logo Kompas.id
InternasionalMenengok Ibu Kandung
Iklan

Menengok Ibu Kandung

Oleh
TRIAS KUNCAHYONO
· 3 menit baca

Hujan di awal musim dingin turun di pagi hari. Lebat. Sejak Senin pagi itu, langit di atas Tunisia yang biasanya di siang hari begitu biru berubah kelabu. Siang yang biasanya begitu panas menjadi lebih sejuk dan malam harinya dingin. Angin sejuk dari Laut Mediterania berembus lembut sepanjang hari bahkan hingga malam.Cuaca dan iklim terus berganti di Tunisia seperti di banyak negara. Bahkan, kadang-kadang berubah menjadi begitu ekstrem. Namun, Tunisia sepertinya tidak berubah banyak selama dua tahun terakhir. Tunisia 2015 dan Tunisia 2017 sepertinya tidak begitu berbeda, terutama secara fisik. Penduduk ibu kota Tunisia, Tunis, menurut catatan berkisar 1 juta jiwa (penduduk Tunisia sekitar 11 juta jiwa). Wajah Bandara Internasional Carthage, pintu gerbang masuk ke negeri yang menjadi "ibu kandung" Revolusi Musim Semi Arab 2011, juga tidak banyak berubah. Tetap sederhana. Tidak tergambar kemewahan sedikit pun.Boulevard El Habib Bourguiba di pusat kota Tunis yang dahulu menjadi pusat revolusi juga tidak banyak berubah. Jalan raya itu tetap menjadi tempat yang nyaman untuk makan angin di sore hingga malam hari. Di sana berderet kafe, toko, pohon berdaun hijau subur dan segera berdiri berderet memisahkan dua jalur di bulevar. Trotoar yang lebar di tepi jalan dan di jalur pemisah menjadi tempat berjalan dan duduk-duduk yang nyaman. Di jalur pemisah berdiri tegak patung filsuf Ibnu Khaldun.Keindahan bulevar inilah yang dahulu pada 1942 menginspirasi Dizzy Gillespe menulis sebuah lagu yang diberi judul "A Night in Tunisia". Lagu berirama jazz ini pernah dikondangkan penyanyi Ella Fitzgerald. Lirik lagu ini memang indah. "The moon is the same moon above you/ Aglow with its cool evening light/ But shining at night, in Tunisia/ Never does it shine so bright"Tetapi, malam hari Senin lalu tidak ada bulan. Langit tertutup awan mendung awal musim dingin. Meski demikian, Boulevard El Habib Bourguiba tetap menjadi tujuan penduduk Tunis menghabiskan malam mereka. Tempat inilah yang pada 2011 menjadi pusat gerakan rakyat yang pada akhirnya memaksa Presiden Zine el-Abidine Ben Ali turun dan melarikan diri ke Arab Saudi. Inilah gerakan yang kemudian disebut "Arab Spring", Musim Semi Arab meskipun orang-orang Arab lebih suka menyebutnya sebagai "Kebangkitan Arab".Sejak itulah, Tunisia menjadi "ibu kandung" revolusi yang kemudian merembet ke sejumlah negara di kawasan Timur Tengah, termasuk Suriah yang hingga kini belum selesai. "Tunisia adalah tempat lahir demokrasi," kata Menteri Luar Negeri RI Retno LP Marsudi dalam pidatonya di Bali Democracy Forum Chapter Tunisia, 2 Oktober. Tentu, yang dimaksud "tempat lahir demokrasi" adalah demokrasi bagi kawasan Timur Tengah yang disapu revolusi.Demokrasi, memang, dengan sekuat tenaga diwujudkan di Tunisia selepas revolusi. Salah satu capaian terbesarnya-meskipun Tunisia secara fisik terlihat tidak banyak berubah dua tahun terakhir-adalah terwujudnya kesepakatan nasional antara partai-partai bernapaskan agama dan partai-partai nasionalis untuk membangun Tunisia sebagai negeri bersama yang demokratis.Youssef Chahed, perdana menteri keenam dalam waktu enam tahun terakhir, berkuasa sejak Agustus 2016. Ia membentuk pemerintahan bersatu, koalisi luas mencakup partai-partai sekuler, Islamis, kiri, independen, dan serikat buruh. "Tugas kami masih banyak dan berat, terutama membangun demokrasi, membangun ekonomi, dan memulihkan keamanan," kata Menteri Luar Negeri Tunisia Khemaies Jhinaoui. Persoalan keamanan memang merupakan masalah terbesar bagi Tunisia sehingga mengganggu pembangunan ekonomi dan demokrasi. Tunisia yang berbatasan dengan Libya, negeri yang hingga ini masih bergejolak, kelimpahan bukan hanya pengungsi, melainkan juga kelompok-kelompok bersenjata dan kelompok-kelompok radikal bersenjata yang menyebarkan terorisme ke mana-mana, termasuk ke Eropa. Banyak di antara mereka yang bergabung dengan kelompok bersenjata yang menyebut dirinya Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS).Jalan panjang masih harus dilalui Tunisia untuk mewujudkan cita-cita rakyat-membangun negara yang demokratis, adil, dan makmur-yang mengobarkan revolusi Musim Semi yang mengakhiri pemerintahan korup, otoriter Ben Ali. (Bersambung)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000