Apple Manfaatkan ”Double Irish”
Skandal penghindaran pajak tidak akan pernah berhenti dan tidak akan pernah ada celah hukum efektif untuk mengejarnya. Hukum perpajakan itu menjadi relatif.
Ini diperburuk upaya negara-negara dan teritori tertentu untuk membuat diri menarik didatangi korporasi-korporasi penghindar pajak. Jadinya penghindaran pajak menjadi legal.
Irlandia adalah salah satu contohnya. Pemerintah negara ini memberi memberi kesempatan bebas pajak bagi perusahaan multinasional yang beroperasi di negara itu. Syaratnya mudah saja, asalkan perusahaan itu dikendalikan dari luar Irlandia, atau disebut ”double Irish”.
Negara ini tidak ambil pusing karena yang penting perusahaan multinasional tersebut memiliki anak-anak perusahaan yang memberikan kesempatan kerja bagi warganya. Korporasi teknologi Apple Inc adalah salah satu yang memanfaatkan fasilitas double Irish ini lewat anak-anak perusahaannya di Irlandia, seperti Apple Sales International (ASI), Apple Operations Europe (AOE), dan Apple Operations International (AOI).
Tiga anak perusahaan ini membayar pajak rendah karena dikendalikan dari luar Irlandia. Double Irish mengizinkan perusahaan-perusahaan multinasional mengumpulkan laba dari anak-anak perusahaan yang terdaftar di Irlandia.
Laba ini, seperti dituliskan harian The New York Times edisi 2 November, kemudian dialihkan ke kawasan surga pajak, seperti Bermuda, Grand Cayman, atau the Isle of Man. Di yurisdiksi surga pajak ini sudah ada perusahaan pengendali anak-anak perusahaan.
Yurisdiksi surga pajak menjadi pihak yang berhak memajaki laba anak-anak perusahaan itu. Namun, namanya kawasan surga pajak, ya, tentu bebas pajak.
Hal inilah yang pernah masuk dalam laporan Senat AS pada Mei 2013. Apple telah mendaftarkan AOI di Irlandia pada 1980, tetapi dewan direksinya mengadakan pertemuan-pertemuan di Cupertino, California, AS. Dengan demikian, secara hipotesis pengendali ada di AS, tetapi tersembunyi dan ini tidak terlalu penting bagi Irlandia.
Para senator AS berang dengan langkah Apple yang mereka tuduh mengeksploitasi kesenjangan pajak di antara dua negara atau teritori.
Skandal ini mencuat kembali berkat bocornya dokumen-dokumen yang disebut sebagai Paradise Papers oleh International Consortium of Investigative Journalists (ICIJ). Paradise Papers menyebar ke berbagai media utama internasional, pekan lalu.
Kasus Apple adalah salah satu yang menonjol dari Paradise Papers. Informasi tambahan dari Paradise Papers menyebutkan, Apple melakukan pengaturan lanjutan untuk penghindaran pajak setelah terjadi ribut-ribut oleh Senat AS soal pajak.
Para senator AS sebelumnya menyebut dua anak perusahaan Apple yang lain di Irlandia, ASI dan AOE, juga bermarkas di kawasan yang bukan berstatus negara, selain hadir di Irlandia. Skala penghindaran pajak begitu besar, para senator AS berang dengan langkah Apple yang mereka tuduh mengeksploitasi kesenjangan pajak di antara dua negara atau teritori dengan menciptakan struktur perpajakan yang tidak bisa menjadi dasar tuduhan secara hukum.
Salah satu penulis laporan, Senator Carl Levin (Partai Demokrat), mengatakan, Apple telah menciptakan lembaga-lembaga di daerah surga pajak, yang memegang dana miliaran dollar AS berupa laba di luar AS dan tidak dipajaki.
Senator John McCain dari Partai Republik menambahkan, ”Apple mendaulat diri sebagai korporasi pembayar pajak terbesar AS. Akan tetapi, dengan besaran pajak yang ada, Apple juga merupakan penghindar pajak terbesar AS. Seharusnya, perusahaan tidak mengalihkan laba ke seberang untuk menghindari kewajiban pajak ke pemerintahan AS, yang menekan penerimaan negara dari pajak negara.”
Saat Senat AS menghebohkan isu ini, pada 2013 itu juga Komisi Uni Eropa mulai menyelidiki seluk-beluk perpajakan Apple lewat skema perpajakan yang ada di Irlandia. Negara ini pun berada di bawah tekanan untuk mengubah peraturan perpajakan.
Kemudian, sebuah peraturan baru soal perpajakan pun diumumkan Irlandia pada Oktober 2013. Pemerintahan Irlandia mengatakan, perusahaan yang bermarkas di Irlandia, seperti anak-anak perusahaan Apple, bisa menghindari pajak Irlandia jika dikendalikan dari luar. Syaratnya bertambah, yakni domisili perusahaan pengendali harus jelas, seperti dikutip harian Inggris The Guardian, 6 November lalu.
Pilihan sulit
Pengumuman ini membuat Apple dihadapkan pada pilihan sulit, apakah harus mengakui bahwa anak-anak perusahaan itu dijalankan dari AS? Jika mengaku, berarti harus membayar pajak berbasis hukum pajak di AS. Pilihan lain, Apple harus mencari sebuah yurisdiksi surga pajak untuk markas baru anak-anak perusahaan.
Apple kemudian memutuskan pola kedua, memilih salah satu kawasan dengan beban pajak kecil atau tidak ada beban pajak sama sekali, seperti Jersey, sebuah wilayah Inggris dengan aturan hukum tersendiri yang kebal dari intervensi Uni Eropa.
Dokumen-dokumen di Paradise Papers memperlihatkan Apple aktif mencari markas baru bagi anak-anak perusahaan kunci di tahun 2014. Untuk itu, Apple pun mendekati Appleby, sebuah perusahaan konsultan, lewat pengacara Apple di AS, Baker McKenzie, perusahaan hukum yang berbasis di Chicago.
Appleby berperan sebagai kontraktor umum, tetapi arsitek utamanya adalah Baker McKenzie. Perusahaan hukum AS ini membela klien saat berhadapan dengan aparat pajak dan berjuang di tingkat internasional untuk mencegah pengejaran pajak kliennya.
Appleby diminta merahasiakan semua proses ini dan tak boleh menyebut Apple sebagai kliennya. Appleby memiliki perwakilan di sejumlah yurisdiksi surga pajak. Sebuah surat dari para pengacara Apple pada 20 Maret 2014 memperlihatkan Appleby dimintai bantuan untuk menjajaki markas baru anak-anak perusahaan, apakah di Kepulauan Virgin Britania Raya (British Virgin Islands/BVI), Pulau Cayman, Guernsey, Isle of Man atau Jersey.
Kebutuhan untuk mengamankan markas baru bagi anak-anak perusahaan Apple semakin urgen pada Oktober 2014. Saat itu, Menteri Keuangan Irlandia Michael Noonan mengatakan, Dublin telah memperketat peraturan soal perpajakan. Negara akan melarang perusahaan-perusahaan yang bermarkas di Irlandia dikelola dari kawasan surga pajak.
Pengumuman ini sempat mengacaukan rencana Apple terkait pemindahan markas anak-anak perusahaan. Untungnya Noonan mengatakan perusahaan asing yang sudah telanjur bermarkas di Irlandia dan sudah telanjur dikelola dari kawasan surga pajak sebelum 31 Desember 2014 tetap bisa melanjutkan skema itu hingga 31 Desember 2020.
Ini memberi Apple waktu dua bulan memutuskan pemindahan markas. Pilihan jatuh ke Jersey, wilayah Inggris di dekat Normandia, Perancis, yang sangat populer sebagai yurisdiksi bebas pajak. Langkah ini memungkinkan Apple membayar pajak sangat rendah, demikian diungkapkan di Paradise Papers.
Pemindahan ini meringankan pajak bagi dua anak perusahaan Apple yang paling penting, salah satunya diduga memegang uang tunai perusahaan bernilai 250 miliar dollar AS. Apple melakukan hal legal, tetapi tindakan perusahaan mencuatkan pertanyaan.
Menolak tuduhan
Namun, Apple menolak tuduhan itu dan mengatakan hal itu tidak mengurangi beban pajak di mana pun. ”Debat soal pajak-pajak Apple bukan soal berapa banyak kewajiban kami, melainkan di mana saja kami berkewajiban membayar pajak. Kami membayar lebih dari 35 miliar dollar AS pajak korporasi dalam tiga tahun terakhir, plus miliaran dollar AS pajak properti, pajak gaji karyawan, pajak penjualan, pajak nilai tambah,” demikian ungkap pernyataan resmi Apple.
”Kami yakin setiap perusahaan memiliki tanggung jawab membayar pajak dan kami bangga pada sumbangsih kami di mana saja pun kami berusaha.” Meski demikian, Apple menolak mengatakan ke mana laba perusahaan yang dimiliki oleh ASI dialihkan.
Perubahan yang kita buat tidak mengurangi pembayaran pajak di setiap negara. Faktanya pembayaran pajak kami ke Irlandia meningkat signifikan.
Satu teori lain adalah AOE membeli hak kekayaan intelektual milik ASI. Ini bertujuan untuk mengambil manfaat dari sebuah insentif di Irlandia yang disebut cadangan modal (capital allowance). Jika sebuah perusahaan multinasional membeli hak intelektual lewat anak perusahaan di Irlandia, biaya pembelian itu akan menghasilkan kesempatan keringanan pajak di Irlandia.
Sejumlah pakar mengindikasikan perubahan hak intelektual multinasional ke Irlandia akan menghasilkan insentif berupa tingkat pajak serendah 2,5 persen. Apple juga menolak berkomentar soal ini, tetapi mengatakan, ”Perubahan yang kita buat tidak mengurangi pembayaran pajak di setiap negara. Faktanya pembayaran pajak kami ke Irlandia meningkat signifikan … (pada 2014/15/16) kami membayar pajak 1,5 miliar dollar AS di Irlandia.”
Namun, Apple menolak mengatakan berapa banyak laba diraih lewat anak perusahaannya di Irlandia. Ini membuat semua pihak sulit menduga berapa jumlah beban pajak yang sebenarnya.
Pernyataan keuangan Apple mengindikasikan bahwa Apple terus melanjutkan pembayaran pajak rendah dalam operasi internasionalnya. Perusahaan meraih 122 miliar dollar AS laba di luar AS selama periode tiga tahun dan dipajaki sebesar 6,6 miliar dollar AS atau 5,4 persen saja.
Apple mengatakan, ”Berdasarkan sistem perpajakan internasional, pajak didasarkan pada di mana nilai diciptakan. Pajak-pajak Apple dibayar ke negara-negara di seluruh dunia berdasarkan prinsip itu. Mayoritas nilai produk kami tidak dapat dipungkiri diciptakan di AS, di mana kami merancang produk, melakukan pengembangan dan karya teknik serta lebih jauh. Mayoritas pajak kami dibayar ke Pemerintah AS.”
Tidak ada kesepakatan khusus antara Irlandia dan Apple....
Apple juga mengakui pengaturan yang telah dilakukan pada 2014 walau tidak berbicara soal beban pajak. ”Ketika Irlandia mengubah hukum pajak di tahun 2015, kami menyesuaikan diri dan memberitahukannya ke Pemerintah Irlandia, Komisi UE, dan AS. Perubahan yang kami buat tidak mengurangi pembayaran pajak kami di semua negara.”
”… Kami tahu bahwa orang yang rasional dapat memiliki pandangan berbeda tentang bagaimana hal ini berproses di masa depan. Kami mengikuti hukum dan jika ada perubahan kami akan menyesuaikan diri. Kami mendukung kuat upaya dari komunitas global ke arah reformasi perpajakan internasional secara menyeluruh dengan sistem yang jauh lebih sederhana dan kami akan terus mendorong hal itu.”
Namun, Komisi Uni Eropa tetap menuduh Apple memiliki pajak terhutang 14,5 miliar dollar AS lewat Irlandia dan menuduh Apple bermain mata dengan Irlandia. Pimpinan Apple Tim Cook mengatakan semua itu salah. Kepada RTE, televisi Irlandia, di awal November dia juga mengatakan, ”Tidak ada kesepakatan khusus antara Irlandia dan Apple.…”
Piawai menghindari pajak
Edward Kleinbard, mantan pengacara korporasi yang juga profesor hukum perpajakan di University of Southern California, kepada ICIJ mengatakan, ”Perusahaan multinational AS sangat piawai soal skema penghindaran pajak. Ini tidak saja menekan pemungutan pajak di AS, tetapi menekan pemungutan pajak di hampir semua perekonomian besar di dunia.”
Paradise Papers memperlihatkan skema serupa tidak saja dipakai Apple, tetapi juga perusahaan multinasional lainnya. Klien Appleby yang lain, misalnya, telah mentransfer cap dagang, paten dan aset berharga lainnya ke kawasan surga pajak untuk menghindari kewajiban pajak. Hal ini, menurut dokumen itu, misalnya dilakukan Nike, Uber, Allergan, dan Facebook.
Pemindahan itu dilakukan oleh Appleby ke Bermuda dan Grand Cayman. Menurut Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD), strategi penghindaran pajak yang dilakukan Apple, termasuk Amazon, Google, Starbucks dan lainnya, telah merugikan pemerintah AS 240 miliar dollar AS per tahun, berupa kehilangan penerimaan negara dari pajak.
Sejumlah nama perusahaan tersohor AS yang juga melakukan penghindaran pajak antara lain Pfizer, Microsoft, General Electric (GE), IBM, Merck, Johnson & Johnson, Cisco Systems, Exxon Mobil, Oracle, Procter & Gamble, Citigroup, Intel, Chevron, PepsiCo, Hewlett Packard Enterprise (HP), dan JPMorgan Chase & Co.
Sejak pertengahan dekade 1990, perusahaan multinasional asal AS telah memindahkan laba ke kawasan surga pajak. ”Sesungguhnya sejumlah yurisdiksi berwilayah kecil, pada umumnya Bermuda, Irlandia, Luksemburg, dan Belanda, memegang 63 persen dari seluruh keuntungan perusahaan multinasional AS yang diraih di seberang,” kata Gabriel Zucman, asisten profesor ekonomi dari University of California, Berkeley.
AS sendiri mengizinkan perusahaannya menahan laba di seberang tanpa batas dan tidak dipajaki selama laba itu tetap berada di kawasan surga pajak. Hal lain adalah penghindar pajak adalah perusahaan-perusahaan AS dan otaknya juga para konsultan dari AS itu sendiri. Hal lain lagi, yurisdiksi hukum surga pajak ada di bawah naungan Inggris, yang secara tidak langsung telah memungkinkan penghindaran pajak secara legal. Dengan demikian, bagaimana mungkin AS itu sendiri bisa mencegah penghindaran pajak? (AP/AFP/REUTERS)