logo Kompas.id
InternasionalTak Ada Lagi Martabat
Iklan

Tak Ada Lagi Martabat

Oleh
TRIAS KUNCAHYONO
· 3 menit baca

Selama 50 tahun, setelah berakhirnya Perang 1967, Israel terus berupaya sekuat tenaga dan dengan segala cara untuk mengusai seluruh Palestina. Padahal, orang-orang Palestina adalah penduduk asli, pribumi Palestina tanpa sela selama 1.500 tahun. Selama lebih dari 600 tahun di antaranya, dari tahun 1516 hingga 1917, Palestina menjadi bagian Kekhalifahan Ottoman (Padraig O\'Malley: 2016). Ini yang ditentang orang-orang Yahudi yang juga mengklaim sebagai "pemilik" Tanah Palestina.Pada abad ke-19, orang-orang Yahudi Eropa dan Rusia mulai berdatangan ke Palestina secara sporadis dan dalam jumlah kecil. Orang-orang Palestina menyambut kedatangan mereka dengan senang hati. Akan tetapi, mulai 1882, jumlah orang Yahudi yang datang ke Palestina menjadi lebih banyak dan dalam rombongan besar: berkisar 25.000-35.000 orang pada aliyah pertama (1882-1902). Aliyah adalah imigrasi orang-orang Yahudi dari diaspora ke Palestina (mereka menyebutnya ke Tanah Israel). Aliyah secara lurus diartikan sebagai "berjalan naik", yakni naik menuju Jerusalem yang berdiri di atas bukit. Dari 1882 hingga 1998 terjadi lima gelombang aliyah: 1882-1948, 1948-1951, 1952-1966, 1967-1989, dan 1990-1998. Dari 1882 hingga 1947, jumlah orang Yahudi yang masuk ke Palestina sekitar 543.000 orang; bergabung dengan 24.000 orang Yahudi yang sudah tinggal di Palestina. Selama tiga tahun pertama setelah kemerdekaan (1948-1950), rata-rata setiap tahun pertumbuhan orang Yahudi 24 persen dan tahun 1948-1952 jumlah imigran yang masuk 711.000 orang. Tahun 1991 digelar "Operasi Solomon" dan dalam sehari masuk 15.000 orang Yahudi ke Palestina (Shoshana Neuman: 1999). Tak pelak lagi, aliyah adalah bagian dari usaha untuk menguasai Palestina. Ian S Lustick, ilmuwan politik AS, berpendapat, aliyah adalah bagian penting dan raison d\'être dari Zionisme klasikal. Setiap aliran ideologi Zionis menekankan kembalinya orang-orang Yahudi ke apa yang mereka nyatakan sebagai future homeland, tanah masa depan. Setiap partai politik Zionis, setiap institusi gerakan Zionis, setiap Pemerintah Israel, dan sebagian besar politik Israel, dari tahun 1948 hingga kini, berkomitmen terhadap aliyah dan penyerapan imigran. Hal itulah yang antara lain melahirkan kebijakan pembangunan permukiman baru. Setelah Perang 1967, Israel menjalankan dua kebijakan serentak: merebut wilayah (tanah) untuk pembangunan permukiman baru Yahudi dan mempertahankan orang-orang Palestina tidak memiliki hak suara di wilayah pendudukan militer, meniadakan kesetaraan politik. Martabat orang-orang Palestina, baik di Tepi Barat maupun di Jalur Gaza, diinjak-injak setiap hari. Langkah-langkah keamanan yang keras dan kasar terhadap orang-orang Palestina di wilayah pendudukan membuat mereka hanya bisa hidup, tetapi tidak bisa hidup secara normal dan bermartabat. Pergerakan orang-orang Palestina terbatas dan dibatasi; ke mana-mana harus izin dan harus melalui pos-pos pemeriksaan militer. Apalagi setelah dibangunnya tembok pembatas dan pagar untuk melindungi orang Israel dari serangan orang-orang Palestina. Dan lahirlah apa yang disebut sebagai krisis martabat kemanusiaan (Sorcha O\'Callaghan, Susanne Jaspars, dan Sara Pavanello: 2009). Setiap orang Palestina memiliki cerita, kisah masing-masing tentang bagaimana perlakuan aparat keamanan Israel terhadap mereka, terutama di pos-pos pemeriksaan. Mereka, orang-orang Palestina, yang lewat akan diperiksa secara teliti, ditanya segala hal menyangkut tujuan perjalanannya. Semua orang Palestina dicurigai dan diperlakukan sebagai musuh. Mereka dihina. Bahkan, tindakan penghinaan dan merendahkan martabat orang-orang Palestina itu diungkapkan pula oleh seorang tentara Israel, Oded Na\'aman, seperti ditulis Padraig O\'Malley. Menurut Na\'aman, orang-orang Palestina tidak lagi memiliki kebebasan politik, tidak memiliki kapasitas normal sebagai warga negara. Orang-orang Palestina sangat menderita, tetapi mereka tidak dapat dikalahkan lagi karena memang mereka tidak memiliki apa-apa lagi. (Bersambung)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000