logo Kompas.id
InternasionalBersembunyi di Gurun, Tak...
Iklan

Bersembunyi di Gurun, Tak Tersentuh Hukum

Oleh
· 3 menit baca

Setelah berkali-kali dihajar pasukan pemerintah dan kalah, ratusan anggota kelompok ekstremis, termasuk Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS), di sepanjang pantai Mediterania, Libya, terdesak bersembunyi di gurun Afrika Utara nan luas. Namun, mereka tak sendirian di gurun itu. Kelompok milisi lain dari negara tetangga Libya, geng penjahat antarperbatasan, bahkan tentara bayaran sudah lebih dulu menguasai wilayah gurun itu. Jumlah anggota milisi yang bersembunyi di Libya mencapai paling tidak 120.000 orang. Adapun anggota NIIS diperkirakan 1.000 orang. Mereka bermigrasi dari kota-kota, seperti Sirte, Benghazi, Sebratha, dan Derna. Wilayah gurun bagian tengah dan selatan Libya yang termasuk daerah terpencil itu menjadi tempat persembunyian nyaman karena tidak tersentuh hukum. Daerah gurun, seperti Bukit Zamzam, Al-Awaynat, Al-Kufra, Sabha, dan Ubari, menjadi tempat bagi militan mengumpulkan kekuatan lagi dengan merekrut anggota baru, melatih, dan menyusun rencana serangan baru. Bagi NIIS, daerah seperti ini penting setelah kehilangan kendali atas wilayah perkotaan di Libya, Irak, dan Suriah. Kehadiran milisi dan kelompok bersenjata seperti mereka mengganggu prospek Libya untuk kembali menciptakan stabilitas politik dan ekonomi. Ini karena kelompok-kelompok bersenjata itu bisa bergerak bebas di daerah terpencil Libya sepanjang perbatasan dengan Mesir, Sudan, Chad, Aljazair, Niger, dan Tunisia. Di wilayah itu, senjata dan amunisi mudah didapat. Perdagangan manusia dan penyelundupan bahan bakar minyak merajalela karena menguntungkan. Segala rupa kejahatan seakan tak tertangani karena minimnya pengamanan dan pengawasan di perbatasan. Ini diakui Brigadir Jenderal Abdullah Nouredeen dari Tentara Nasional Libya. Militan bebas beroperasi mondar-mandir di dekat garis perbatasan dan merampok kendaraan yang kebetulan lewat dan menyerang warga sipil. "Mereka ada di perbatasan karena bisa mendapat uang dari penyelundupan dan perdagangan senjata," kata Nouredeen. Ia mengaku berusaha mengusir milisi dan merebut kembali kendali atas wilayah tengah dan selatan, tetapi kerap gagal. Ada juga rencana menutup perbatasan Libya dengan Mesir, Sudan, dan Chad untuk menghentikan arus masuk senjata, anggota milisi, dan migran. Namun, upaya ini juga diragukan akan berhasil karena minimnya sumber daya aparat keamanan pemerintah. Tidak mencolokBerbeda dari kelompok bersenjata lain, demikian kata analis senior di Kelompok Krisis Internasional, Claudia Gazzini, milisi NIIS tidak mau terlihat mencolok di wilayah gurun itu. Mereka juga bergerak dalam kelompok-kelompok kecil sehingga tidak menarik perhatian orang. "Sisa-sisa NIIS akan mencoba melawan Komandan Tentara Nasional Libya Jenderal Khalifa Haftar yang didukung Mesir," kata Gazzini. Mengetahui ada ancaman itu, Mesir memantau ketat perbatasan dengan Sudan dan Libya. Apalagi saat ini NIIS tengah melawan pasukan keamanan Mesir di Semenanjung Sinai. NIIS mendapat pasokan senjata dan anggota baru dari markas di Libya. Serangan-serangan pada warga kelompok minoritas juga dilakukan anggota yang dilatih di Libya dan diam-diam masuk ke Mesir dengan menyeberangi gurun. Sejak kematian diktator Moammar Khadafy, kota dan gurun di Libya menjadi wilayah yang dikendalikan milisi dan kelompok bersenjata. (AP/LUK)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000