DEN HAAG, SENIN - Lebih dari 2.000 orang yang merupakan kerabat penumpang pesawat Malaysia Airlines MH17, Senin (17/7), hadir dalam peringatan 3 tahun jatuhnya pesawat itu. Raja Belanda Willem-Alexander dan Ratu Maxima bergabung bersama mereka di taman Vijfhuizen, dekat Bandara Schiphol, Amsterdam, untuk meresmikan monumen peringatan para korban.
Sebanyak 298 pohon ditanam di tempat itu, membentuk pita hijau sebagai simbol harapan. Jumlah pohon tersebut mewakili jumlah penumpang dan kru pesawat MH17 rute Amsterdam-Kuala Lumpur yang ditembak di wilayah udara Ukraina.
Tanaman bunga matahari akan mengelilingi pohon-pohon itu untuk mengenang bahwa pesawat tersebut jatuh di areal perkebunan di Ukraina timur. Korban yang tak bisa diidentifikasi diwakili dengan pohon apel.
"Baik kiranya untuk berpikir dia mempunyai pohon karena kami tidak pernah menerima jasadnya. Kami tak ingin Gary dilupakan. Kami tidak ingin salah seorang dari 298 korban dilukapan," kata Jan Slok, ayah dari korban bernama Gary (16).
Kasus jatuhnya pesawat MH17 pada 17 Juli 2014 hingga kini belum tuntas penanganannya. Korban berasal dari 17 negara, antara lain Belanda, Malaysia, Australia, Inggris, dan Indonesia. Sebanyak 196 korban berkewarganegaraan Belanda.
Tim penyelidik gabungan yang diketuai Belanda yakin pesawat jatuh akibat rudal yang diluncurkan separatis pro-Rusia. Tim yang beranggotakan wakil dari Australia, Belgia, Malaysia, dan Ukraina akhir Juni lalu sepakat mengadili terdakwa dengan hukum Belanda.
Tim mewawancarai 200 saksi, mendengarkan 150.000 pembicaraan ponsel, serta memeriksa setengah juta foto dan rekaman video. Tim juga berkonsultasi soal radar, gambar satelit, serta menyaring puluhan kontainer berisi puing pesawat.
"In absentia"
Sampai kini belum ada tersangka yang disebut untuk mempertanggungjawabkan jatuhnya pesawat MH17. Menlu Australia Julie Bishop, Minggu, mengatakan, semua langkah hukum akan ditempuh. "Kemungkinan akan ada pengadilan in absentia," kata Bishop.
Australia dalam peristiwa jatuhnya pesawat jenis Boeing 777 ini kehilangan 38 warganya. Bishop mendesak Rusia mematuhi resolusi DK PBB 2166. "Resolusi itu meminta semua negara bekerja sama guna memastikan siapa yang bertanggung jawab atas pembunuhan itu diajukan ke pengadilan," ujar Bishop kepada stasiun televisi ABC.
Moskwa menyangkal semua tuduhan yang dilancarkan tim investigasi. Rusia pada tahun 2015 menentang pengadilan in absentia. (AFP/AP/REUTERS/RET)