BANDUNG, KOMPAS — Praktik demokrasi Indonesia dapat menjadi contoh bagi negara-negara berpenduduk Muslim di Timur Tengah dan Afrika. Indonesia bisa membuktikan bahwa demokrasi dan Islam bisa berdampingan dan menghasilkan kesejahteraan.
Menteri Politik dan Urusan Parlemen Jordania Musa Maayteh mengatakan, Indonesia mematahkan pendapat bahwa Islam tidak cocok dengan demokrasi. Sebagai negara berpenduduk mayorits Muslim, Indonesia mampu menerapkan demokrasi secara stabil.
”Kesuksesan Indonesia bisa dicontoh,” kata Musa di sela-sela kunjungan peserta Bali Democracy Forum (BDF), Jumat (8/12), di Bandung, Jawa Barat.
Ia berharap stabilitas penerapan demokrasi di Indonesia bisa terus berlanjut. Penduduk Indonesia pun diharapkan tidak tergoda untuk mengimpor pertentangan di negara-negara lain. Apalagi, pertentangan itu sebenarnya lebih disebabkan oleh faktor politik serta perebutan pengaruh dan kekuasaan daripada karena alasan agama.
Wakil Menteri Luar Negeri AM Fachir mengatakan, radikalisme dan populisme memang menjadi ancaman mutakhir demokrasi. Salah satu cara mempertahankan demokrasi adalah mendorong setiap negara bisa memiliki modelnya sendiri.
Demokrasi berdasarkan konsensus nasional setiap bangsa akan lebih berpeluang untuk sukses dibandingkan mengadopsi atau memaksakan model dari luar.
Meskipun demikian, setiap negara yang ingin mengembangkan sendiri model berdemokrasi tetap harus memenuhi sejumlah syarat, seperti kekuasaan terpisah antara legislatif, eksekutif, dan yudikatif serta peran aktif masyarakat dalam proses politik dan kehidupan sehari-hari.
Langkah selanjutnya adalah menjaga stabilitas demokrasi dan keadilan sosial yang menjadi salah satu dasar pertumbuhan ekonomi. Stabilitas itu mensyaratkan komitmen masyarakat yang telah memilih demokrasi.
Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan mengatakan, Jawa Barat adalah salah satu perwujudan nyata dari cara hidup berdemokrasi. Provinsi dengan penduduk terbesar di Indonesia itu bersiap menyelenggarakan pesta demokrasi dengan serangkaian pemilihan kepala daerah pada 2018.
Semangat kerja sama
Terkait itu, Menteri Musa Maayteh mengatakan, para peserta BDF sepakat mengunjungi Bandung karena sejarahnya. Kota itu pernah menjadi tuan rumah Konferensi Asia Afrika (KAA). Konferensi itu adalah salah satu bentuk kerja sama lintas negara yang dinilai berhasil.
Sekretaris Jenderal Kementerian Luar Negeri RI Mayerfas mengatakan, faktor sejarah memang menjadi alasan utama Bandung disambangi peserta BDF. Selain KAA, Bandung juga menjadi salah satu tempat penempaan Bung Karno sebelum menjadi presiden pertama Indonesia.
Bagi banyak negara Arab dan Afrika, Bung Karno adalah tokoh yang dihormati. Karena itu, mereka meminta diajak berkunjung ke tempat-tempat yang pernah menjadi lokasi aktivitas Bung Karno selama di Bandung.
Selain berkunjung ke tempat bersejarah, para peserta juga diajak ke sejumlah pameran di Bandung. Pameran itu untuk mengenalkan potensi Indonesia kepada 59 peserta BDF. Lewat pengenalan itu, diharapkan bisa terjalin kerja sama ekonomi antara Indonesia dan negara-negara peserta BDF. (RAZ)