Impian Negara Merdeka Berantakan, Rakyat Kurdistan Kehilangan Sandaran
Oleh
MUSTHAFA ABD RAHMAN
·3 menit baca
KAIRO, KOMPAS -- Impian sekitar 5,5 juta jiwa rakyat Kurdistan Irak untuk memiliki negara sendiri pasca referendum 25 September, hampir dipastikan gagal setelah Presiden Regional Kurdistan, Masoud Barzani (71), Minggu (29/10) malam, menyatakan mundur sebagai presiden terhitung 1 November besok.
Barzani, yang juga ketua Partai Demokratik Kurdistan (KDP), selama ini dikenal arsitek digelarnya referendum rakyat Kurdistan Irak, 25 September lalu. Referendum itu membuahkan hasil, sekitar 92 persen rakyat Kurdistan mendukung berdirinya negara Kurdistan merdeka.
Rakyat Kurdistan Irak menjadi kehilangan sandaran kekuatan politik untuk terus maju dan memiliki negara sendiri pasca mundurnya Barzani dari jabatan orang nomer satu di Pemerintah Regional Kurdistan (KRG).
Barzani memilih mundur dari jabatan presiden setelah menyadari tiada peluang saat ini bagi keberhasilan berdirinya negara Kurdistan akibat tiada dukungan regional dan internasional, serta bahkan dari partai politik utama Kurdistan sendiri. Nasib Masoud Barzani seperti ayahnya, Mustafa Barzani, yang mendeklarasikan negara Kurdistan di Mahabad, Iran, tahun 1946, namun gagal mempertahankannya juga akibat tiada dukungan regional dan internasional saat itu.
Barzani pada Minggu malam melalui siaran stasiun televisi menyampaikan kepada rakyat Kurdistan tentang perasaan kepedihannya lantaran tak ada yang mendukung rakyat Kurdistan menentukan nasibnya sendiri. Ia juga menyampaikan, sebanyak tiga juta suara rakyat Kurdistan yang mendukung kemerdekaan— dan hal itu merupakan fakta sejarah yang tidak bisa dipungkiri— namun tidak ada orang yang bersama rakyat Kurdistan, kecuali gugusan gunung-gunungnya.
Wilayah Kurdistan dikenal wilayah dataran tinggi dengan gugusan pegunungan.
Pidato Barzani tersebut disampaikan setelah ia menyerahkan surat kepada parlemen Kurdistan yang menegaskan ia tak lagi sebagai presiden per 1 November.
Barzani menegaskan, ia akan kembali bergabung ke barisan Peshmerga, satuan keamanan Kurdistan, setelah tak lagi menjabat presiden. Ia tercatat telah berjuang di Peshmerga sejak usia 14 tahun dengan impian meraih kemerdekaan Kurdistan.
Barzani tidak hanya menyampaikan kekecewaannya terhadap sikap Amerika Serikat (AS) dan masyarakat internasional. Ia juga menyebut mitra perjuangannya, kekuatan politik utama Kurdistan, telah melakukan pengkhianatan besar. Kekuatan politik utama Kurdistan yang menolak referendum 25 September dan meminta agar ditunda adalah partai Uni Patriotik Kurdistan (PUK) pimpinan almarhum Jalal Talabani dan Gerakan Gorran.
Barzani menuduh PUK dan Gerakan Gorran bermain mata dengan Baghdad untuk menyerahkan kota Kirkuk tanpa perlawanan pada pasukan Irak. Kota Kirkuk, yang kaya minyak, saat ini menjadi sengketa antara Kurdistan dan Baghdad. Baghdad kini kembali mengontrol Kota Kirkuk setelah sempat dikuasai Peshmerga sejak tahun 2014.
Parlemen diserang
Para loyalis Barzani, sejak Minggu malam hingga Senin dini, menyerang dan membakar kantor-kantor PUK dan Gerakan Gorran di Kota Zakho, ibu kota Provinsi Dahuk, sebagai balas dendam atas kerja sama PUK dan Gorran dengan Baghdad. Mereka juga sempat berusaha mendobrak gedung parlemen di Kota Erbil, namun berhasil dicegah aparat keamanan.
Dalam laporan secara terpisah, PUK dan Gerakan Gorran menyebutkan, kantor-kantor mereka di sejumlah kota dijarah atau dibakar. Tak ada laporan korban jiwa dalam insiden itu.
Sebaliknya, para kontra Barzani menyebut, Barzani bertanggung jawab atas memburuknya situasi Kurdistan pasca referendum dan banyaknya aset Kurdistan yang hilang sejak 2014.
(Dilaporkan dari Kairo, Mesir)
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.