NEW YORK, KAMIS — Lebih dari 1,2 juta warga Sudan Selatan kelaparan. Jumlah ini meningkat dua kali lipat dibandingkan tahun lalu. Pada awal 2018 diprediksi separuh dari populasi Sudan Selatan akan tergantung sepenuhnya pada bantuan makanan dari bantuan kemanusiaan asing.
Kepala Badan Koordinasi Bantuan Kemanusiaan, Pengungsi, dan Migrasi PBB Mark Lowcock, Kamis (7/12), mengingatkan, akan ada 7 juta orang yang membutuhkan bantuan kemanusiaan. Selama empat tahun terakhir ada 2 juta orang yang memilih meninggalkan Sudan Selatan.
”Kami berhasil menangani masalah kelaparan tahun ini dengan sumber daya dan risiko yang besar. Jangan sampai kelaparan terulang lagi,” kata Lowcock.
Perwakilan PBB untuk Operasi Perdamaian Jean-Pierre Lacroix mengingatkan, selain kelaparan, masyarakat Sudan Selatan juga menghadapi situasi keamanan yang genting. Memasuki musim kemarau, konflik militer dan pertikaian antarkelompok dikhawatirkan makin meningkat.
Gejala ini sudah terlihat selama dua pekan terakhir antara oposisi yang beraliansi dengan mantan Wakil Presiden Riek Machar dan kelompok Wakil Presiden Taban Deng. Situasi itu diperparah dengan masalah pelanggaran hak asasi manusia, seperti penjarahan, pembakaran rumah, pembunuhan warga, penangkapan sewenang-wenang, dan kekerasan seksual yang sering kali melibatkan pasukan keamanan.
Setelah Sudan Selatan terlepas dari Sudan pada 2011, sebenarnya sempat muncul harapan besar akan terciptanya perdamaian dan stabilitas keamanan. Namun, sejak Desember 2013, Sudah Selatan terjebak dalam kekerasan etnis. Pasukan yang loyal terhadap Presiden Salva Kiir—berasal dari etnis Dinka—berselisih dengan para pengikut Machar yang beretnis Nuer.
Perdamaian
Kesepakatan perdamaian yang dicapai pada Agustus 2015 tidak juga berhasil menghentikan pertikaian. Bahkan, konflik itu menguat hingga terjadi pertarungan besar antara kedua kubu pada Juli 2016. Puluhan ribu orang tewas dalam konflik itu.
Menyikapi catatan kelam itu, Lacroix mendukung revitalisasi kelompok regional delapan negara di Afrika Timur (IGAD) untuk mendorong kesepakatan gencatan senjata. IGAD diharapkan dapat melaksanakan kesepakatan perdamaian yang telah dicapai pada 2015 itu serta menyusun waktu pelaksanaan yang baru dan realistis. PBB berharap forum revitalisasi itu dapat dimulai pertengahan Desember ini. Jika dikoordinasi dengan baik, krisis di Sudan Selatan diyakini PBB bisa berakhir. (AP/LUK)