RAMALLAH, SENIN — Para pejabat Palestina menggalang dukungan guna mencegah Amerika Serikat mengakui Jerusalem sebagai ibu kota Israel. Pengakuan itu dikhawatirkan dapat memprovokasi negara-negara Arab dan Muslim di berbagai penjuru dunia.
Presiden Palestina Mahmoud Abbas menelepon beberapa pemimpin negara, Minggu (3/12). Ia menghubungi sejumlah pemimpin Arab, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, dan Presiden Perancis Emmanuel Macron.
Abbas, seperti dirilis Hamas juga menelepon Pemimpin Hamas, Ismail Haniya. Dalam pembicaraan telepon yang jarang terjadi antara mereka, keduanya sepakat menolak perubahan apa pun dalam kebijakan AS. Disepakati pula, keduanya akan mendukung unjuk rasa di mana-mana, Rabu besok.
Presiden AS Donald Trump diperkirakan bakal mengumumkan pengakuan Jerusalem sebagai ibu kota Israel. Hal itu disampaikan menantunya yang juga Utusan Khusus Timur Tengah, Jared Kushner, Minggu.
Sejumlah diplomat dan pengamat menyebutkan, pengumuman itu akan disampaikan Trump melalui pidato, Rabu besok.
Penasihat Diplomatik Abbas, Majdi al-Khalidi, mengatakan, Abbas menjelaskan bahaya pemindahan kantor Kedutaan Besar (Kedubes) AS untuk Israel ke Jerusalem atau mengakui Jerusalem sebagai ibu kota Israel.
Abbas juga memperingatkan, pemindahan Kedubes AS atau pengakuan Jerusalem sebagai ibu kota Israel akan mengancam proses perdamaian yang sedang diupayakan AS.
Juru Bicara Abbas, Nabil Abu Rdeneh, menyebutkan, Abbas telah menghubungi para pemimpin negara Mesir, Jordania, Arab Saudi, Qatar, Kuwait, dan Perancis. "Kami yakin, langkah AS itu, jika dilakukan, akan membawa kawasan ini ke arah baru dan fase berbahaya yang tak bisa dikendalikan," katanya.
Kami yakin, langkah AS itu, jika dilakukan, akan membawa kawasan ini ke arah baru dan fase berbahaya yang tak bisa dikendalikan
Abbas juga disebutkan berusaha mendorong pertemuan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) dan Liga Arab untuk membahas masalah itu.
Menanggapi upaya Palestina, Erdogan menegaskan, Turki tetap mendukung Jerusalem Timur sebagai ibu kota Palestina. Adapun Jordania-sebagai pimpinan Liga Arab-mengupayakan pertemuan OKI dan Liga Arab untuk membahas masalah itu.
Seorang diplomat Jordania yang tak mau ditulis namanya menyatakan, fokus pembahasan dalam pertemuan itu, antara lain, cara menangani dampak pengakuan AS atas Jerusalem sebagai ibu kota Israel. Pengakuan itu dapat mengganggu semua upaya perdamaian, dan dapat memprovokasi dunia Arab serta Muslim di berbagai penjuru dunia.
Jordania adalah pelayan tempat suci Muslim di Jerusalem. Jordania amat sensitif pada dinamika di Jerusalem, khususnya Jerusalem Timur yang pernah dikuasainya. Jordania kehilangan kontrol atas Jerusalem Timur setelah Perang 1967.