China Tolak Gaya Trump yang Berlagak
Seratus hari rangkaian perundingan bilateral AS-China berakhir pada Rabu (19/7) di Washington tanpa kesepakatan. Bahkan, jumpa pers bersama pun batal.
Suasana perundingan dari awal hingga akhir sungguh tidak menyenangkan. Kedua belah pihak saling menyudutkan. Akan tetapi, ada benang merah yang jelas, China sangat tidak menyukai gaya Presiden AS Donald Trump yang dianggap berlagak.
Sebuah perundingan bertujuan meraih keinginan masing-masing pihak atau mencari solusi yang saling menguntungkan. Akan tetapi, adalah keharusan menciptakan suasana yang baik dalam perundingan. Proses perundingan ini bagi China sangat tidak berkenan.
Shanghai Daily edisi Kamis (20/7) menuliskan pernyataan Wakil Perdana Menteri China Wang Yang, yang mewakili China dalam pertemuan bilateral soal dagang. ”Perundingan tidak akan bisa mengatasi semua perbedaan segera, tetapi konfrontasi akan cepat merusak suasana dan mengganggu keinginan kedua belah pihak,” kata Wang. ”Mari berdialog, bukan berkonfrontasi. … Kita tidak perlu saling menaklukkan untuk mengatasi perbedaan,” demikian Wang memperingatkan.
Wang mengutip nasihat dalam buku tentang bisnis yang ditulis Trump sendiri di tahun 2009, ”Berpikirlah seperti seorang jawara”. Wang secara implisit menolak gaya seperti ini.
Lalu, Wang mengutip petuah dari tokoh legendaris bisnis AS, Henry Ford, ”Datang dengan kebersamaan adalah permulaan baik, terus dalam kebersamaan adalah kemajuan, bekerja dalam kebersamaan akan sukses”. Dan, ”China siap bekerja sama,” ujar Wang. Ucapan-ucapan Wang ini cukup untuk menjelaskan mengapa perundingan dagang bilateral gagal total.
Ikut mendikte
Dalam rangkaian perundingan, Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin justru memperlihatkan citra Trump. Hari Rabu, misalnya, Mnuchin mengatakan, tujuan perundingan adalah mengupayakan relasi ekonomi berimbang, mengatasi ketidakseimbangan akibat intervensi China dalam perekonomian, mengomunikasikan revisi atas kebijakan dan peraturan lama untuk digantikan dengan yang baru.
Menteri Perdagangan AS Wilbur Ross sama saja dan mengatakan, ketimpangan perdagangan AS-China bukan hasil alamiah mekanisme pasar. ”Saatnya menyeimbangkan perdagangan dan relasi investasi yang setara dan resiprokal,” kata Ross seperti dikutip harian South China Morning Post, Kamis (20/7).
Hal ini melengkapi pernyataan tajam Trump sebelumnya yang tergolong kasar bagi telinga China. ”Mereka mengambil begitu saja hak kekayaan intelektual kita layaknya kita adalah tumpukan bayi-bayi, tidak lagi,” kata Trump.
Gagallah perundingan, yang merupakan bagian dari pertemuan rutin antara AS dan China sejak 2008. Pertemuan ini disebut dalam rangka “Dialog Ekonomi Komprehensif/Comprehensive Economic Dialogue”. Topik kali ini adalah membahas keinginan AS agar memiliki akses untuk memasuki bisnis keuangan di China.
AS meminta China mengurangi produksi baja, mengurangi tarif impor otomotif, pengurangan subsidi untuk perusahaan negara, mengakhiri peraturan tentang lokalisasi data agar bernuansa China. AS juga meminta China mengurangi pembatasan kepemilikan asing pada perusahaan di China.
Tidak ada titik temu soal ini semua. Alasan utamanya adalah soal cara berunding. ”Mendengungkan defisit perdagangan dengan China merupakan isu politik yang bagus di dalam negeri AS, tetapi hal ini bukan strategi yang baik untuk meraih kemajuan bersama dengan para pemimpin China,” kata David Loevinger, Direktur Pelaksana TCW Group Inc, seperti dikutip Bloomberg, Kamis.
Hal ini juga diakui Eswar Prasad, profesor pakar perdagangan yang mendalami China dari Cornell University. ”Dinamika politik domestik masing-masing telah mendorong konflik bilateral. Trump ingin mencari nilai politik yang baik setelah di dalam negeri belum sukses mengubah rencana perpajakan dan kesehatan.
”Di sisi lain, China segera melakukan pertemuan politik penting di mana para pemimpin muda tidak ingin terlihat lemah,” ujar Prasad. ”Tampaknya relasi AS-China sedang memasuki jalan terjal. Tidak akan ada yang mau terlihat lebih lembut.”
Ada solusi juga
Sebenarnya China hanya sedang menolak gaya Trump. China memahami ada hal yang perlu diperbaiki dalam hubungan bilateral, termasuk defisit perdangan di sisi AS atau surplus di pihak China sebesar 309 miliar dollar AS. Oleh karena itu, pada Mei lalu, China membuka pertama kali pasarnya untuk impor daging AS dalam 14 tahun terakhir.
China juga membiarkan proses kerja sama pebisnis AS-China untuk pendalaman bisnis bilateral. Pemimpin Umum Blackstone Group Stephen Schwarzman dan Pemimpin Umum Alibaba Group Jack Ma telah mengorganisir pertemuan 20 eksekutif bisnis dari kedua negara.
Mereka berkomitmen untuk meningkatkan perdagangan bilateral, di dalamnya termasuk upaya meningkatkan ekspor produk pertanian AS, gas alam, dan lainnya ke China. ”Relasi ekonomi yang bertumbuh dan saling menguntungkan akan menguntungkan kedua negara dan dunia,” kata Ma dan Schwarzman dalam pernyataan bersama, seperti diberitakan Reuters, Rabu (19/7).
Cara ini lebih baik ketimbang gaya menyeruduk Trump. China memiliki harga diri dan gengsi yang harus diperhitungkan. China kini sebuah negara besar yang memberi efek positif pada dunia dan bukan lagi negara berkembang yang gampang dipelintir oleh AS.
China juga mempunyai alasan untuk bersikap keras dan tegas. Wakil PM Wang, misalnya, mengatakan, ”Adalah salah AS yang membatasi ekspor teknologi, padahal China adalah pasar besar bagi mereka.”
Selain itu, AS adalah negara dengan perekonomian yang kacau akibat ulah para pelaku sektor keuangan, diperburuk ketimpangan tinggi dengan kaum kaya makin kaya. Tidak adil menyalahkan borok perekonomian sendiri dengan menekan negara lain. Langah semacam ini akan gagal.