Pertemuan Perdana Tanpa Qatar, Pangeran Mohammed Bertekad Melibas Teroris
Oleh
KRIS RAZIANTO MADA
·3 menit baca
RIYADH, MINGGU -- Setelah dua tahun dibentuk, Koalisi Militer Islam untuk Melawan Terorisme menggelar pertemuan pertama di Riyadh, Arab Saudi, Minggu (26/11). Qatar, salah satu anggota aliansi di awal pembentukannya, tidak diundang dalam pertemuan itu.
Sekretaris Jenderal Koalisi Militer Islam untuk Melawan Terorisme (IMCTC) Abdulelah al-Saleh menyatakan, Qatar tidak diundang untuk mempermudah tercapainya konsensus dalam melaksanakan sebuah operasi. Sejak Juni lalu, Arab Saudi dan tiga negara Arab lainnya memboikot Qatar, yang dituduh mendukung terorisme. Tuduhan itu dibantah tegas oleh Doha.
Selain Qatar, negara lain yang tergabung dalam aliansi tersebut, yakni Iran, Suriah, dan Irak. Pemimpin di ketiga negara itu memiliki hubungan dekat satu sama lain. Saleh menegaskan, aliansi dibentuk bukan sebagai blok Sunni untuk menghadapi Iran.
"Musuh kita adalah terorisme. Bukan sekte atau agama atau ras, tetapi terorisme," ujar Saleh, seorang letnan jenderal berkebangsaan Arab Saudi itu.
Komandan IMCTC Jenderal Rahel Sharif mengatakan, negara-negara Islam menjadi korban terburuk serangan teroris. Irak, Afghanistan, Nigeria, dan Pakistan merupakan negara-negara yang paling sering menjadi sasaran serangan teroris.
Pekan lalu, sekelompok militan menyerang jemaah shalat Jumat di Masjid Al-Raudhah, Sinai Utara, Mesir, menewaskan 305 orang dan melukai sedikitnya 128 orang lainnya. "Aliansi ini bertujuan memobilisasi sumber daya dan memfasilitasi saling tukar informasi untuk membantu negara anggota dalam membangun kemampuan masing-masing menghadapi terorisme," kata Sharif, seorang pensiunan jenderal asal Pakistan.
Putra Mahkota Arab Saudi, Pangeran Mohammed bin Salman menyatakan, koalisi akan membalas teroris. "Hari ini kami mulai memburu dan akan melihat mereka kalah di banyak negara, terutama di negara-negara Islam. Kami akan memburu sampai mereka lenyap dari bumi," ujarnya.
Pertemuan IMCTC digelar tepat dua hari setelah serangan militan di Sinai Utara. Meski sepakat dalam hal-hal prinsip, beberapa anggota aliansi menyuarakan perbedaan prioritas dalam pertemuan itu. Delegasi Yaman, misalnya, menyebut fokus seharusnya diarahkan pada Iran, Al-Qaeda, dan milisi Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS). Turki menyerukan dukungan melawan separatis Kurdi.
Pertemuan perdana IMCTC dihadiri perwakilan 40 dari 41 anggotanya. Kecuali Mesir, negara-negara lain mengirimkan utusan dari Departemen Pertahanan dan pejabat tinggi militer.
Aliansi IMCTC diumumkan Arab Saudi, Desember 2015. Aliansi ini awalnya beranggotakan 34 negara. Kini, menurut Arab Saudi, aliansi itu beranggotakan 41 negara, antara lain, yaitu Mesir, Uni Emirat Arab, Bahrain, Afghanistan, Uganda, Somalia, Mauritania, Lebanon, Libya, Yaman, dan Turki.
Indonesia tidak masuk dalam aliansi itu, meski pernah diundang Arab Saudi untuk bergabung. Jakarta menolak ajakan itu karena tidak mendapat alasan jelas tentang pembentukan koalisi militer tersebut. Selain itu, Jakarta beralasan, kebijakan politik bebas aktif yang dianutnya tidak memungkinkan Indonesia bergabung dalam pakta militer, seperti IMCTC.
Di mata pengritiknya, aliansi militer tersebut dapat dimanfaatkan alat bagi Arab Saudi untuk melaksanakan kebijakan luar negerinya yang asertif dengan dukungan negara-negara miskin di Afrika dan negara-negara Asia. Dukungan negara-negara itu bakal dibalas oleh Riyadh secara timbal balik dengan bantuan keuangan dan militer. (AP/AFP/REUTERS/SAM)
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.