logo Kompas.id
InternasionalMenjelang Pengesahan Eutanasia...
Iklan

Menjelang Pengesahan Eutanasia di Negara Bagian Victoria

Oleh
· 3 menit baca

Bagaimana memberi hak untuk mati kepada publik? Apakah ada kepastian hak itu digunakan sukarela oleh orang yang benar-benar membutuhkannya? Misalnya mereka yang sakit tak tertahankan dan tak tersembuhkan? Pertanyaan-pertanyaan itu muncul dalam perdebatan terkait legislasi eutanasia yang sudah disahkan di beberapa negara, seperti Belanda, Jepang, dan Kanada. Di Australia, masyarakat negara itu telah bergelut dengan isu eutanasia lebih dari 20 tahun. Salah satu negara bagian di Australia kini memasuki tahap akhir pengesahan legislasi eutanasia. Majelis Tinggi Parlemen Negara Bagian Victoria menyetujui rancangan undang-undang eutanasia pada Rabu (22/11). Majelis Rendah yang merancang legislasi ini dijadwalkan mengesahkannya pada minggu depan."Hari ini sarat emosi dan rasa kasih sayang bagi mereka yang lama merindukan kemampuan mengontrol dan menguasai hari-hari terakhir hidup mereka," tutur Daniel Andrews, Menteri Besar Victoria, seusai sidang.Seperti masalah-masalah lain dalam kehidupan, pengalaman pribadi banyak berperan. Andrews, misalnya, bersikap mendukung eutanasia sesudah menemani ayahnya bergumul dengan kanker hingga meninggal. Ia membagikan kesaksiannya dengan penuh emosi ketika membuka debat soal eutanasia di Parlemen Victoria, bulan lalu.Sebaliknya, James Merlino, wakilnya, melihat undang-undang eutanasia seperti "bunuh diri yang direstui negara" dan tidak layak dibuat berdasarkan pengalaman pribadi. Mantan Perdana Menteri Tony Abbott, yang sedang mendampingi ayahnya yang terkena stroke di rumah sakit, berada di kubu kontra. "Orang sakit berat seharusnya diusahakan agar dikurangi penderitaannya, bukan dicabut nyawanya. Tugas dokter menyembuhkan orang. Mereka tak boleh menjadi pembunuh," tuturnya pada radio 2GB. Abbott menyebut undang-undang eutanasia salah kaprah dan berharap ditarik kembali oleh Parlemen Victoria pada waktu mendatang.MelebarDi kubu kontra, berkembang kekhawatiran, legislasi ini melebar ke mana-mana. "Di Belgia dan Belanda, penggunaan legislasi ini merambah ke bayi yang baru lahir tetapi cacat, anak-anak di bawah 18 tahun, bahkan pada orang yang tidak sakit keras," tutur Caroline Overington, wakil editor surat kabar The Australian dalam diskusi televisi ABC/The Drum.Singkatnya, timbul alasan yang sangat mencengangkan untuk melakukan eutanasia, seperti pada orang-orang yang tidak menderita sakit tetapi sudah berusia lebih dari 80 tahun. "Baru-baru ini eutanasia dilakukan pada nenek yang menderita dementia awal, padahal ia sedang berusaha melawan penyakit itu," tutur Overington. "Lebih sedih lagi jika hal itu dilakukan ketika uang pensiun sudah menyusut." Kubu kontra khawatir akan terjadi "pariwisata eutanasia" (euthanasia tourism). Mereka yang mau menggunakan hak untuk mati datang ke Melbourne, ibu kota Negara Bagian Victoria, karena ada payung hukum.Australia bukan baru kali ini memiliki undang-undang eutanasia. Pada 1995, Northern Territory memilikinya, tetapi dibatalkan pemerintah federal dua tahun kemudian tanpa pernah digunakan. Demikian kompleks dan sensitifnya eutanasia sehingga muncul partai politik dari kubu pendukungnya, Partai Eutanasia Sukarela, pada 2013. Tindakan eutanasia diatur terbuka bagi mereka yang berusia di atas 18 tahun, sakit berat, dan diperkirakan akan meninggal kurang dari enam bulan atau satu tahun bagi penderita penyakit saraf degeneratif. Suntikan maut harus dilakukan penderita sendiri, kecuali mereka tak mampu melakukannya.(Harry Bhaskara, Koresponden Kompasdi Brisbane, Australia)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000