logo Kompas.id
InternasionalKian Erat, tetapi Tetap...
Iklan

Kian Erat, tetapi Tetap Berisiko

Oleh
· 2 menit baca

Hubungan ekonomi ASEAN-China dari waktu ke waktu semakin erat. Ekspor-impor kedua belah pihak terus menunjukkan perkembangan. Namun, diingatkan, kedekatan tersebut bisa menjadi bumerang atau bisa menjadi alat oleh China untuk menekan ASEAN. Hubungan ekonomi ASEAN-China melejit pesat melebihi hubungan ASEAN dengan negara mana pun secara umum. ASEAN menjadi salah satu kawasan dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi di dunia. "Pertumbuhan ini didorong oleh China, yang memperluas kehadirannya secara ekonomis di ASEAN," demikian ditulis kantor berita Reuters, Jumat (8/9). Ekspor ASEAN ke China meningkat. Investasi China di ASEAN juga terus bertambah. Turis asal China tercatat wisatawan yang paling banyak di ASEAN, yakni menjadi 18,596 juta pada 2015. Peran China disambut, tetapi juga bisa menjadi masalah politik, seperti dirasakan Vietnam dan Filipina terkait Laut China Selatan. "Kenaikan ekspor ASEAN ke China dapat menghasilkan kerentanan geopolitik," kata Rajiv Biswas, ekonom IHS Markit yang fokus pada pemahaman Asia Pasifik.Ketergantungan besar secara ekonomi bisa menyebabkan kerentanan. "Dengan hubungan ekonomi yang pesat, mudah bagi China untuk menekan," kata Dane Chamorro, mitra senior dan Kepala Divisi Asia Tenggara dari Control Risks, perusahaan konsultan tentang risiko global.Myanmar yang menerima investasi bidang infrastruktur dari China mulai berteriak soal kecemasan sosial. "Level berikut dari tahapan ini bisa menjadi keresahan sosial," ujar Sanchita Basu Das, Kepala Riset Ekonomi dari ASEAN Studies Center di ISEAS-Yusof Ishak Institute, Singapura.Ekonom Tony Prasetiantono mengaku mengkhawatirkan hal serupa dengan melihat dari kacamata VUCA (volatility, uncertainty, complexity, and ambiguity). "Dari kacamata ini, saya cenderung melihat ada potensi bumerang," ucapnya. Sehubungan dengan itu, ASEAN dan China perlu berdiskusi agar tercapai hubungan yang damai. Belum lama ini, ada pertemuan di Manila yang diselenggarakan Departemen Luar Negeri Filipina. "Pertemuan ini bertujuan mendorong stabilitas dan keamanan di Laut China Selatan, mencegah insiden kemaritiman," ungkap Menlu Filipina Alan Peter S Cayetano, seperti diberitakan The Manila Bulletin, 29 Agustus.Ekonom Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Yose Rizal, mengingatkan sikap paranoid seperti itu juga muncul atas Jepang pada 1970-an, tetapi belum tentu terjadi. Ia melihat potensi ekonomi ASEAN-China sebagai hal yang sangat dahsyat untuk dimanfaatkan demi kemajuan bersama.Fakta lain memperlihatkan, inisiatif China tentang Kemitraan Ekonomi Komprehensif Kawasan (Regional Comprehensive Economic Partnership/RCEP) kini malah bisa mencegah proteksionisme yang digaungkan AS. Ekonom Malaysia, Yeah Kim Leng dari Sunway University Business School (Malaysia), mengatakan, RCEP adalah potensi bagi percepatan integrasi ekonomi. (REUTERS/AP/AFP/MON)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000