logo Kompas.id
InternasionalMayoritas Warga Tak Yakin...
Iklan

Mayoritas Warga Tak Yakin Perang Terjadi

Oleh
· 3 menit baca

SEOUL, JUMAT — Sebagian besar warga Korea Selatan tidak yakin Korea Utara akan memulai peperangan di wilayah Semenanjung Korea. Demikian hasil survei Gallup Korea yang dipublikasikan pada Jumat (8/9). Jika dibandingkan dengan situasi pada Juni 2007 atau sembilan bulan setelah uji nuklir pertama Korut (September 2006), kini lebih banyak warga Korsel yang tidak merasa khawatir. Survei terakhir memperlihatkan, 58 persen responden melihat tak mungkin Korut memicu perang dan hanya 37 persen responden yang berpikir perang akan dipicu oleh Pyongyang. Suasana berbeda terjadi pada 2007. Saat itu hanya ada 45 persen responden yang memperkirakan perang tak akan pecah dan sebanyak 51 persen responden berpikiran Korut bakal memulai perang. Dari luar Semenanjung Korea, Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali membuat pernyataan yang memanaskan situasi dengan mengatakan semua opsi masih terbuka, dan ia tidak akan memilih menggunakan tindakan militer. "Namun, jika terpaksa memakai cara militer, hari itu akan menjadi hari paling sedih bagi Korut," ujarnya.Pemerintah AS terus bersikeras memastikan Dewan Keamanan PBB digelar untuk memberlakukan sanksi baru yang lebih tegas atas Korut. China pada akhirnya setuju dengan AS dan mendorong DK PBB menjatuhkan sanksi terberat bagi Korut. Perubahan sikap China tak mengherankan karena belakangan ini merasa dipermalukan oleh Korut. Hubungan kedua negara memang selalu diliputi rasa curiga dan tidak percaya, padahal China membantu Korut pada Perang Korea 1950-1953. China terlihat tak tegas terhadap Korut karena antara lain khawatir jika Korut hancur akibat perang, rakyat negara itu menyelamatkan diri ke China. Adapun Rusia tetap berada di posisi tidak setuju penerapan sanksi yang lebih keras atas Korut karena menilai sanksi apa pun tak akan bisa menundukkan mereka. "Voting itu terlalu dini," kata Duta Besar Rusia untuk PBB Vassily Nebenzia. Menanggapi desakan AS bagi penerapan sanksi baru, Korut membalas serangan ke Duta Besar AS untuk PBB Nikki Haley. "Kami, negara nuklir yang kuat, tak akan menahan diri menghadapi tekanan setan yang mau menggulingkan kami. Nikki Haley harus hati-hati," ungkap pernyataan tertulis Korut. Pekerja dipulangkanMematuhi sanksi DK PBB, sejumlah negara mulai menutup diri terhadap Korut. Filipina, misalnya, sudah menghentikan perdagangan dengan Korut. Inggris juga mendukung rencana sanksi baru yang antara lain memecat dan mengirim pulang para pekerja asal Korut yang bekerja di luar negeri. Menteri Luar Negeri Inggris Boris Johnson menyatakan, rencana ini didukung anggota Uni Eropa. "Banyak pekerja asal Korut yang bekerja di UE," kata Johnson. Warga Korut yang mayoritas bekerja di China dan Rusia menjadi sumber pendapatan utama Korut. Jumlah warga Korut yang berada di lingkup UE sekitar 300 orang dan mayoritas tinggal di Polandia. Meski jumlahnya tak banyak, Menteri Luar Negeri Jerman Sigmar Gabriel menganggap tetap penting memulangkan para pekerja Korut karena penghasilan mereka digunakan untuk membiayai program nuklir. (REUTERS/AFP/AP/LUK)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000