Sampai kapan? Itulah pertanyaan yang ada di benak banyak orang tentang krisis kewarganegaraan ganda yang melanda pemerintahan Perdana Menteri Australia, Malcolm Turnbull, sejak bulan Juli. Sedikitnya, seorang wakil perdana menteri dan empat senator telah menjadi korban dari ketegasan konstitusi Australia yang tidak membenarkan anggota parlemen memiliki kewarganegaraan ganda.
Dan jumlah korban tersebut diperkirakan akan terus bertambah. Masih ada sekitar 30 anggota parlemen yang diperkirakan mempunyai masalah kewarganegaraan ganda.
Belum selesai diterpa oleh isu ini, Turnbull sudah harus memenuhi janji menelurkan undang-undang pernikahan sejenis sebelum akhir tahun ini. Hasil survei melalui pos yang diumumkan oleh Biro Statistik Australia, Rabu (15/11), menempatkan kubu "yes"—yang menyetujui pernikahan sejenis— sebagai pemenang. Parlemen akan segera bersidang untuk mempersiapkan undang-undang ini.
Hasil jajak pendapat Newspoll menunjukkan, popularitas pemerintahan koalisi partai Nasional-Liberal pimpinan Turnbull turun dengan angka perbandingan 45 : 55 melawan kubu oposisi dari Partai Buruh. Turnbull juga turun dua poin dalam jajak pendapat perdana menteri yang lebih diinginkan melawan pemimpin oposisi, Bill Shorten. Bahkan, di kabinet Turnbull, Julie Bishop muncul sebagai pemimpin alternatif dari jajak pendapat yang sama.
Kolumnis Dennis Shanahan dari harian The Australian menulis bahwa Turnbull telah kehilangan dukungan kunci di dalam kabinet, dan bahwa sikap terhadap kepemimpinannya di kabinet sudah berubah secara radikal.
Meski demikian, kemungkinan pergantian pemimpin negara melalui mekanisme intra-partai sebelum tahun ini berakhir tampaknya tak akan terjadi. Di tubuh koalisi, Turnbull yang sedang diterpa badai masih dianggap pemimpin terbaik.
Badai kewarganegaraan ganda yang disebut-sebut sebagai "krisis konstitusi paling konyol di dunia" ini seharusnya tidak perlu terjadi bila sejak awal Turnbull meminta semua anggota parlemen untuk meneliti legalitas kewarganegaraannya. Pembelaannya terhadap Barnaby Joyce, wakilnya, bahwa ia tidak akan didiskualifikasi walau memiliki status kewarganegaraan Selandia Baru menjadi bumerang ketika Pengadilan Tinggi memutuskan hal sebaliknya, akhir bulan lalu.
Kini, Turnbull harus puas dengan syarat yang diminta pihak oposisi bahwa semua politisi tingkat federal harus mengumumkan sejarah dan status kewarganegaraannya selambat-lambatnya tanggal 1 Desember mendatang. Persetujuan dengan Shorten itu dicapai, Senin (13/11). Sebelumnya, Turnbull meminta tenggat waktu yang lebih lama, yaitu pada minggu ketiga bulan Desember.
Sejumlah menteri telah diberitakan mengritik Turnbull atas konsesi yang diberikan kepada pihak oposisi dan juga atas penanganan isu kewarganegaraan ganda yang berlarut-larut.
Pemerintahan koalisi sementara ini menjadi minoritas di Majelis Rendah dengan 73 dari 148 kursi setelah seorang anggota parlemen dari Partai Liberal mundur, akhir pekan lalu. Partai Buruh memiliki 69 kursi, lima kursi lain diisi oleh partai-partai kecil.
Lantas, bagaimana nasib Turnbull ke depan? Kita tunggu saja.
(Harry Bhaskara, Koresponden "Kompas" di Brisbane, Australia)
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.