WASHINGTON DC, KAMIS — Presiden Amerika Serikat Donald Trump, yang sedang diguncang dugaan tentang ”kekotoran” tim kampanyenya jelang Pilres AS 2016 dan serangan teror di Manhattan, New York, segera memulai lawatan panjang ke Asia pada Jumat (3/11).
Di dalam negeri, Trump sedang diterpa sejumlah dugaan tentang praktik tidak terpuji tim kampanyenya yang dipimpin Paul Manafort, ketua tim, yang dituduh melakukan konspirasi dengan Rusia, yang dapat mengancam keamanan nasional.
Popularitas Trump sedang jatuh ke titik terendah saat ini setelah diguncang dugaan campur tangan Rusia dalam Pilpres AS 2016. Apakah ia berkicau di Twitter selama 12 hari kunjungannya?
Kunjungan selama hampir dua pekan yang akan berakhir pada 14 November ke lima negara Asia itu diperkirakan mendapat pemantauan khusus Pyongyang. Itu terutama ketika Trump akan menyinggahi sekutunya Jepang dan Korea Selatan (Korsel), yang merupakan musuh bebuyutan Korea Utara (Korut) itu.
Meski tidak seperti banyak pendahulunya yang melakukan perjalanan ke zona demiliterisasi yang memisahkan dua Korea, Trump berencana hanya akan mengunjungi sebuah pulau di perairan Korsel di dekat perbatasan dengan Korut.
Sebelum berkunjung ke Korsel, Trump terlebih dahulu melawat Jepang yang telah dua kali dikejutkan tembakan misil Korut melewati Hokkaido, yakni pada 29 Agustus dan 15 September lalu. Dia akan mendarat di Jepang untuk bertemu ”sekutu”-nya, PM Shinzo Abe.
Jepang, Korsel, dan AS telah mengecam keras Pyongyang karena sering melakukan uji coba misil balistik dan telah enam kali menggelar uji nuklirnya.
Nuklir dan maritim
Perang kata-kata yang bersifat provokatif terjadi antara Trump dan pemimpin Korut, Kim Jong Un.
Lawatan presiden ke-45 AS ke kawasan itu merupakan yang pertama sejak ia menjadi orang nomor satu di negeri Paman Sam tersebut.
Menurut agenda kunjungan terpanjang ke luar negeri itu, Trump dari Korsel akan terbang ke China, lalu Vietnam, dan terakhir ke Filipina.
Presiden AS berusia 71 tahun itu akan mengadakan beberapa pertemuan tingkat tinggi, antara lain akan bertemu empat mata dengan Presiden China Xi Jinping dan Presiden Filipina Rodrigo Duterte.
Presiden AS itu akan menghadiri Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) pada 8 hingga 10 November di Danang, Vietnam, dan KTT ASEAN ke-31 pada 10-14 November di Pampanga, Filipina.
Kehadiran China yang kuat di Laut China Selatan, yang bersinggungan dengan empat negara ASEAN dan Taiwan, dan di Laut China Timur yang bersentuhan dengan Jepang, telah lama juga menjadi keprihatian AS.
Dalam pertemuan dengan Xi, Trump diperkirakan akan menyinggung konflik maritim, terutama dominasi China di Laut China Selatan dan Laut China Timur, serta krisis di Semenanjung Korea.
Kehadiran China yang kuat di Laut China Selatan telah lama juga menjadi keprihatian AS.
Krisis yang dipicu oleh semakin seringnya Korut melakukan uji coba rudal balistik dan uji nuklir itu, jika tidak diselesaikan lewat pendekatan diplomatik atau dialog, dapat memicu perang nuklir.
Beijing yang merupakan sekutu kuat Pyongyang diharapkan bisa lebih terlibat dalam upaya meredam krisis di Semenanjung Korea.
Lawatan terlama
Gedung Putih telah berusaha memadatkan jadwal lawatan ke lima negara tersebut, yang merupakan sebuah lawatan terlama oleh Presiden AS sejak George HW Bush pada 1991.
Lamanya waktu kunjungan yang hampir mencapai dua pekan itu oleh para pengamat ditafsir sebagai bukti komitmen Trump untuk lebih terlibat di kawasan.
Namun, justru pada titik itulah keraguan juga muncul. Terutama di sisi ekonominya. Tiga hari setelah masuk Gedung Putih, Januari lalu, Trump mengambil keputusan untuk mundur dari perjanjian perdagangan bebas, Kemitraan Trans-Pasifik (TPP).
Pendukung kesepakatan tersebut, yang dipukul pada 2015 oleh 12 negara yang bersama-sama menyumbang 40 persen dari ekonomi dunia, telah memperjuangkannya sebagai penyeimbang penting bagi pengaruh China yang terus berkembang.
TPP dirundingkan pada 2015 oleh sejumlah negara, termasuk AS, Jepang, Malaysia, Australia, Selandia Baru, Kanada, dan Meksiko, untuk memperkuat hubungan ekonomi dan memicu pertumbuhan, termasuk dengan memangkas tarif.
Beberapa negara, termasuk Selandia Baru, telah menyarankan semacam kesepakatan alternatif TPP tanpa AS. Namun, Abe beberapa waktu lalu pesimistis dengan nasib TPP selanjutnya. Sebab, TPP tanpa AS yang memiliki 250 juta konsumen disebut Abe ”tidak berarti”. (AFP/AP/REUTERS/)