BEIRUT, SENIN — Pemimpin Hezbollah, Hassan Nasrallah, menuding Arab Saudi bertanggung jawab atas pengunduran diri Perdana Menteri Lebanon Saad al-Hariri, akhir pekan lalu. Mantan perdana menteri itu, Senin (6/11), diketahui tengah berada di Riyadh, Arab Saudi. Di Riyadh, Hariri antara lain bertemu dengan Raja Salman bin Abdulaziz al-Saud. Kantor Berita Arab Saudi (SPA) menampilkan foto-foto pertemuan mereka.
Spekulasi mundurnya Hariri akibat pengaruh Arab Saudi menyeruak juga karena pernyataan itu disampaikan yang bersangkutan dalam kunjungannya ke Riyadh. Dalam pernyataan pengunduran diri, Hariri mengaku khawatir suasana di Lebanon akhir-akhir ini mirip dengan suasana menjelang pembunuhan atas ayahnya. Selain itu, muncul juga kekhawatiran atas Iran dan Hezbollah yang mengakibatkan ketidakstabilan di Lebanon. Belum ada indikasi kapan Hariri akan kembali ke Beirut.
Nasrallah yang merupakan lawan politik Hariri menyatakan, Arab Saudi sengaja mendesak pengunduran diri Hariri di tengah rivalitas yang makin keras antara Arab Saudi dan Iran.
Hariri (47) terpilih sebagai perdana menteri pada akhir tahun 2016. Ia memimpin pemerintahan yang terdiri atas 30 anggota koalisi, termasuk Hezbollah. Kondisi tersebut tidak mudah bagi Hariri yang tergolong loyal terhadap Arab Saudi. Sementara di sisi lain, Hezbollah dekat dengan Iran. Presiden Lebanon Michel Aoun juga dikenal dekat dengan Hezbollah. Aoun juga terpilih pada tahun 2016 setelah Lebanon mengalami kekosongan posisi presiden selama dua tahun.
Sebagaimana diketahui, Lebanon kerap diwarnai dengan insiden berdarah terkait konflik antarelite politik. Ayah Hariri, yakni mantan Perdana Menteri Rafik Hariri, tewas dalam peristiwa ledakan bom truk di Beirut pada 2005. Kelompok Hezbollah dituding berada di belakang aksi itu. Namun, Hezbollah membantah keras tudingan yang diarahkan kepada mereka.
Sejak perang sipil yang berlangsung selama 15 tahun dan berakhir tahun 1990, Lebanon juga harus menghadapi sejumlah teror bom dan krisis politik. Sebaliknya, negeri itu juga mampu melewati masa perang dengan Israel tahun 2006 dan gigih mempertahankan wilayah perbatasannya di wilayah selatan dengan Israel hingga tahun 2000.
Di Beirut, Presiden Aoun menolak berspekulasi. Ia meminta semua pihak menahan diri dan menunggu perkembangan yang ada dalam beberapa hari mendatang. ”Kami meminta semua pihak untuk tenang, memperkuat stabilitas, dan mempertahankan persatuan nasional,” kata Aoun seraya menyatakan tidak akan mengambil keputusan unilateral apa pun sejauh ini.
Kemarin ia menggelar pertemuan dengan sejumlah pejabat keamanan, antara lain pemimpin militer Jenderal Joseph Aoun, Menteri Pertahanan Yaacoub Sarraf, dan Menteri Kehakiman Salim Jreissati. (AP/AFP/BEN)