logo Kompas.id
InternasionalManila Mulai Tinggalkan...
Iklan

Manila Mulai Tinggalkan Washington

Oleh
· 4 menit baca

Selain berita tentang pertempuran dan ancaman terorisme di kawasan, ada satu fragmen dari isu Marawi yang menarik untuk diperhatikan. Petikan kisah itu adalah bagaimana dua kekuatan adidaya dunia, Amerika Serikat dan China, berupaya memenangi hati Filipina.Tak perlu dimungkiri, dalam beberapa tahun terakhir, kedua negara yang memiliki kemampuan ekonomi dan militer besar itu semakin gamblang menunjukkan bagaimana mereka tengah berebut pengaruh di kawasan. Lewat isu Laut China Selatan, kedua negara saling beradu kata tentang kebebasan navigasi atau pengembangan pulau buatan. Bahkan, untuk menegaskan sikap mereka, Washington maupun Beijing mengirim kekuatan militer, saling gertak di Laut China Selatan. Untuk menguatkan posisi masing-masing pihak, Washington maupun Beijing berusaha melebarkan sayap dengan merebut hati negara-negara di kawasan. AS antara lain memperkuat kerja sama militer dengan Vietnam, yang seperti halnya China, memiliki klaim atas wilayah di Laut China Selatan. Meskipun melempar kritik atas kebijakan Presiden Filipina Rodrigo Duterte terkait perang melawan narkoba, AS tetap aktif membantu Filipina, termasuk mengirim penasihat militer dan memberikan bantuan teknis untuk menghadapi kelompok-kelompok bersenjata di Marawi. Sementara itu, China mengukuhkan kerja sama mereka dengan Laos dan Kamboja. Salah satu pengaruh dari relasi yang mereka bangun adalah lemahnya sikap ASEAN atas putusan arbitrase internasional yang memenangkan gugatan Manila atas Beijing terkait isu di Laut China Selatan. Situasi itu tentu menguntungkan China, yang memang lebih mengedepankan penyelesaian bilateral dalam isu sengketa Laut China Selatan. Dengan cerdik, China memanfaatkan celah, yaitu kejengahan Duterte atas kritik Washington untuk memperkuat relasi antara Beijing dan Manila. Gayung bersambut, Duterte yang tak nyaman dengan sikap AS memilih posisi berbeda dibandingkan dengan pendahulunya, Presiden Benigno Aquino, termasuk dalam isu Laut China Selatan. Duterte lebih condong kepada Beijing daripada Washington. Hal itu semakin tampak saat krisis di Marawi merebak. AS, yang lebih awal berinisiatif memberikan bantuan teknis kepada Filipina, mengirim senjata, termasuk melatih pilot Filipina menerbangkan AH-1 Super Cobra, kurang mendapat sambutan dari Duterte. Sebaliknya, ia menunjukkan antusiasme saat Beijing mengirim senapan serbu dan senapan penembak runduk berikut amunisi senilai 7,35 juta dollar AS. Duterte menyempatkan diri memeriksa senapan-senapan itu. "Ini adalah awal era baru dalam hubungan Filipina-China," kata Duterte. Sikap dan pernyataan itu menyiratkan Duterte tengah mengubah haluan dari sekutu tradisional Filipina, yaitu AS, kepada mitra utama di kawasan, yakni China. Dalam hal ini, Beijing menyambutnya dengan tangan terbuka lebar. Kamis pekan lalu, saat bertemu dengan Menlu Filipina Alan Peter Cayetano di Beijing, Menlu China Wang Yi mengatakan, hubungan antara China dan Filipina saat ini memasuki periode emas. Dalam pertemuan di Beijing, mereka menandatangani 22 kesepakatan kerja sama bidang perdagangan dan investasi. Kesepakatan itu menempatkan Beijing, untuk pertama kalinya, menjadi mitra dagang terbesar bagi Manila.Selain itu, untuk mendukungnya, mereka sepakat menyelesaikan perselisihan di Laut China Selatan. "Kedua negara telah membentuk mekanisme konsultasi bilateral mengenai masalah Laut China Selatan dan juga mekanisme kerja sama di antara penjaga pantai. Jika ada yang ingin membalikkan kemajuan saat ini, hal itu akan merugikan kepentingan rakyat Filipina," kata Wang Yi. Beijing, menurut dia, akan terus berupaya meningkatkan kepercayaan dan mengendalikan perbedaan di antara kedua negara untuk menjaga perdamaian dan stabilitas Laut China Selatan. Terkait Marawi, Beijing berjanji akan terus membantu Filipina. Pekan lalu, selain mengirim senjata, Beijing mengucurkan dana bantuan 300.000 dollar AS untuk pemulihan Marawi. Dana itu, menurut Wang Yi, adalah bantuan awal. "Ke depan, sesuai dengan kebutuhan Filipina, kami akan terus memberikan bantuan yang diperlukan," ucap Wang Yi.Lalu, bagaimana dengan AS? Meskipun Filipina menyambut baik kehadiran kapal perang USS Coronado untuk misi latihan bersama di Laut Sulu yang rawan dengan serangan bajak laut dan terorisme, Duterte tetap tak mengizinkan Angkatan Laut AS berpatroli bersama dengan Angkatan Laut Filipina di wilayah Laut China Selatan. Ia ingin menghindari kerusakan pada relasi Filipina-China. (AP/AFP/Reuters/JOS)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000