logo Kompas.id
InternasionalPerlu Komitmen untuk Cegah...
Iklan

Perlu Komitmen untuk Cegah Kekerasan Massal

Oleh
· 3 menit baca

JAKARTA, KOMPAS — Pengarusutamaan isu hak asasi manusia tetap menjadi tantangan di kawasan. Di tengah kondisi ketidakpastian global dan ancaman terhadap kemanusiaan, penting bagi komunitas Indonesia dan ASEAN untuk mengimplementasikan komitmen tanggung jawab melindungi dan mencegah kekejaman atau dikenal dengan Responsibility to Protect and Atrocities Prevention. Dalam diskusi yang digelar oleh Kedutaan Besar Australia dan Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Selasa (15/8), di Jakarta, Direktur Eksekutif Cambodian Institute for Cooperation and Peace Pou Sothirak mengatakan, hingga saat ini, persoalan terkait kejahatan terhadap kemanusiaan, pemusnahan massal, pembersihan etnis, dan kejahatan perang masih menghantui. "Keberadaan prinsip-prinsip yang lahir dalam World Summit 2005 itu merupakan peringatan atas pentingnya mengimplementasikan hukum-hukum humaniter," kata Sothirak.Konfik Suriah, Yaman, dan Sudan Selatan yang menewaskan ratusan ribu warga dan memicu jutaan warga mengungsi merupakan bukti bahwa pengarusutamaan isu tanggung jawab perlindungan warga oleh negara agar terhindar dari kejahatan pemusnahan massal dan kekejaman perang tetap aktual. Prinsip tanggung jawab negara itu, menurut dia, relevan. Hadir dalam diskusi tersebut, antara lain, Direktur Eksekutif CSIS Philips J Vermonte, Pelaksana Tugas Wakil Misi Kedutaan Besar Australia di Jakarta Bradley Asmstrong, dan mantan Wakil Tetap RI untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Makarim Wibisono. Prinsip tanggung jawab negara itu lahir dari pemikiran mantan Sekretaris Jenderal PBB Kofi Annan menanggapi kasus pembunuhan massal dan genosida di Rwanda. Kematian lebih dari 850.000 warga Tutsi memicu lahirnya pemikiran pentingnya intervensi kemanusiaan komunitas internasional untuk melindungi warga sipil. Namun, di sisi lain, intervensi-apa pun alasannya-bertentangan dengan prinsip kedaulatan negara. Ada tarikan antara pentingnya intervensi kemanusiaan di satu sisi dan kedaulatan negara di sisi lain.Terkait dilema itu, Makarim Wibisono mengatakan, prinsip tanggung jawab negara untuk melindungi warga dari kekejaman (R2P) lahir. Kehadirannya, menurut dia, menciptakan jembatan antara negara berkembang yang mengedepankan isu kedaulatan dan pentingnya intervensi kemanusiaan komunitas internasional. "Prinsip itu menegaskan, setiap negara bertanggung jawab untuk melindungi warga mereka dari kekejaman yang berbasis pada hukum internasional," kata Makarim."Indonesia mendukung prinsip itu, demikian juga semua negara ASEAN," lanjutnya.Namun, hingga saat ini, Indonesia belum menyatakan berkomitmen. Rafendi Djamin dari Kelompok Kerja Hak Asasi Manusia (HRWG) mengatakan, masih ada hambatan terkait kekhawatiran bahwa prinsip tersebut dapat menjadi pintu masuk intervensi negara maju kepada negara-negara lemah. "Padahal, dalam kenyataannya, Indonesia telah memiliki banyak perangkat yang menjamin pelaksanaan elemen-elemen yang ada dalam prinsip R2P," kata Rafendi.Perangkat-perangkat itu antara lain mekanisme pencegahan konflik-konflik sosial, seperti Undang-Undang Pencegahan Konflik Sosial. Bagi Indonesia, lanjutnya, penting untuk menyatakan komitmen atas prinsip tersebut. "Karena pada dasarnya prinsip ini akan mendorong negara memiliki kapasitas untuk mencegah kekerasan massal," ujarnya. (JOS)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000