalu. Korban tewas mencapai 22 orang dan 59 warga lainnya luka-luka.
Serangan Manchester hanya berselang dua bulan dari teror di London, Maret lalu. Waktu itu, serangan dilakukan seorang pria yang menabrakkan mobil ke pejalan kaki di Jembatan Westminster. Pelaku juga menusuk polisi hingga tewas. Empat orang meninggal dan lebih dari 20 warga luka-luka.
Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS), melalui kantor berita Amaq yang berafiliasi ke kelompok itu, mengklaim bertanggung jawab atas serangan di London tersebut. Pelakunya bernama Khalid Masood (52) yang sampai saat ini diyakini bergerak sendiri tanpa didukung jaringan. Perdana Menteri Inggris Theresa May hanya mengatakan, Masood lahir di Inggris dan terpengaruh ideologi NIIS. Otoritas keamanan Inggris juga sedang menyelidiki apakah pelaku serangan di Manchester bergerak sendiri atau memiliki jaringan.
Berbeda
Serangan teroris di Inggris, sejak London 7 Juli 2005 hingga Manchester 22 Mei 2017, dikenal bersifat independen tanpa didukung jaringan. Hal ini berbeda dengan karakter serangan teroris di Eropa daratan, seperti Perancis dan Belgia.
Aksi teror di Eropa daratan dikenal sangat kental dengan gerakan jaringan. Kota kecil Sint-Jans-Molenbeek di Belgia, misalnya, di kalangan media internasional dikenal dengan sebutan ibu kota NIIS di Eropa.
Serangkaian serangan di Perancis dan Belgia beberapa waktu terakhir bertitik tolak dari Molenbeek. Kota kecil ini merupakan basis kaum migran asal Afrika Utara dan Turki.
Jaringan semacam itu mudah terbentuk karena mudahnya jalur pelintasan antara Eropa daratan dan kawasan Timur Tengah, khususnya Irak dan Suriah yang merupakan basis NIIS. Kemudahan melintas juga terjadi di antara negara-negara Eropa.
Hampir semua pelaku serangan teroris di Belgia dan Perancis pernah pergi ke Suriah. Mereka kemudian kembali dengan aman ke Belgia atau Perancis.
Adapun pelaku serangan London pada Maret lalu, Khalid Masood, tidak pernah pergi ke negara konflik, seperti Suriah atau Irak. Ia hanya pernah pergi ke Arab Saudi untuk bekerja sebagai pengajar bahasa Inggris, 2005-2009. Pelaku aksi teroris di London pada 7 Juli 2005 yang menyebabkan 52 orang tewas juga tidak pernah pergi ke wilayah konflik. Mereka merupakan keturunan migran dari Asia Selatan.
Berbagai laporan media menyebutkan, jumlah warga Inggris yang bergabung dengan NIIS di Suriah dan Irak cukup besar. Jumlahnya 400-500 orang. Negara ini tercatat masuk empat besar negara Eropa yang warganya bergabung dengan NIIS. Empat besar itu adalah Inggris, Perancis, Jerman, dan Belgia.
Namun, sampai saat ini, warga Inggris yang pulang dari Suriah atau Irak belum terlibat langsung serangan teroris di negara itu. Semua serangan teroris di Inggris sejak London 2005 hingga Manchester 2017 dilakukan oleh individu atau oknum (independen) yang terpengaruh oleh ideologi radikal, seperti Tanzim al-Qaeda dan NIIS.
Di Inggris, imigran yang paling banyak diawasi berasal dari Asia Selatan. Mereka menjadi imigran terbesar di Inggris. Adapun di Eropa daratan, imigran yang paling diwaspadai berasal dari Afrika Utara. Imigran asal Afrika Utara merupakan yang terbesar di Eropa daratan, selain Turki.