”Kami merekomendasikan kepada otoritas (China) untuk menekan PDB (produk domestik bruto),” kata Ratna Sahay, Deputi Direktur Departemen Moneter dan Pasar Modal IMF, dalam konferensi persnya, Kamis (7/12). ”Kami juga mendorong pemerintah di tingkat lokal untuk memperkuat pengawasan terkait risiko-risiko.”
Pernyataan pers Sahay itu disampaikan bersamaan dengan keluarnya laporan terbaru tentang sistem keuangan di China. Laporan IMF itu dikeluarkan sehari setelah sejumlah regulator di Beijing menyusun draf aturan baru bagi perbankan untuk memperkuat pendanaan. Peluncuran laporan dilakukan berkaitan dengan kemunculan sejumlah peringatan atas tingkat utang China sebagai negeri dengan ekonomi terbesar kedua di dunia.
Dalam rekomendasinya, IMF menilai, mendesak sifatnya bagi perbankan di negeri itu untuk meningkatkan modal mereka guna berjaga-jaga atas risiko yang dapat muncul akibat tingkat utang yang berlebih.
China dinilai tergantung pada utang guna mendorong investasi dan ekspor yang mendukung pertumbuhan ekonomi negeri itu. IMF menyatakan, kondisi ini telah mencapai batasnya. Salah satu yang menjadi ganjalan adalah target pertumbuhan itu sendiri dengan pemerintah daerah tetap memperbesar kredit dan melindungi perusahaan-perusahaan yang gagal berkembang.
Utang non-pemerintah China secara total diperkirakan terus meningkat. Secara persentase, peningkatannya ekuivalen dari 170 persen terhadap total PDB pada tahun 2007 menjadi 260 persen pada tahun lalu dan berkisar di tingkat 230-240 persen pada tahun ini.
Adapun pertumbuhan ekonomi China turun dari 14,2 persen pada tahun 2007 menjadi 6,7 persen pada tahun lalu. Meski turun, pertumbuhan itu masih termasuk tertinggi di dunia.
Kredit yang tinggi memang mendorong pemerintah di tingkat lokal untuk mencapai tingkat pertumbuhan yang juga tinggi. Namun, ketergantungan pada utang dan jumlahnya yang membubung, apalagi dalam mata uang asing, khususnya dollar AS, dapat membebani perekonomian dalam jangka menengah-panjang sekaligus menimbulkan risiko pada jangka tertentu.
”Pertumbuhan kredit adalah indikator penting bagi risiko atas kondisi keuangan di masa depan karena standar-standar pinjaman sering jatuh pada ketergantungan cepat-cepat untuk pinjam lagi dan pinjam lagi,” demikian peringatan sejumlah pakar IMF melalui blog-blog mereka.
Hasil uji perbankan
Dalam laporannya, IMF mencantumkan hasil uji atas sejumlah bank di China. Disebutkan bahwa empat bank terbesar di negeri itu berada pada kondisi yang dapat dikatakan memiliki modal cukup. Namun, diungkapkan, ada gejala rapuh dari sisi permodalan bagi bank besar, menengah, dan komersial di perkotaan.
Total terdapat 33 bank yang diuji IMF. Dikatakan bahwa untuk 27 bank di antaranya, tingkat asetnya dalam tiga triwulan terakhir berada dalam kondisi kurang secara relatif, minimal satu dari syarat minimum untuk dikatakan sehat. Tekanan ke depan atas aset itu bisa saja bertambah di tengah transisi pengetatan tingkat kredit dan ketika jaminan-jaminan implisit dihilangkan.
Bank Sentral China menyatakan tidak sepakat dengan sejumlah deskripsi ataupun pandangan dalam laporan IMF itu. Dalam lamannya, Bank Rakyat China menyatakan, sejumlah deskripsi dari uji itu tidak merefleksikan secara penuh hasil uji yang dilakukan.
Sebelumnya, Komisi Regulasi Perbankan China, antara lain, mengeluarkan sejumlah indikator untuk mengawasi likuiditas perbankan komersial, termasuk aturan-aturan terkaitnya. Hal itu diharapkan dapat meningkatkan manajemen risiko sekaligus melindungi stabilitas keuangan di negeri itu. (REUTERS/BEN)