Janet Yellen, Pejabat dengan Integritas Tinggi
Amerika Serikat sangat beruntung memiliki Janet Yellen sebagai Gubernur Bank Sentral AS. Menjabat mulai Januari 2014, Yellen sungguh sebuah pilihan pas yang dilakukan Presiden AS Barack Obama, digantikan Presiden Donald Trump. Karya Yellen dalam empat tahun terakhir dengan sendirinya menunjukkan siapa jati dirinya.
Memahami Yellen tidak cukup dengan mendengar perkataannya. Sejak awal menjabat, Yellen sudah disebut sebagai seorang yang berprinsip kukuh. Memahami Yellen juga harus dengan melihat ke belakang, hingga ke kisah menjelang krisis perekonomian AS pada 2008.
Di era kepemimpinan Alan Greenspan sebagai gubernur bank sentral (berakhir tahun 2005), Bank Sentral AS menabur uang ke pasar. Salah satu ucapan yang dilontarkan Greenspan ketika itu, mendukung kebijakannya, ”Saya melihat permintaan sulit didongkrak.”
Greenspan sebagai gubernur bank sentral mencoba mendorong permintaan dengan menurunkan suku bunga inti (prime rate). Harapannya, suku bunga rendah akan mendorong investasi dan konsumsi. Konsumsi meningkat, tetapi investasi tidak naik signifikan. Akibatnya, rumah tangga AS terjebak utang dari ”uang mudah” yang dikucurkan Bank Sentral AS. Rumah tangga AS berkonsumsi dengan utang.
Kebijakan bank sentral di bawah Greenspan juga mendorong aliran dana ke pelaku pasar yang bermain saham, jual-beli obligasi, dan lainnya. Aliran dana ini juga masuk ke pasar, termasuk dipakai obligasi berstatus junk (alias surat utang yang mirip kertas sampah).
Seiring dengan itu, pemerintahan di era Presiden George W Bush melonggarkan peraturan di sektor keuangan. Greenspan mendukung dengan mengatakan, ”Pasar yang bebas dari aturan akan mampu mengatur dirinya.”
Kenyataannya tidak. Aksi tipu muslihat melanda hebat sektor keuangan AS. Obligasi atau jenis surat uang tak berkualitas dipoles oleh lembaga-lembaga pemeringkat berkategori AAA. Para pelaku di sektor keuangan AS sarat aksi aji mumpung, mencoba meraup untung dengan menipu. Penipuan melibatkan lembaga-lembaga keuangan besar AS berkaliber internasional.
Ledakan besar lantas melanda sektor keuangan AS, dipicu kebangkrutan Lehman Brothers yang bersejarah pada 2008. Terjadilah aksi saling menghindarkan pemberian pinjaman uang di antara lembaga keuangan AS. Pasar uang serta pasar modal mengering, krisis ekonomi 2008 sangat membekas dan mendera berbagai sektor.
Untuk mencegah resesi akut dan berkepanjangan, Bank Sentral AS di bawah pimpinan Gubernur Ben Bernanke memasok uang ke pasar. Dari total dana 800 miliar dollar AS dana Bank Sentral AS yang sudah dipasok ke pasar, kemudian menjadi 4,5 triliun dollar AS. Ini semua uang dengan bunga murah dari Bank Sentral AS. Jumlah uang murah sebesar ini belum pernah terjadi dalam sejarah.
Perekonomian AS tertolong dan tidak memasuki pusaran krisis lebih besar dan dalam. Bernanke yang mendalami resesi besar (Malaise tahun 1929) memahami bagaimana cara mencegah resesi berkepanjangan.
Begitulah uang murah bertahan di pasar sejak 2008 hingga sekarang. Uang murah ini tidak memulihkan secara signifikan perekonomian AS, tetapi tidak juga mengalami resesi parah. Namun, disinyalir juga, uang murah ini kemudian dipakai untuk bermain spekulasi oleh pelaku pasar. Harga-harga saham naik, tetapi pemulihan sektor perekonomian tidak signifikan.
Maka dari itu, pada 2013, Bernanke yang hendak mengakhiri masa jabatan mencanangkan pengurangan uang beredar dan mengindikasikan kenaikan suku bunga. Pengumuman itu membuat heboh pasar dan mendera negara berkembang. Kebijakan itu tidak meresahkan AS. Hal yang terjadi, arus modal keluar dari negara berkembang serta mengacaukan kurs mata uang negara berkembang. Inilah salah satu efek negatif akibat kebijakan pengurangan uang murah secara perlahan.
Pada awalnya, pasar mudah panik dan uniknya hanya mendera negara berkembang. Hingga di kelompok G-20, perwakilan negara berkembang berang kepada AS, yang dianggap paling bertanggung jawab pada kekacauan keuangan.
Melanjutkan kebijakan Bernanke
Pada 2014, Yellen menggantikan Bernanke sebagai gubernur Bank Sentral AS. Tindakan mengakhiri kebijakan uang murah yang dicanangkan Bernanke dilanjutkan. Hal ini mendapatkan perlawanan dari pasar uang AS. Larry Summers, mantan Menteri Keuangan AS, bahkan mengingatkan Yellen akan efek negatif pada pasar jika Yellen melanjutkan kebijakan Bernanke. Rupanya para pelaku pasar, Summers termasuk di dalamnya, terbuai dengan kebijakan uang murah berbunga rendah. Kenaikan suku bunga sedikit saja, akibat kebijakan pengurangan uang murah, akan memengaruhi tingkat keuntungan pelaku pasar. Sebab, mereka mengandalkan aksi-aksi spekulasi dengan menggunakan uang murah.
Di sinilah letak kehebatan Yellen. Dia tetap menaikkan suku bunga inti menjadi antara 0,25-0,50 persen dari sebelumnya antara 0-0,25 persen. Kebijakan ini kembali memberi efek pelarian modal dari negara berkembang yang disebut efek teper tantrum. AS kembali kena cerca oleh pihak negara berkembang, hingga Menkeu AS saat itu, Jack Lew, menghardik negara-negara berkembang agar mengamankan diri sendiri.
Yellen dan bank sentral terus menghadapi tekanan dari pelaku pasar yang cenderung menolak pengurangan uang murah dan kenaikan suku bunga. Akan tetapi, pada 14 Desember 2016, Yellen kembali menaikkan suku bunga inti menjadi 0,50-0,75 persen.
Yellen bersama tim dari Bank Sentral AS kembali melakukan tindakan serupa pada 15 Maret 2017 dengan menaikkan suku bunga inti ke level 0,75 persen-1 persen. Hal serupa dilakukan Yellen pada 14 Juni 2017 dengan menaikkan suku bunga inti menjadi 1-1,25 persen.
Kebijakan kenaikan suku bunga ini dilakukan dengan alasan perekonomian sudah lebih kuat dan tidak terlalu perlu mengandalkan uang murah. Alasan lain, suku bunga rendah telah merugikan penabung di AS.
Ekonom AS peraih Nobel Ekonomi 2008 Paul Krugman juga menyatakan, suku bunga uang murah telah menyebabkan warga AS melakukan konsumsi dengan mengandalkan utang. Hal ini selanjutnya memberikan dorongan kepada peningkatan defisit pedagangan.
Ekonom AS lainnya, seperti Nouriel Roubini, juga sudah menyatakan, taburan uang murah dari Bank Sentral AS adalah sebuah preseden yang menakutkan. Roubini bahkan mengingatkan, jika AS mempertahankan kebijakan uang murah, ledakan lebih besar melebihi krisis tahun 2008 hanya soal waktu untuk terjadi.
Yellen, yang mendalami efek negatif kebijakan uang murah, kini sedang mencoba mengatasi masalah dengan mengurangi uang beredar. Pada Rabu, 20 September, Yellen mengumumkan pengurangan dana korporasi AS yang dipegang. Uang sebesar 4,5 triliun dollar AS yang berasal dari korporasi harus dikembalikan secara perlahan ke pasar.
Pesan implisit kepada Trump
Lalu, Agustus lalu, Yellen menyampaikan pesan kepada pemerintahan AS bahwa memilih sikap proteksionisme dengan menyerang negara-negara mitra dagang adalah jalan menuju kekacauan ekonomi.
Yellen juga mengingatkan Trump secara tidak langsung bahwa pembatalan Obama Cares juga tidak bagus bagi perekonomian. Hal lain, Yellen mengingatkan Trump bahwa pembatalan peraturan keuangan Dodd-Frank Act bukan tindakan yang baik. Menurut Yellen, peraturan keuangan yang muncul setelah resesi besar pada 2008 justru menjadikan lembaga keuangan AS lebih kuat.
Greenspan yang jauh-jauh hari mendukung liberalisasi sektor keuangan juga menyadari penilaiannya salah karena dulu menyetujui penghilangan peraturan di sektor keuangan. Di tengah peringatan-peringatan Yellen ini, muncul isu bahwa di bawah Presiden Trump, Yellen kemungkinan tidak lagi melanjutkan jabatan sebagai Gubernur Bank Sentral AS. Pada pertengahan tahun ini, Yellen sudah menegaskan, ”Saya kemungkinan tidak akan melanjutkan jabatan ini lagi.”
Akan tetapi, Yellen menegaskan, dia akan menunaikan tugasnya hingga berakhir pada Januari 2018. Di sinilah kehebatan dan integritas Yellen, yang sudah berusia 71 tahun. Yellen tidak hirau apakah jabatannya berakhir atau tidak. Yellen tidak hirau dengan ancaman dan peringatan dari pelaku sektor keuangan AS. AS sangat beruntung dengan memiliki Yellen.
Presiden Trump yang kerap kali menyerang Yellen pada akhirnya berkata, ”Saya suka dia dan memberi respek kepada Yellen”. Majalah Forbes edisi 20 September menyebutkan, Bank Sentral AS di bawah Yellen dependen dari kebijakan dan keinginan Trump.
Itulah Yellen, seorang yang memiliki integritas. Dia tidak mau melacurkan jabatan demi kepentingan politik atau kelanggengan jabatan. ”Dia telah mencapai kesepakatan sedemikian rupa yang mengagumkan. Pasar terbukti tidak kacau dan dia tidak diteriaki,” kata Austan Goolsbee, Ketua Dewan Penasihat Ekonomi Gedung Putih 2010-2011.
(AP/AFP/REUTERS)