logo Kompas.id
InternasionalSaat AS dan China Berdampingan...
Iklan

Saat AS dan China Berdampingan di Tanjung Priok

Oleh
· 4 menit baca

Di Laut China Selatan, hubungan Amerika Serikat dan China cukup tegang seiring konflik kepentingan yang terjadi. Namun, situasi berbeda, 13-14 September, terlihat saat kapal perang terbaru Amerika Serikat, USS Coronado, dan Gugus Tugas Kombinasi CTF-150 dari AL China sandar berdampingan di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.Dalam berbagai kesempatan, terjadi ketegangan antara China dan AS di Laut China Selatan, terutama atas klaim China di wilayah perairan itu serta perluasan dan pembangunan sejumlah pulau yang dilakukan Beijing. Konfrontasi tersebut melibatkan kapal perang hingga pesawat udara kedua negara.Washington ingin mempertahankan hegemoni di Pasifik, termasuk di dekat pulau-pulau reklamasi China, dengan dalih kebebasan bernavigasi di salah satu jalur perlintasan paling sibuk di dunia itu. Adapun China yang sedang bangkit secara ekonomi dan militer berusaha memperluas pengaruh di Asia Timur dan Asia Tenggara, termasuk di wilayah lautan.Kehadiran USS Coronado LCS-4 yang baru beroperasi April 2014 menjadi simbol kekuatan dan teknologi maritim AS. Komandan Kapal USS Coronado Commander (Letnan Kolonel) Douglas Meagher dalam kunjungan wartawan Indonesia ke atas kapal, Rabu (13/9), mengatakan senang bisa mempererat hubungan dengan Indonesia, khususnya TNI AL."Kapal littoral combat ship (LCS) ini dirancang melaju di perairan dangkal serta memiliki persenjataan baru dan efisien, termasuk rudal Harpoon," kata Meagher.Terkait beberapa kecelakaan yang melibatkan kapal perang AS, Meagher mengatakan tak ada perangkat radar atau tambahan perlengkapan untuk mencegah kecelakaan. Kru kapal justru dilatih meningkatkan kemampuan bernavigasi dan pelayaran, terutama di perairan padat seperti di Selat Malaka. Selain kemampuan bernavigasi, kapal ini disebut memakai rangka aluminium dan cat khusus yang menyerap radar.Mayor Dougherty yang memimpin satgas penerbangan di USS Coronado menerangkan, untuk kebutuhan pengintaian dan dukungan udara digunakan sepasang drone rotor wing dan helikopter sekelas Sea Hawk. Meagher menambahkan, ada dua pasang rigid inflatable boat (RIB) berukuran 7 meter dan 11 meter selain rudal Harpoon, senjata permukaan, dan berbagai radar terbaru yang dipasangkan di LCS-4, yang diklaim tercanggih di antara kapal sejenis. USS Coronado juga bisa sandar tanpa bantuan kapal tunda karena sistem pendorongnya seperti jet ski, yakni semburan tenaga mendorong air dan bukan putaran baling-baling seperti pada kapal biasa.Kapal tersebut dapat melaju hingga 47 knot atau sekitar 85 kilometer per jam kecepatan di darat. Adapun rata-rata kecepatan laju kapal-kapal perang milik angkatan laut di Asia Tenggara saat berpatroli adalah 10-20 knot.MeriahSehari kemudian, CTF-150 AL China yang terdiri dari kapal perusak Changchun 150, fregat 054A Jingzhou, dan kapal logistik 890 Chaohu tiba di Tanjung Priok. Deretan kapal AL China sandar perlahan-lahan dipandu kapal tunda. Delegasi Kamar Dagang China di Indonesia menyambut meriah kedatangan kapal perang itu .Changchun diperlengkapi rudal permukaan ke udara HHQ-9 dan radar tipe 346 yang dapat menjejak sasaran dalam jarak sekitar 500 kilometer. Adapun fregat Jingzhou memiliki kemampuan perang antikapal selam dan kemampuan siluman (stealth).Komandan Lantamal III Jakarta Laksamana Pertama Muhammad Richard seusai menyambut kedatangan Laksamana Pertama Shen Hao mengatakan, kunjungan AL Amerika Serikat dan AL China itu murni muhibah persahabatan. "Tidak ada latihan khusus dengan pihak AS atau China. Tidak ada yang politis," kata Richard. Dia menambahkan, agenda kunjungan wisata dan budaya akan dilakukan awak kapal AS dan China selama di Jakarta. Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Nanto Sriyanto, yang meneliti hubungan AS dan China mengatakan, baik AS maupun China sama-sama berusaha memperkuat pengaruh di Asia Tenggara. "Kapal AS jenis LCS itu cocok untuk perairan dangkal di Asia Tenggara. Di pihak lain, China juga berusaha menanam pengaruh dan kerja sama dengan negara di jalur One Belt One Road (OBOR), termasuk dengan Indonesia," kata Nanto.China, seperti AS dan Perancis, kini juga memiliki pangkalan AL di luar wilayahnya, di Djibouti, wilayah Tanduk Afrika, untuk mengamankan pengiriman logistik dan migas dari Negara Teluk ke China. China perlahan-lahan membangun hubungan dengan negara Afrika dan Timur Tengah, mengejar ketertinggalan diplomasi dari AS dan Eropa Barat yang terlebih dahulu menanamkan pengaruh mereka. Dalam persaingan AS dan China, menurut Nanto, Indonesia harus pandai-pandai mengambil keuntungan demi kepentingan nasional Indonesia sambil tetap menjaga haluan politik yang bebas dan aktif. (Iwan Santosa)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000