Pemerintah dan Oposisi Raih ”Kemajuan”
Oleh
·3 menit baca
Meski demikian, dalam pernyataan bersama yang dibacakan oleh Presiden Republik Dominika Danilo Medina, Minggu (3/12), kedua pihak mengakui adanya ”perkembangan signifikan” dan bersedia melanjutkan perundingan pada 15 Desember mendatang.
”Perundingan ini sulit, berat, keras, dan penuh konfrontasi,” kata pemimpin kubu oposisi, Julio Borges, yang merupakan Ketua Majelis Nasional (parlemen) Venezuela yang dikuasai oposisi.
Sementara delegasi pemerintah yang diketuai Menteri Komunikasi Jorge Rodriguez menyatakan, pihaknya ”sangat puas” dengan kemajuan dalam perundingan.
Perundingan yang dimediasi Danilo Medina dan mantan Perdana Menteri Spanyol Jose Luis Rodriguez Zapatero, serta dijamin oleh menteri-menteri luar negeri dari Meksiko dan Chile (anti-Presiden Venezuela Nicolas Maduro) serta Bolivia dan Nikaragua (pendukung Maduro), merupakan yang pertama sejak krisis politik berlangsung di Venezuela. Krisis negeri itu menelan korban jiwa 120 orang dan ribuan orang ditahan.
Sejumlah pengamat awalnya memperkirakan kesepakatan bisa tercapai karena pemerintahan Maduro mendekati kebangkrutan ekonomi dan saat ini berupaya keras mencari dukungan untuk bisa membayar utang luar negeri. Posisi ini diharapkan bisa memberi ruang tawar bagi kelompok oposisi yang kekuatannya dipreteli oleh Maduro.
”Saya tidak melihat ada kesempatan yang lebih baik dibandingkan peluang saat ini,” kata Geoff Ramsey, peneliti asal Venezuela dari Washington Office. Fakta bahwa kedua pihak bersedia bertemu di meja perundingan sudah dianggap kemajuan.
Tuntutan oposisi
Kubu oposisi pimpinan Borges mengatakan, tuntutan oposisi tidak berbeda dari apa yang sudah disuarakan selama ini. Tuntutan itu, di antaranya, adalah membebaskan puluhan tahanan politik, mengakui otoritas Majelis Nasional yang dikuasai kelompok oposisi, dan mengizinkan bantuan kemanusiaan masuk ke Venezuela. Borges juga meminta agar pelaksanaan pemilu presiden pada 2018 harus berlangsung bebas dan adil.
”Kami memperjuangkan hak dasar, seperti hak untuk memberikan suara dan hak meraih demokrasi. Kami berharap bisa mempertahankan hak-hak yang telah direnggut dari rakyat Venezuela,” tutur Borges.
Namun, kubu pemerintah pimpinan Jorge Rodriguez menyatakan, pemerintah saat ini mampu menerapkan pemilu yang jujur dan adil.
”Dalam proses negosiasi ini, ya, kami akan mendengarkan apa yang dikatakan pihak oposisi. Namun, kami akan menuntut keras penghentian kekerasan ekonomi terhadap Venezuela,” ujar Rodriguez.
Sebagai salah satu negara yang memiliki sumber daya minyak terbesar di dunia, Venezuela mengalami kesulitan ekonomi setelah harga minyak mentah jatuh dan produksi minyak dunia terus menurun. Akibatnya, inflasi meroket di negeri itu, yang menyebabkan kelangkaan bahan pangan dan obat-obatan.
Sanksi ekonomi yang dijatuhkan Pemerintah Amerika Serikat akibat kebijakan Maduro yang membungkam proses demokrasi di Venezuela semakin memperburuk kondisi ekonomi negara tersebut.
Salah satu akibat sanksi itu adalah investor AS dilarang menanamkan modal di Venezuela. Hal ini membuat pemerintahan Maduro semakin sulit menegosiasikan kembali utang luar negerinya yang saat ini mencapai 150 miliar dollar AS.
Bisa dilonggarkan
Departemen Keuangan AS menyatakan, Washington akan melonggarkan sanksinya jika restrukturisasi utang Pemerintah Venezuela disetujui Majelis Nasional yang dikuasai kubu oposisi.
Maduro pada Juli lalu membentuk Majelis Konstitusi yang kekuasaannya melebihi parlemen dan dalam pelaksanaannya menargetkan pembubaran parlemen dan menangkapi para aktivis demokrasi.
Dalam pidatonya, Sabtu, Maduro mengatakan bahwa dirinya berhasil membawa lawan-lawan politiknya ke meja perundingan.
Kubu oposisi terpecah dalam perundingan ini. Sebagian tokoh oposisi menolak ikut serta dalam perundingan itu karena meyakini langkah tersebut akan dimanfaatkan Maduro dan menjadi ”pengesahan” terhadap kediktaktorannya. (AP/AFP/REUTERS/MYR)