logo Kompas.id
InternasionalRevolusi Belum Selesai
Iklan

Revolusi Belum Selesai

Oleh
TRIAS KUNCAHYONO
· 3 menit baca

Berjalan menyusuri Bulevar Bourguiba di sore hari seperti membuka-buka lagi lembaran buku revolusi. Buku revolusi yang bercerita tentang kisah penggulingan Presiden Zine al-Abidine Ben Ali. Revolusi itulah yang sering disebut sebagai Revolusi Arab di awal abad ke-21. Revolusi itu pula yang sering disebut sebagai Arab Spring. Arab Spring Revolution, Revolusi Musim Semi Arab, bermula di Tunisia pada 18 Desember 2010 dan berakhir pada 14 Januari 2011, ditandai dengan tumbangnya Ben Ali. Ben Ali dan keluarganya kabur meninggalkan negerinya yang sedang bergelegak menuju ke Jeddah, Arab Saudi. Ben Ali adalah presiden kedua setelah Tunisia merdeka pada 20 Maret 1956. Presiden pertama Tunisia adalah Habib Bourguiba, 1957-1987. Bourguiba yang sakit-sakitan dikudeta Ben Ali pada 7 November 1987. Selain dipicu demonstrasi rakyat setelah aksi bakar diri Mohamed Bouazizi-yang nama sebenarnya adalah Tarek-seorang pedagang kaki lima, berakhirnya kekuasaan Ben Ali juga dilatari berbagai persoalan yang membelit negerinya. Di zaman Ben Ali berkuasa, korupsi merajalela, tingkat pengangguran tinggi, inflasi tinggi, dan represi politik menjadi praktik sehari-hari selama bertahun-tahun. Semua itu adalah beberapa alasan dari begitu banyak alasan yang menggerakkan rakyat untuk bersepakat menyingkirkan Ben Ali.Ketika itu, koalisi Gerakan Ennahda yang Islamis dengan Kongres Rakyat berhaluan kiri-tengah dan Ettakatol yang berhaluan kiri menjadi kekuatan penentu tergulingnya Ben Ali. Akan tetapi, mereka tidak banyak berarti kalau rakyat tidak turun. Inilah gerakan politik dan sosial yang berujung pada tumbangnya penguasa yang korup dan tiran.Kini, semua itu sudah menjadi bagian sejarah Tunisia. Sejarah Tunisia zaman kini yang masih belum benar-benar bisa berdiri tegak setelah keluar dari kobaran revolusi. Meskipun dibandingkan dengan negara-negara di Timur Tengah yang sama-sama disapu badai Revolusi Musim Semi, katakanlah seperti Mesir, Libya, dan Suriah, kondisi Tunisia lebih baik. Mesir, misalnya, keluar dari kemelut revolusi karena campur tangan militer yang kini memegang kendali. Libya belum sepenuhnya pulih karena pertarungan antarkelompok masih belum selesai dan pemerintahan yang benar-benar mapan belum terbentuk. Suriah masih dirobek-robek oleh perang: banyak kelompok bersenjata ingin menumbangkan rezim Bashar al-Assad. Kelompok bersenjata yang menyebut dirinya Negara Islam di Irak dan Suriah turut pula menghancurkan Suriah, memaksa jutaan rakyat negeri itu mengungsi.Tunisia memang sudah berhasil menata ulang negeri. Boleh dikata persoalan politik selesai dengan catatan-catatan kecil yang perlu lebih disempurnakan. Telah pula tercapai kesepakatan nasional di antara partai-partai politik dari berbagai aliran dan ideologi serta berbagai kelompok kepentingan dan serikat buruh yang memainkan peranan besar dalam revolusi. Salah satu capaian mereka adalah kesepakatan menjadikan Tunisia sebagai civil state dengan Islam sebagai agama Tunisia. Pembukaan konstitusi menegaskan identitas Muslim-Arab Tunisia serta kebebasan dan hak-hak universal dan memberi tempat bagi perempuan di lembaga-lembaga negara. Meskipun kondisi kehidupan di Tunisia saat ini dapat dikatakan lebih baik dibandingkan kondisi di sebagian besar negara Afrika, Tunisia tetaplah seperti negara-negara berkembang lain. Mereka menghadapi begitu banyak tantangan, terutama masalah perdamaian dan stabilitas ekonomi. Sekitar 30,7 persen dari total anak muda yang berusia antara 15 dan 24 tahun menganggur (jumlah penduduk Tunisia sekitar 11 juta jiwa dan sekitar 74,3 persen berusia di atas 15 tahun). Korupsi, ketimpangan, kurangnya pekerjaan yang memberikan gaji layak, antara lain, menyebabkan sebagian besar anak muda berpendidikan (termasuk berpendidikan tinggi) tidak dapat memperoleh pekerjaan yang lebih baik. Sekalipun sekarang ini perdamaian dan stabilitas relatif sudah terwujud (dengan catatan ancaman teror tetap membayangi, penyebab lambannya pembangunan ekonomi dan seretnya investasi asing masuk), banyak anak muda terdidik menganggur. Kondisi seperti itulah yang dulu memberikan sumbangan pecahnya revolusi 2010-2011 dan berujung tumbangnya diktator korup Ben Ali. Itulah penyakit lama Tunisia yang belum bisa disembuhkan hingga kini. (BERSAMBUNG)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000