logo Kompas.id
InternasionalASEAN, Milik Siapa?
Iklan

ASEAN, Milik Siapa?

Oleh
· 3 menit baca

Dalam wawancara khusus, Oktober lalu, mantan diplomat Singapura, Kishore Mahbubani, tertawa mengingat pengalamannya menjadi pembicara pada Conference on Indonesia Foreign Policy 2017 di Jakarta. "Saat tanya-jawab, ada peserta tidak tahu anggota ASEAN. Ada yang mengira Australia anggota ASEAN, ha-ha-ha," kata mantan Presiden Dewan Keamanan PBB itu.Kishore tak sedang menertawakan warga Indonesia, satu dari lima negara pendiri ASEAN, yang disebutnya menyumbang budaya "musyawarah" (konsultasi) dan "mufakat" (konsensus) bagi kultur damai ASEAN. Ia ingin mencontohkan, hingga usianya yang 50 tahun, ASEAN belum dimiliki rakyatnya.ASEAN baru dimiliki oleh pemerintahnya, tetapi belum oleh rakyatnya. Mengapa hal itu terjadi? Banyak faktor penyebab. Salah satunya, minimnya pemahaman dan penghargaan warga yang berakumulasi menjadi ketidakpedulian kepada ASEAN. Atau sebaliknya, rakyat belum merasakan manfaat langsung keberadaan ASEAN. Manfaat yang dirasakan warga baru sebatas bebas visa kunjungan. Warga Indonesia, misalnya, tak perlu mengurus visa saat melancong ke Singapura atau Bangkok.Manfaat lain lebih dari itu belum terasa. Padahal, akhir-akhir ini, kesadaran di kalangan pemerintah terhadap pentingnya manfaat ASEAN dirasakan warganya berulang kali dilontarkan. People-centered, people-oriented, dan jargon-jargon serupa kerap berhamburan di ruang-ruang pertemuan ASEAN. Namun, realisasinya minim. Dua tahun lalu, saat Masyarakat Ekonomi ASEAN diberlakukan mulai Desember 2015, majalah The Economist secara sinis menyebut inisiatif itu hanya "menciptakan kemeriahan, tetapi substansinya tak seberapa". "ASEAN kelihatan baru lebih fokus di atas kertas ketimbang pada spirit integrasi kawasan," tulis majalah itu, Januari 2016.Penilaian ini tak salah, kata Kishore dalam buku terbarunya bersama Jeffery Sng, ASEAN Miracle: A Catalyst for Peace, yang diterjemahkan ke bahasa Indonesia (Keajaiban ASEAN: Penggerak Perdamaian, PT Gramedia Pustaka Utama, 2017). ASEAN, tulis Kishore, sering lebih mirip seekor kepiting. "Dua langkah maju, satu langkah mundur, satu langkah ke samping," sebut Kishore. Dengan langkah itu, wajarlah ASEAN dilihat sebagai organisasi yang lamban atau kurang tegas dalam merespons isu-isu. Seorang rekan menyebut ASEAN tak ubahnya paguyuban arisan, dengan lebih dari 1.000 pertemuan setahun. Dari beberapa kali meliput pertemuan ASEAN, dari pertemuan tingkat menteri luar negeri (AMM) hingga konferensi tingkat tinggi (KTT), sedikit banyak saya mendapatkan "kearifan": jangan berharap ada kehebohan dalam pertemuan ASEAN. Kalaupun ada kehebohan, seperti pada KTT ASEAN 2016 di Laos, hal itu hanya warna-warni di luar sidang, semacam umpatan kasar Presiden Filipina Rodrigo Duterte kepada Presiden AS (kala itu) Barack Obama atau mangkirnya Duterte dalam sidang sesi pagi. Kegagalan menghasilkan komunike, seperti pada AMM 2012 di Kamboja, sangat langka terjadi.Apakah watak dan tradisi ASEAN itu merupakan kelemahan? Tergantung cara melihatnya. Hal ini bisa dipandang sebagai kelemahan, tetapi sekaligus sebagai kekuatan. Lewat musyawarah mufakat, tanpa votingmayoritas, tidak juga veto, 1.000 pertemuan ASEAN dalam setahun menempa jaringan personal yang kuat di kalangan para pemimpin. Hal itu yang, antara lain, menjadi-mengutip istilah Kishore dan Jeffery-keajaiban ASEAN. Saat perkumpulan negara-negara Arab Teluk (GCC) terkoyak, juga Uni Eropa goyah dengan keluarnya Inggris, serta organisasi-organisasi kawasan yang tidak solid, ASEAN kokoh bersatu di usia 50 tahunnya.Namun, satu hal yang perlu diingat, tanpa manfaat keberadaan ASEAN dirasakan langsung oleh warganya, jangan harap tumbuh rasa memiliki di kalangan warganya. Memasuki 50 tahun kedua ASEAN, warga akan terus bertanya: ASEAN ini milik siapa? (MH SAMSUL HADI)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000